Setahun Memimpin, KGPAA Mangkunegara X Jalin Kebersamaan
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara X merayakan peringatan kenaikan takhtanya sebagai pemimpin Pura Mangkunegaran, Rabu (1/3/2023). Kebersamaan jadi prinsipnya dalam memajukan budaya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara X merayakan peringatan kenaikan takhtanya sebagai pemimpin Pura Mangkunegaran, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023). Perayaan tersebut menandai satu tahun masa kepemimpinannya. Kebersamaan dijadikan prinsip sang adipati muda untuk memajukan pengembangan kebudayaan.
Mangkunegara X berjalan perlahan keluar dari kediamannya menuju tempat upacara peringatan kenaikan takhta di Pendhapi Ageng Pura Mangkunegaran. Iringan gamelan menambah gagah setiap langkah kakinya. Kali itu, beskap coklat lengkap dengan jarik bermotif parang dan belangkon dikenakannya. Kepada para tamu undangan, ia melemparkan senyum.
Tokoh yang hadir, antara lain, Eks Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Ada pula perwakilan dari kerabat satu dinasti Mataram Islam, seperti Pura Pakualaman dan Keraton Surakarta. Dari Pura Pakualaman, perwakilan yang hadir ialah Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati Paku Alam dan putranya, Bendoro Pangeran Haryo Kusumo Bimantoro. Sementara itu, Raja Keraton Surakarta Sinuhun Pakubuwono XIII hadir langsung didampingi permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Pakubuwono XIII, dan putra mahkotanya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Sudibyo Raja Putra Narendra ing Mataram atau KGPH Purbaya.
”Keberlanjutan adalah motivasi bagi kita semua untuk mengembangkan praja Mangkunegaran sebagai suatu induk kebudayaan yang terus berkembang dalam membentuk budaya bangsa, khususnya budaya Jawa di hari ini,” kata Mangkunegara X.
Menurut Mangkunegara X, pengembangan nilai-nilai budaya seharusnya digunakan untuk menjawab permasalahan kekinian. Itu bertujuan agar budaya tidak tergerus oleh perkembangan zaman, tetapi justru mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang ada. Dengan demikian, budaya akan terus berkembang dan hidup dalam diri setiap insan.
Mangkunegara X juga menyadari setiap pihak merupakan ujung tombak dalam pelestarian budaya. Tidak hanya kalangan tua, tetapi juga mereka yang berusia muda. Oleh karena itu, ia mengharapkan agar generasi muda ikut ambil bagian pada usaha-usaha pengembangan kebudayaan. Kemajuan kebudayaan bukan atas upaya satu kelompok, tetapi didorong oleh kemauan banyak pihak.
”Baik yang muda maupun yang tua mampu belajar dari satu sama lain. Bagaimana setiap kita bersedia bekerja sama dan tidak mementingkan diri pribadi. Bagaimana setiap kita berpikir terbuka dan tidak terkekang dalam rutinitas yang nyaman. Dan, bagaimana kita mengabdi dengan sebaik-baiknya demi kemajuan praja untuk nusa dan bangsa,” kata Mangkunegara X.
Putra Mahkota Keraton Surakarta KGPH Purbaya mengapresiasi kepemimpinan Mangkunegara X selama satu tahun terakhir. Pihaknya mengharapkan agar komunikasi antara Pura Mangkunegaran dan Keraton Surakarta terus terjaga. Ia terbuka dengan adanya kerja sama budaya antara kedua belah pihak. Lewat cara-cara itu nantinya masing-masing institusi kultural kembali memiliki tempat di hati masyarakat.
”Menurut saya, harus ada kolaborasi ke depannya. Ini demi kebaikan bersama. Mungkin soal apanya bisa dibicarakan lagi, tetapi bisa saja menyoal hal-hal budaya,” kata Purbaya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan, Mangkunegara X telah melakukan upaya pelestarian budaya secara konkret. Hal itu ditunjukkan lewat berbagai upacara adat yang terus dilangsungkan, revitalisasi aset, dan gelaran kebudayaan lainnya. Misalnya, beberapa kali kerajaan tersebut melakukan diplomasi kebudayaan ke beberapa negara, seperti Australia, Thailand, dan Singapura. Pihaknya akan terus memberikan dukungan penuh.
Baik yang muda maupun yang tua mampu belajar dari satu sama lain
Tahun ini, lanjut Hilmar, pihaknya juga akan kembali bekerja sama dengan Pura Mangkunegaran. Menurut rencana, bakal diadakan konferensi internasional yang membahas mengenai peran dan kiprah kedaton tersebut sepanjang perjalanan sejarah.
”Kesan saya kepada beliau (Mangkunegara X) ini orang yang menaruh perhatian sangat besar pada kebudayaan. Komitmennya itu luar biasa,” kata Hilmar.
Sementara itu, sejarawan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tunjung W Sutirto, menyebut, memang legitimasi politik kerajaan tradisional semacam Pura Mangkunegaran telah hilang dengan hadirnya negara republik. Dengan kondisi tersebut, seharusnya pemerintah memberikan dukungan penuh pada pengembangan-pengembangan kebudayaan. Sinergi antara pemerintah dan kerajaan diperlukan demi menjaga legitimasi kultural dari kedaton.
Dari Mangkunegara X, Tunjung melihat upaya menjaga sinergitas tersebut. Bahkan, kerja sama dibangun sang adipati dengan pihak-pihak lain, seperti perguruan tinggi. Misalnya saja dalam hal pengembangan arsip dan digitalisasi katalog perpustakaan milik kerajaan.
”Beliau itu memahami konteks zamannya. Fungsi-fungsi yang ada di Pura Mangkunegaran bisa dimanfaatkan. Peran perpustakaan dimaksimalkan lewat digitalisasi. Itu membuat aksesibilitas semakin luas mengingat posisinya sebagai gudang ilmu, khususnya dalam budaya Jawa,” kata Tunjung.