Sulut Lanjutkan Eksistensi Forum Daerah Perlindungan Pekerja Sektor Perikanan
Pemprov Sulut mempertahankan keberadaan forum khusus untuk melindungi para pekerja di sektor perikanan, termasuk nelayan. Performa sektor perikanan pun diharapkan terus optimal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
Ikan-ikan hasil tangkapan dimuat dalam bak mobil pikap di Pelabuhan Perikanan Samudera, Bitung, Sulawesi Utara, sebelum dibawa ke pabrik pengolahan ikan, Jumat (17/7/2020). Harga ikan tangkap turun hingga sebanyak Rp 5.000 per kilogram akibat lesunya aktivitas pabrik pengalengan ikan di kota industri itu.
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mempertahankan keberadaan forum khusus untuk melindungi para pekerja di sektor perikanan, termasuk nelayan. Aspek perlindungan yang mencakup keselamatan dan pemenuhan hak pekerja diharapkan dapat menjaga performa sektor perikanan sebagai salah satu sumber pertumbuhan utama.
Melalui siaran pers, Selasa (27/7/2023), Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohamad Abdi Suhufan mengatakan, Forum Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan (Forda P3N) Sulut resmi dibentuk pada 14 Juli 2023. Ini ditandai dengan penandatanganan Surat Keputusan Gubernur Sulut Nomor 249 Tahun 2023.
Forum ini beranggotakan, antara lain, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi serta Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, DFW Indonesia, serikat pekerja, dan organisasi nelayan. Menurut Abdi, forum ini merupakan sebuah langkah maju yang konkret dalam upaya perlindungan pekerja di sektor perikanan.
”Pada tahun 2020, Gubernur Sulut (Olly Dondokambey) telah membentuk Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal dan Perikanan (Forda PAKP). Kini berubah dengan masuknya unsur nelayan dalam SK yang baru,” kata Abdi.
Sama seperti sebelumnya, Forda P3N akan terdiri dari tiga kelompok kerja (pokja), yaitu penguatan regulasi, pengawasan bersama, serta edukasi dan kampanye. Lama masa kerja forum ini pun tetap sama, tiga tahun, sehingga ketiga kelompok kerja akan fokus merampungkan rencana aksi daerah perlindungan pekerja perikanan dan nelayan hingga 2026.
Menurut Abdi, bentuk forum yang baru ini didasari regulasi perlindungan pekerja di sektor perikanan yang belum tersedia. Padahal, baik nelayan kecil maupun kapal besar berkontribusi terhadap sektor itu. Pada 2022, misalnya, kontribusinya ditaksir Rp 12,27 triliun atau 7,81 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB) Sulut.
”Rantai pasok ikan tuna di Sulut mencakup kapal industri, nelayan kecil, dan pekerja di unit pengolahan ikan. Perlindungan pekerja pada rantai tersebut mesti dilihat utuh, dilengkapi intervensi perlindungan optimal,” katanya.
Sekalipun berperan penting, lanjut Abdi, para pekerja perikanan, terutama awak kapal, masih sering mengalami pelanggaran hak ketenagakerjaan. Ini mencakup tidak diupah tepat waktu, tidak diberi jaminan ketenagakerjaan, jam kerja berlebihan, hingga diskriminasi dan pelecehan. Menurut data forda, sepanjang 2020-2023 ada 40 pengaduan pelanggaran dengan 79 korban.
”Jadi, keberadaan forda di Sulut ini diharapkan akan memastikan pemenuhan standar ketenagakerjaan dan hak asasi manusia dalam usaha perikanan tangkap dan pengolahan ikan,” ujarnya.
Di sisi lain, Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, pemprov perlu melakukan upaya terintegrasi untuk meningkatkan perlindungan sosial, ekonomi, dan hukum kepada pekerja perikanan dan nelayan, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini pun perlu dilakukan berkesinambungan.
”Forum daerah ini adalah forum multistakeholder (banyak pemangku kepentingan) yang diharapkan akan menjadi wadah komunikasi, koordinasi, dan melaksanakan aktivitas yang berorientasi pada perlindungan pekerja perikanan dan nelayan,” ujar Olly.
Kendati begitu, Olly hanya melandaskan eksistensi Forda P3N pada surat keputusan. Padahal, dalam pembahasan keberlanjutannya pada pertengahan Maret 2023, sejumlah pihak berharap eksistensi forum tersebut diperkuat dan dijaga keberlanjutannya dengan peraturan gubernur.
Akan tetapi, surat keputusan itu akhirnya diterima sebagai dasar demi mempertahankan kinerja sektor perikanan tangkap Sulut yang telah merambah pasar ekspor. Menurut data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Sulut, selama Januari-September 2022, produksi tuna Sulut mencapai 16.000 ton dengan nilai Rp 1,8 triliun. Ekspor mencapai sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat dan Jepang.
Sementara itu, pada triwulan pertama 2023, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Daniel Mewengkang mengatakan, permintaan produk perikanan Sulut di Thailand, AS, Jepang, Kanada, dan Singapura meningkat. Permintaan ikan segar ke Thailand, misalnya, mencapai 1.814 kilogram dengan total devisa 15.750 dollar AS.
Adapun ikan beku yang diekspor ke AS mencapai 56 ton dengan total devisa 602.834 dollar AS. Negara tetangga terdekat dari Sulut, Filipina, juga mengimpor 17 ton ikan beku senilai 51.099 dollar AS.
”Sekitar 70 persen ekspor kita didominasi tuna dan cakalang. Semuanya berasal dari Bitung,” kata Daniel.