TPA Piyungan Tutup, Pemkab Sleman Cari Tempat untuk Penitipan Sampah
Menindaklanjuti penutupan TPA Regional Piyungan, Pemerintah Kabupaten Sleman akan mencari tempat untuk menitipkan sampah. Upaya pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah juga digalakkan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Tempat Pemrosesan Akhir Regional Piyungan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan ditutup selama 45 hari mulai Minggu (23/7/2023). Menindaklanjuti penutupan itu, Pemerintah Kabupaten Sleman, DIY, akan mencari tempat untuk menitipkan sampah. Upaya pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah oleh berbagai pihak juga digalakkan.
”Kami berupaya mencari tempat yang bisa kita titipi sampah selama 1,5 bulan. Jadi, kami titip sampai zona transisi TPA Piyungan yang digarap sekarang itu selesai. Setelah selesai, sampah yang kami titipkan itu akan kami ambil lagi dan kami buang ke TPA Piyungan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman Epiphana Kristiyani, saat dihubungi, Sabtu (22/7/2023) siang.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Daerah DIY memutuskan menutup sementara Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September 2023. Hal itu dilakukan karena area penampungan sampah di TPA Regional Piyungan sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas. Penutupan itu diketahui berdasarkan surat dari Sekretaris Daerah DIY kepada Kepala DLH kabupaten/kota di DIY pada Jumat (21/7/2023) lalu.
Padahal, selama ini, TPA Regional Piyungan menjadi tempat penampungan sebagian besar sampah di DIY. TPA tersebut menampung sampah dari tiga wilayah di DIY, yakni Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Berdasarkan data Pemda DIY pada Mei lalu, rata-rata volume sampah yang dibuang ke TPA Regional Piyungan mencapai 700 ton per hari.
Epiphana memaparkan, untuk menindaklanjuti penutupan TPA Regional Piyungan, Bupati Sleman akan menerbitkan surat edaran. Surat edaran itu, antara lain, berisi imbauan kepada berbagai pihak, misalnya, masyarakat, perusahaan swasta, perguruan tinggi, dan pihak lainnya, untuk mengurangi timbulan sampah. Upaya pengelolaan sampah juga mesti dilakukan oleh berbagai pihak.
”Kami memohon masyarakat berusaha mengurangi sampah. Yang kedua, kami mohon masyarakat untuk mengelola sampah. Caranya yang pertama adalah harus dipilah, mana sampah yang organik dan mana yang sampah anorganik,” tutur Epiphana.
Dia menyebut, masyarakat yang masih memiliki lahan bisa menimbun sampah organik di jugangan atau lubang di tanah. Sampah organik itu lama-kelamaan bisa menjadi kompos yang bermanfaat untuk kesuburan tanah. Sampah organik juga bisa diolah menjadi kompos dengan alat komposter. Selain itu, sampah organik juga bisa diolah menjadi ekoenzim dan pakan maggot.
Sementara itu, sampah anorganik bisa dipilah berdasarkan jenisnya, lalu dijual ke pengepul untuk didaur ulang. Epiphana menambahkan, DLH Sleman juga akan berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman terkait pengelolaan sampah di pasar tradisional. Selain itu, perguruan tinggi di Sleman diharapkan bisa membantu pengelolaan sampah, terutama yang dihasilkan oleh para mahasiswa.
Sekolah-sekolah di Sleman juga didorong mengurangi sampah dengan meminta para muridnya membawa tempat makan dan minum sehingga mengurangi sampah bekas kemasan makanan dan minuman. Kantor-kantor perusahaan swasta juga diharapkan aktif memilah sampah.
DLH Sleman juga bakal berkoordinasi dengan bank sampah, Tempat Pengelolaan Sampah 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), Forum Komunitas Sungai Sleman, serta para pengepul sampah agar mendukung kegiatan pemilahan dan pengolahan sampah. Upaya-upaya itu diharapkan bisa mengurangi volume sampah di Sleman.
Selain upaya mengurangi volume sampah, Epiphana menuturkan, DLH Sleman tetap berupaya mencari tempat untuk menitipkan sampah selama TPA Regional Piyungan tutup. Hal ini agar sampah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan pihak-pihak lain tetap bisa ditampung. Apalagi, berdasar data DLH Sleman pada Juni 2023, rata-rata volume sampah di Sleman yang dibuang ke TPA Regional Piyungan mencapai 254 ton per hari.
Nantinya, DLH Sleman akan melengkapi sarana dan prasarana di tempat penitipan sampah itu agar tidak timbul masalah. ”Kami akan melengkapi prasarana. Jadi, tidak hanya titip dan taruh sembarangan. Kami juga akan melengkapi perizinan dan sebagainya,” ujar Epiphana.
Epiphana menyebut, tempat penitipan sampah itu direncanakan berlokasi di wilayah Sleman. Namun, dia belum bersedia menyebut lokasi detail tempat tersebut.
Solusi
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana meminta TPA Regional Piyungan tetap dibuka sebelum ada solusi untuk pengelolaan sampah di Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Dia pun meminta pemerintah kabupaten/kota di DIY segera berkoordinasi untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
”Solusi dari pemerintah kabupaten/kota semestinya sudah ada sebelum rencana penutupan. Jangan sampai ditutup sebelum ada solusi,” kata Huda yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Huda pun menyarankan agar Pemerintah Kota Yogyakarta segera berkoordinasi dengan Pemkab Gunungkidul dan Pemkab Kulon Progo terkait masalah tersebut. Dia menyebut, Pemkot Yogyakarta bisa meminjam tempat atau lahan di Gunungkidul dan Kulon Progo untuk menampung sampah sementara waktu. Hal ini karena lahan di Kota Yogyakarta sangat terbatas.
”Pemda DIY beserta pemerintah kabupaten dan kota harus memastikan pelayanan persampahan tidak berhenti, apalagi dalam waktu lama,” ungkap Huda.
Sementara itu, Sekda DIY Beny Suharsono mengatakan, penutupan sementara TPA Regional Piyungan harus dilakukan karena area penampungan sampah di tempat itu sudah penuh. Saat ini, ada dua zona tempat penampungan sampah di TPA Regional Piyungan yang disebut dengan zona A dan zona B.
Selain itu, Pemda DIY juga telah membangun zona transisi 1 untuk menampung sampah setelah zona A dan zona B penuh. Namun, zona transisi 1 itu juga hampir penuh. Adapun pembangunan zona transisi 2 masih dalam proses.
Pemda DIY beserta pemerintah kabupaten dan kota harus memastikan pelayanan persampahan tidak berhenti, apalagi dalam waktu lama.
”Zona A dan zona B sudah tidak mungkin lagi mampu menampung sampah dan sudah over (melebihi) kapasitas. Sementara zona transisi 1 daya tampungnya tinggal 10 persen dan zona transisi 2 baru siap tanggal 6 September 2023,” ungkap Beny.
Menanggapi penutupan itu, Kepala DLH Kabupaten Bantul Ari Budi Nugroho menyatakan, Bupati Bantul akan menerbitkan surat keputusan berisi langkah-langkah yang harus dilakukan berbagai pihak. ”Termasuk di dalamnya hal-hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi situasi darurat sampah,” ujarnya.