Pemprov Sulut Bertekad Teruskan Forum Perlindungan Awak Kapal Perikanan
Beragam instansi di Sulut bertekad meneruskan keberadaan Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan yang masa kerjanya berakhir setelah tiga tahun. Mereka bertekad mendorong adanya peraturan gubernur.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Awak Kapal Motor Bintang Terang memuat ikan hasil tangkapan ke mobil pikap di Pelabuhan Perikanan Samudera, Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (17/7/2020).
MANADO, KOMPAS — Beragam instansi di Sulawesi Utara bertekad meneruskan keberadaan Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan yang masa kerjanya berakhir setelah tiga tahun. Mereka juga bertekad mendorong pembuatan peraturan gubernur agar perlindungan anak buah kapal bisa lebih maksimal.
Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulut Erny Tumundo dalam pertemuan Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan (Forda PAKP) Sulut di Manado, Selasa (14/3/2023). Sejak dibentuk pada 2020, forum ini telah berhasil menangani masalah yang dihadapi awak kapal perikanan (AKP).
”Isu yang dihadapi antara lain kondisi kerja yang tidak layak, seperti jam kerja berlebihan, gaji kurang, dan kurangnya aspek K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) di atas kapal. Kemudian juga diskriminasi dan pelecehan terhadap AKP. Di samping itu, mereka kurang dilindugi hukum dan tidak memiliki akses (layanan hukum) yang cukup,” kata Erny.
Melalui Forda PAKP yang dirintis bersama Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, telah dibentuk kelompok kerja pengawasan sehingga disnakertrans bisa melaksanakan inspeksi di atas kapal perikanan bersama dinas kelautan dan perikanan (DKP). ”Kami bisa cek sistem pengupahan, kepemilikan asuransi, dan perjanjian laut kerja untuk AKP,” ujarnya.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Awak Kapal Motor Bintang Terang menyortir ikan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera, Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (17/7/2020).
Di samping itu, pembentukan Fishers Center di Bitung membuka pengaduan pelanggaran dari awak kapal dan keluarganya. Sepanjang 2022, misalnya, ada 40 aduan dengan 79 korban. Lebih dari setengah laporan berasal dari AKP di kapal yang beroperasi dalam negeri, sementara sisanya dari AKP migran di luar negeri.
Pihak yang paling banyak dilaporkan adalah agen penyalur kerja (47 persen), diikuti perusahaan pemilik kapal perikanan (30 persen), dan pemilik perseorangan. Kasus terbanyak yang dilaporkan adalah gaji yang tak dibayarkan. Sebagian AKP juga mengadu karena tidak didaftrakan jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan.
Masih banyak lagi jenis pelanggaran, seperti penipuan, kekerasan fisik, dan permasalahan kontrak kerja. Dari keseluruhan kasus, sekitar 70 persen sudah tertangani, sementara sisanya masih berproses.
Untuk itu, Erny mendorong semua anggota Forum PAKP, termasuk DFW Indonesia, DKP Sulut, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, dan syahbandar, untuk mendorong keberlanjutan kolaborasi untuk periode 2023-2026. Namun, ia merasa keberadaan Forda PAKP butuh dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk peraturan gubernur (pergub).
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Para anak buah kapal beraktivitas di Selat Lembeh, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (1/10/2019).
”Mengingat peran strategisnya, forum ini diharapkan bisa dipertahankan melalui SK (surat keputusan) gubernur yang baru untuk periode 2023-2026, kita ajukan perpanjangan. Untuk pengoptimalkan kinerjanya, ini semoga bisa ditingkatkan jadi pergub. Kait akan usulkan, tetapi perlu kajian hukum lebih dulu tentang perlindungan AKP secara khusus,” kata Erny.
Staf Ahli Gubernur Sulut Bidang Politik dan Pemerintahan, Christiano Talumepa, menyatakan, sangat disayangkan jika Forda PAKP Sulut bekerja dalam situasi vakum regulasi. Memang sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja, yang saat ini digantikan dengan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No 2/2022 beserta aturan turunan yang mengatur perlindungan AKP, tetapi belum ada aturan di tingkat daerah.
Dengan begitu, nantinya bisa ada tindakan-tindakan yang sifatnya pro justitia.
SK gubernur pun hanya sebatas menentukan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, tetapi tidak memberikan kewenangan menjatuhkan hukuman kepada pelanggar hak-hak AKP. Karena itu, Christiano menyatakan, pemprov siap mendukung peningkatan regulasi dengan pembuatan pergub.
”Dengan begitu, nantinya bisa ada tindakan-tindakan yang sifatnya pro justitia. Kalau dasar regulasinya sudah ada, bisa jadi akan ada PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) sehingga perbuatan dari pelaku usaha atau pemilik kapal yang mengabaikan hak-hak tenaga kerja bisa ditindak hukum,” katanya.
Kendati begitu, Christiano mengakui, ada kelemahan dari pergub. Pelanggaran biasanya hanya digolongkan tindak pidana ringan dengan hukuman penjara sekitar enam bulan. ”Namun, kewibawaan negara itu ada di law enforcement-nya (penegakan hukum),” katanya.
Sementara itu, Kepala PPS Bitung Ady Candra mengatakan, saat ini masih banyak AKP yang bekerja tanpa perjanjian kerja laut (PKL) yang jelas, terutama kapal-kapal ukuran 5-30 gros ton (GT) sehingga tidak semua AKP terlindungi oleh asuransi. Namun, kewajiban kepemilikan PKL akan ditegakkan mulai 2024 sesuai amanat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021.
PPS Bitung sendiri selama 2022 mencatat, sebanyak 8.477 AKP telah memiliki jaminan sosial. Mereka juga mencatat ada 37.224 dokumen PKL yang diterbitkan sepanjang 2022. Namun, risiko pelanggaran tetap terbuka karena wilayah operasinya tidak hanya di satu titik, tetapi juga di Pelabuhan Perikanan Tumumpa Manado, Pelabuhan Belang di Minahasa Tenggara, serta di wilayah Sangihe.
”Kami meminta bantuan dari pemerintah daerah juga agar PKL yang dimiliki para AKP diperbanyak di semua tempat demi menjamin hak sosial para pekerja. Kami juga sudah buat kesepakatan bersama BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan untuk ini,” katanya.
Untuk itu, Koordinator Nasional DFW Indonesia M Abdi Suhufan menyatakan, diperlukan refleksi dan evaluasi mengenai kinerja Forda PAKP. Jika seluruh pihak yang tergabung sepakat forum ini dilanjutkan, akan dibuat rencana aksi daerah dalam rangka perlindungan AKP hingga 2026.