Kasus Suap KSP Intidana, Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Dituntut 11 Tahun Penjara
Ratusan alat bukti dan 19 saksi dihadirkan untuk membuktikan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh terlibat dalam pusaran korupsi di lingkungan MA. Dia disebut menerima uang terkait perkara KSP Intidana.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh pidana 11 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar terkait kasus suap perkara kasasi pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Gazalba dinilai terbukti bersalah dan masuk dalam pusaran korupsi yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung.
Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi membacakan tuntutan terhadap Gazalba dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/7/2023). Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Bandung Joserizal, jaksa menyebut Gazalba terlibat dalam lingkaran kasus suap meskipun yang bersangkutan tidak mengakuinya.
Berdasarkan fakta, tampak jelas niat terdakwa secara bersama-sama menerima uang suap untuk memengaruhi keputusan pengadilan. Kami selaku penuntut umum supaya majelis hakim menjatuhkan pidana selama 11 tahun serta pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara,” ujar JPU KPK Wawan Yunarwanto.
Tuntutan tersebut berdasarkan Pasal 12 Huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Gazalba disebut menerima suap di lingkaran MA terkait perkara kasasi pidana KSP Intidana yang terjadi sejak Maret 2022. Kasasi terhadap perkara dengan Nomor 326 K/Pid/2022 ini diharapkan dapat dikabulkan sehingga Budiman Gandi Suparman sebagai Ketua KSP Intidana bisa dipenjara.
Untuk memastikan tujuan itu, Gazalba disebut menerima uang suap sebesar 110.000 dollar Singapura yang berasal dari pengacara Yosef Parera. Aliran uang suap ini melewati sejumlah petugas di lingkungan MA, mulai dari Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Prasetio Nugroho, hingga Redhy Novarisza.
Dalam rangkaian kasus ini, KPK mengumpulkan 645 barang bukti. Sebagian besar bukti terdiri atas dokumen penyadapan dan salinan percakapan antarterdakwa. “Untuk terdakwa Pak Gazalba, kami hadirkan telah menghadirkan 19 saksi. Ada juga barang bukti 20.000 dollar Singapura dari saksi Prasetio Nugroho,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang pemaparan saksi, Prasetio menyatakan, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak diserahkan kepada Gazalba. Namun, dalam beberapa barang bukti percakapan yang dipaparkan, Prasetio meyakinkan Redhy, yang menjadi perantara aliran uang, bahwa uang suap ini akan diberikan kepada Gazalba.
Meskipun sejumlah saksi berkilah, jaksa melihat ada kesamaan niat dari para terdakwa dan mewujudkan keinginan tersebut. Oleh karena itu, keterlibatan Gazalba dalam pusaran korupsi ini telah memenuhi unsur pidana.
Cukup ada kesamaan niat dan dengan pembagian peran dan terungkap bahwa terdakwa menerima 110.000 dollar Singapura. Patut diduga (uang) itu untuk memengaruhi putusan, katanya.
Dalam sidang yang berlangsung sejak pukul 10.42 ini, Gazalba hadir secara daring. Namun, sebelum hakim menutup persidangan, Gazalba menyatakan akan memberikan pembelaan secara pribadi dan hadir langsung dalam sidang pledoi pekan depan.
Saya akan mengajukan pembelaan pribadi, Yang Mulia. Saya akan hadir langsung di sidang minggu depan,” ujar Gazalba dari saluran daring.