Situasi menjelang Pemilu 2024 diprediksi semakin panas. Segenap umat Buddha diminta waspada menyikapinya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2024, kondisi politik dan sosial berpotensi memanas. Segenap masyarakat, termasuk umat Buddha, diminta berhati-hati menghadapi situasi tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2567 BE/2023 Bhante YM Guttadhammo Mahathera saat memberi sambutan acara Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2567 BE/2023. Acara itu digelar di Taman Lumbini, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (21/7/2023). Asalha Mahapuja tahun ini mengambil tema ”Memperkokoh Moral, Membangun Kedamaian Bangsa”.
”Menghadapi situasi di tahun politik menjelang tahun 2024 ini, kami, para biksu, meminta segenap umat Buddha untuk selalu bersikap waspada,” ujarnya.
Bhante juga meminta agar umat Buddha menjaga sikap, ucapan, dan perbuatan. Hal tersebut, menurut dia, sangat penting dilakukan agar pengalaman buruk, situasi penuh konflik akibat hoax yang terjadi di pemilu sebelumnya tidak kembali berulang.
”Jangan sampai bangsa Indonesia yang besar ini dihancurkan oleh hoax, Jangan sampai kita dihancurkan oleh diri kita sendiri,” ujarnya.
Bhante Guttadhammo mengatakan, segenap bangsa Indonesia adalah bangsa yang hidup dalam satu persaudaraan. Oleh karena itu, segenap masyarakat semestinya juga harus selalu menjaga sikap agar bisa hidup berdampingan dengan damai.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, pesan moral rohaniwan Buddha kepada umat terkait situasi sosial politik saat ini adalah sesuatu hal yang sungguh luar biasa. Kegelisahan dan keinginan para biksu untuk selalu menjaga kedamaian di Indonesia juga diungkapkan oleh mereka sendiri dalam percakapan pribadinya dengan Ganjar. Oleh karena itu, dia pun turut berpesan kepada segenap masyarakat untuk semakin bijak dalam menggunakan media sosial.
”Jika dahulu ada pepatah mengatakan mulutmu harimaumu, sekarang ini juga berlaku jarimu harimaumu,” ujarnya.
Ganjar mengingatkan, situasi boleh panas tetapi hati setiap orang harus tetap dingin. Dalam hal ini, yang bisa menjadi pengendali adalah spiritual yang ada dalam diri masing-masing.
Proses spiritual yang dijalani menjadi sesuatu hal yang penting karena di dalamnya terjadi proses reflektif, imajinatif, hingga tumbuh kesadaran bahwa setiap orang tidak bisa hidup sendiri tanpa dukungan orang lain di sekitarnya.
Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja adalah acara rutin yang digelar tiap tahun, sejak 2015. Karena terkendala situasi pandemi, acara ini dilaksanakan secara daring di 2020 dan 2021.
Tipitaka Chanting adalah pembacaan teks-teks kitab suci agama Buddha (Tipitaka) yang berbahasa Pali. Dilaksanakan selama tiga hari Jumat (21/7/2023) hingga Minggu (23/7/2023). Pada hari terakhir, Tipitaka Chanting diakhiri oleh Pija Hari Raya Asadha atau Asalha Mahapuja 2467 BE/2023. Asalha Mahapuja adalah perayaan memperingati khotbah pertama Sang Buddha kepada lima pertapa.
Acara Tipitaka Chanting diikuti oleh sekitar 1.500 orang, yang terdiri dari rohaniwan dan umat perwakilan seluruh Indonesia. Sejumlah biksu yang hadir juga berasal dari Malaysia dan Thailand.
Adapun acara Asalha Mahapuja diperkirakan dihadiri 5.000 orang, umat Buddha, sebagian besar di antaranya datang dari wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam acara Asalha Mahapuja ini, akan dilakukan acara kirab dari Candi Mendut ke Candi Borobudur.