Tim penyidik KPK menggeledah kantor pusat PT Perkebunan Nusantara XI di Surabaya, Jawa Timur, terkait kasus pengadaan lahan. Belum diketahui pasti daerah yang menjadi lokasi pengadaan lahan itu.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tim penyidik KPK menggeledah gedung PT Perkebunan Nusantara XI di Jalan Merak, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/7/2023). Penggeledahan itu terkait kasus pengadaan lahan yang melibatkan perusahaan tersebut.
Menurut Kepala Bagian Sekretaris Perusahaan PTPN XI Yunianta, tim KPK datang menjelang tengah hari atau sekitar pukul 12.00. Tim KPK datang memeriksa dan menggeledah. Sebelumnya, KPK telah mengirim surat tugas terkait adanya pemeriksaan tentang pengadaan lahan.
”Ada pemeriksaan KPK tentang pengadaan lahan,” kata Yunianta. Namun, tidak dijelaskan pengadaan lahan di daerah mana di Jatim yang menjadi atensi lembaga antirasuah itu. Tim KPK meninggalkan gedung PTPN selepas pukul 15.00 sembari membawa berkas atau dokumen dalam koper.
Kedatangan tim KPK dikawal personel Brigade Mobil. Polda Jatim belum memberikan keterangan tentang keberadaan personel polisi untuk pengawalan kegiatan tim KPK di PTPN XI.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan ada kegiatan tim penyidik ke PTPN XI. Perkembangan lebih detail terutama kasus yang menjadi atensi lembaga belum diumumkan.
Salah seorang direktur dan rekanan PTPN XI pernah terjerat kasus korupsi pada 2021. Saat itu, KPK menyidik dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan mesin penggilingan tebu atau six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto tahun anggaran 2015-2016. Djatiroto merupakan satu dari 16 pabrik gula dalam pengelolaan perusahaan yang didirikan pada 14 Februari 1996 dari gabungan PTPN XX, XXIV, dan XXV.
Dua orang menjadi terpidana dalam kasus itu, yakni mantan direktur produksi Budi Adi Prabowo dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri Arif Hendrawan. Pada akhir Mei 2022, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis penjara 5 tahun dan 6 bulan terhadap Budi.
Adapun vonis terhadap Arif berupa penjara 4 tahun dan 5 bulan. Mereka juga dikenai denda pidana Rp 100 juta dan pidana tambahan berupa pembebanan pembayaran uang pengganti Rp 14 miliar.