Pada zamannya, Pura Mangkunegaran pernah berjaya lewat pabrik gulanya. Sekarang gula itu telah berganti rupa menjadi geliat pariwisata. Wisatawan bagaikan semut-semut yang menghampiri tanpa mengenal hari.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Pada zamannya, Pura Mangkunegaran pernah berjaya lewat pabrik gulanya. Sekarang gula itu telah berganti rupa menjadi geliat pariwisata. Wisatawan bagaikan semut-semut yang menghampiri tanpa mengenal hari. Berkah revitalisasi dari pemerintah disambut apik para prajanya untuk membesarkan lagi kejayaan pura tersebut.
Sekitar 10 orang gadis berkerudung berlari kecil menuju gerbang keluar Pura Mangkunegaran, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (26/7/2023). Wajah mereka tampak begitu bahagia. Tak lupa satu sama lain saling bergantian berfoto dengan latar belakang air mancur dan Pendapa Ageng di pura tersebut.
”Ini baru pertama kali sih. Seru sekali. Abdi dalem yang mendampingi kami selama tur ke Mangkunegaran juga sangat ramah. Pemaparannya cukup detail sejarah-sejarah dan lain-lainnya,” kata Nisa Haerani (21), salah seorang gadis tersebut, di sela-sela kunjungannya.
Nisa dan teman-temannya berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Mereka menyempatkan berkunjung dalam libur kuliahnya. Ketertarikannya atas destinasi wisata itu berangkat dari unggahan konten TikTok salah seorang kerabat Pura Mangkunegaran, yakni Rania Maheswari Yamin.
Nisa mengaku puas dari kunjungan pertamanya itu. Ia tidak hanya disajikan keelokan arsitektur bernilai sejarah, tetapi juga atraksi budaya. Kebetulan kedatangannya bertepatan dengan jadwal latihan tari para abdi dalem dari pura tersebut.
”Pas banget ada tari-tarian itu. Jadi nggak hanya nonton bangunan-bangunan. Kalau ada kesempatan nanti bakal ajak keluarga lagi ke sini,” ujar Nisa.
Saat ini, kunjungan wisatawan berusia muda cukup lazim ditemukan pada destinasi tersebut. Itu membuktikan bahwa wisata sejarah sejatinya menarik minat segala usia. Di sisi lain, Pura Mangkunegaran juga gencar mempromosikan kegiatan budaya melalui akun media sosial resmi mereka. Itu pula yang mendekatkan pura tersebut dengan generasi muda.
Terlebih lagi, Pura Mangkunegaran dipimpin sosok pemuda. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X baru berusia 26 tahun sekarang. Oleh karenanya, ia disoroti banyak pihak ketika dilantik sebagai pucuk pimpinan institusi kebudayaan tersebut, pada 2022. Ia diangkat menjadi pemimpin untuk menggantikan ayahnya, Mangkunegara IX, yang berpulang pada 2021.
Pengageng Wisata Pura Mangkunegaran Mas Ngabehi Joko Pramudyo menduga, faktor ”milenial” yang membuat pamor pura itu semakin besar. Keterbukaan wawasan mendorong perkembangan lembaganya semakin pesat. Mangkunegara X juga beberapa kali menemui para pelancong yang sedang berkunjung ke pura tersebut.
”Beliau punya wawasan yang milenial. Lebih terbuka juga. Kadang-kadang komunikasi dengan wisatawan. Itu bisa jadi masukan harus bagaimana agar Mangkunegaran jadi lebih baik,” kata Joko.
Ragam perhelatan
Popularitas Pura Mangkunegaran turut terdongkrak lewat berbagai perhelatan yang diadakan di tempat tersebut. Misalnya, Presiden Joko Widodo memanfaatkan pendapa pura sebagai lokasi tasyakuran pernikahan putra bungsunya, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono, pada Desember 2022. Praktis, atensi bagi identitas itu datang dari seantero negeri.
Ketika Kota Surakarta dipilih menjadi salah satu titik penyelenggaraan pertemuan G-20, Pura Mangkunegaran lagi-lagi ketiban jatah. Pendapanya dijadikan sebagai lokasi jamuan makan malam oleh sejumlah delegasi. Para tamu dihibur pula dengan penampilan tari khas dari pura tersebut.
Untuk itu, Joko merasa, maraknya kunjungan wisata sebagai imbas keriuhan gelaran yang melibatkan Pura Mangkunegaran. Juli ini, kata dia, angka kunjungan sudah mencatatkan lebih dari 10.000 orang. Sebanyak 400 orang di antaranya merupakan wisatawan mancanegara baik dari Asia maupun Eropa. Ketika masa puncak liburan, kunjungan harian bisa mencapai 1.100 orang hingga 1.200 orang per hari.
”Dibandingkan dahulu peningkatannya cukup signifikan. Bisa sampai 300 persen. Tentu, ini suatu hal yang baik,” kata Joko.
Dukungan pemerintah juga cukup serius bagi pengembangan Pura Mangkunegaran. Buktinya dapat dilihat dari revitalisasi Taman Pracima, atau Pracima Tuin, yang diresmikan, Januari lalu. Peresmian pun dilakukan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Kebudayaan itu bukan hanya milik kami. Ini milik kita semua. Semakin banyak yang menyengkuyung dan ikut serta, semakin banyak yang bisa menikmati, dan bahagia. Bakal semakin lestari pula kebudayaan ini.(MangkunegaraX)
Bantuan dana pemerintah menambah cantik kompleks Pura Mangkunegaran. Adapun atraksi yang disuguhkan berwujud pengalaman makan menu-menu khas pura tersebut disertai pemandangan taman yang indah.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengaku akan terus memberikan dukungan demi membesarkan pura tersebut. Pihaknya menginginkan warisan budaya yang ada di tengah masyarakat bisa terus lestari. Tujuannya agar keberadaannya senantiasa dikenal generasi penerus.
”Dampak ikutan (dari pembangunan Mangkunegaran) pastinya wisata. Tetapi, ini untuk melestarikan kekayaan budaya kita. Aset-aset yang luar biasa ini sayang sekali kalau tidak pernah disentuh,” kata Gibran.
Dalam waktu-waktu tertentu, Pura Mangkunegaran juga menyuguhkan program pelatihan tari, menulis aksara Jawa, sampai memasak apem khas Pura Mangkunegaran. Program tersebut merupakan atraksi tambahan di masa libur panjang seperti Natal dan Tahun Baru atau Idul Fitri. Dengan cara itu, Pura Mangkunegaran sebenarnya tengah mendekatkan diri pula dengan masyarakat kekinian sesuai visi Mangkunegara X.
Bagi Mangkunegara X, jalur-jalur kebudayaan adalah medan perjuangannya saat ini. Ia sadar betul posisinya sebagai salah satu pilar penjaga warisan budaya. Oleh karenanya, Sang Adipati akan berusaha sungguh-sungguh untuk terlibat langsung dalam setiap kerja-kerja kebudayaan.
Pada 2022, Mangkunegara X menjalankan misi kebudayaan berupa pengenalan tari gaya Pura Mangkunegaran ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, hingga Australia. Tahun ini, ia juga baru saja mengadakan ajang budaya berupa simposium kebudayaan yang dihadiri beberapa akademisi asal luar negeri seperti Belanda, Amerika Serikat, hingga Jerman.
”Kebudayaan itu bukan hanya milik kami. Ini milik kita semua. Semakin banyak yang menyengkuyung (mendukung) dan ikut serta, semakin banyak yang bisa menikmati, dan bahagia. Bakal semakin lestari pula kebudayaan ini,” kata Mangkunegara X.