Kantor Otoritas Jasa Keuangan Cirebon di Jawa Barat kerap menerima pengaduan terkait pinjaman daring atau ”pinjol” ilegal dari masyarakat. OJK Cirebon pun menggiatkan literasi keuangan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Kantor Otoritas Jasa Keuangan Cirebon di Jawa Barat kerap menerima pengaduan terkait pinjaman daring atau ”pinjol” ilegal dari masyarakat. OJK Cirebon pun menggiatkan literasi keuangan dan mengajak berbagai pihak turut mencegah pinjaman daring ilegal.
”Dari Januari hingga Juni 2023, kami menerima sekitar 622 pengaduan dan konsultasi dari masyarakat,” ucap Kepala Subbagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kantor OJK Cirebon Panny Malangsari di sela-sela temu media di Kabupaten Kuningan, Jabar, Sabtu (22/7/2023).
Menurut Panny, sekitar 17 persen dari total pengaduan terkait pinjaman daring atau pinjol. Pengaduan itu datang hampir setiap hari melalui kontak dan media sosial OJK Cirebon. Pertanyaan warga berkisar ciri pinjaman daring ilegal. Saat ini, tercatat 103 pinjaman daring legal yang terdaftar.
”Jumlah pengaduan (17 persen) soal pinjol itu termasuk sedang. Namun, kami tetap memberikan literasi keuangan bagi warga agar tidak terjebak pinjol ilegal,” ujarnya. Ciri pinjol ilegal, seperti, tidak memiliki kontak pengaduan, mencuri identitas, hingga mengintimidasi penggunanya.
Dari Januari hingga Juni 2023, kami menerima sekitar 622 pengaduan dan konsultasi dari masyarakat.
Selain peminjaman daring, pengaduan dan konsultasi yang masuk ke OJK Cirebon juga terkait kredit perbankan umum. Jumlah pengaduan itu diprediksi lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yakni 856 laporan. ”Ini menunjukkan warga semakin melek dengan literasi keuangan,” katanya.
Di sisi lainnya, pihaknya juga menggiatkan literasi keuangan untuk mencegah warga terjerat pinjaman daring ilegal dan memberikan pengetahuan tentang keuangan perbankan. ”Sampai pertengahan tahun ini, sudah ada 41 kegiatan edukasi literasi keuangan di Ciayumajakuning,” ujar Penny.
Ciayumajakuning merupakan akronim dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Literasi keuangan terkait pentingnya pengelolaan keuangan hingga cara mencegah pinjaman daringilegal itu tidak hanya berlangsung di perkotaan, tetapi juga pelosok desa.
Penny mengakui, upaya itu belum menjangkau seluruh warga di Ciayumajakuning. Dari sekitar 4 juta warga di kawasan itu, baru sekitar 4.000 orang yang mengikuti edukasi literasi digital. Oleh karena itu, ia mengajak berbagai pihak dari pemerintah daerah hingga media untuk ikut berperan.
Oman Sukmana, Analis Eksekutif Grup Komunikasi OJK, mendorong media ikut melakukan literasi keuangan yang mampu menjangkau langsung masyarakat. ”Harus diakui, OJK tidak bisa sendiri untuk edukasi. Kami terbatas biaya, infrastruktur, dan sumber daya,” ungkapnya.
Karyawan OJK yang tersebar di 35 kantor di pusat hingga daerah hanya berkisar 4.000 orang, sedangkan penduduk Indonesia lebih dari 270 juta warga. Pihaknya juga telah berupaya mengedukasi publik melalui media sosial OJK. ”Literasi keuangan ini tanggung jawab kita semua,” katanya.