Setiap Bulan 10 Peti Jenazah Pekerja Migran Ilegal NTT Tiba melalui Bandara El Tari Kupang
Lebih dari 10 pekerja migran ilegal asal NTT tiap bulan meninggal di luar negeri. Kebanyak meninggal karena sakit dan sebagian karena dianiaya majikan. Pemda NTT harus bangun balai latihan kerja.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lebih dari 10 peti jenazah pekerja migran ilegal asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal setiap bulan di luar negeri, tiba di Bandara El Tari Kupang. Penyebab kematian bervariasi, sebagian besar karena sakit.
Untuk itu, pemerintah kabupaten dan kota di provinsi ini sebaiknya segera membangun balai latihan kerja untuk melatih para calon pekerja migran yang hendak mencari kerja di luar negeri.
Koordinator Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa di Kupang, Minggu (9/7/2023), mengatakan, jumlah korban pekerja migran Indonesia ilegal Nusa Tenggara Timur, yang meninggal di luar negeri sampai per 5 Juli mencapai 73 orang. Jumlah ini bakal terus bertambah sepanjang tahun ini, dan tahun yang akan datang jika tidak ada penangangan serius terhadap pekerja migran ilegal ini.
Lebih dari 10 pekerja migran ilegal asal NTT meninggal di luar negeri sejak Januari sampai 5 Juli 2023. Umumnya mereka berangkat mengusung semangat tinggi, yakni ingin meningkatkan taraf hidup keluarga.
”Realitasnya mereka meninggal di luar negeri. Melalui janji manis para calo, mereka berangkat dari desa terpencil dengan keterampilan pekerja rumah tangga di bawah rata-rata,” kata Gabriel.
Korban terbanyak dari kabupaten Malaka, yakni 15 orang, menyusul Flores Timur 10 orang, Ende 9, dan Timor Tengah Selatan 8 orang. Kabupaten yang tidak ada korban meninggal dunia, yakni Alor, Ngada, dan Sabu Raijua. Empat kabupaten dengan jumlah korban masing-masing satu orang adalah Manggarai, Manggarai Timur, Sumba Tengah, dan Rote Ndao.
Kebanyakan meninggal karena sakit. Korban terbanyak kaum pria. Mereka bekerja di perkebunan sawit, tinggal di kamp milik majikan, jauh dari fasilitas kesehatan terdekat. Sakit pun mereka lebih sering dibiarkan begitu saja karena sebagai pekerja ilegal.
Terus bertambah
Ia mengatakan, jumlah korban bakal terus bertambah. Sampai hari ini, masih ada ribuan pekerja migran ilegal NTT di luar negeri. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Mereka bekerja sebagai asisten rumah tangga, buruh kelapa sawit, sopir, pekerja tanaman hortikultura, piara ternak ayam, ikan, dan lainnya.
Kasus penganiayaan lebih banyak dialami pekerja rumah tangga. Kebanyakan mereka dikirim oleh para calo tanpa dibekali keterampilan yang memadai oleh perusahaan pengirim sebelum diberangkatkan. Perusahaan perekrut pun tidak memiliki balai latihan kerja di NTT.
Perusahaan pengerah jasa PMI ilegal itu mengandalkan kelihaian dan kelicikan calo-calo, yang kebanyakan penduduk setempat. Para calo itu memperdaya orangtua, anggota keluarga, dan aparat desa setempat dengan berbagai modus penipuan.
Iming-iming gaji jutaan rupiah per bulan, bekerja ringan dan santai, memberi uang sirih pinang, dan pulang kampung setelah satu 1-2 tahun bekerja di luar negeri, dan seterusnya. Alasan itu membuat pekerja migran ilegal tergiur dan bersemangat berangkat.
Calon pekerja migran ilegal itu tidak dibekali keterampilan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kebanyakan mereka tinggal di desa terpencil. Belum mengenal cara menggunakan mesin cuci, setrika listrik, kompor gas, cara menyeterika yang benar, mengepel rumah, dan pekerjaan rumah lain. Keterampilan seperti itu tidak dimiliki di kampung asal.
Setelah direkrut dari kampung, mereka ditampung di tempat penampungan yang disiapkan para calo, baik selama di Indonesia maupun saat awal tiba di luar negeri, sebelum diberangkatkan ke tempat majikan masing-masing. Majikan yang menginginkan jasa pekerja migran itu pun telah menggelontorkan anggaran sampai ratusan juta rupiah per calon karyawan.
Anggaran dari para calon majikan itu dengan harapan, calon pekerja migran diberikan keterampilan memadai sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Namun kenyataannya, keterampilan itu tidak dimiliki calon pekerja migran. Sesuai rencana, mereka ditempatkan sebagai asisten rumah tangga, penjaga lansia, pekerja sawit, dan pekerjaan lain.
Minimal dua atau tiga kabupaten terdekat, membangun satu BLK dan sistem layanan satu atap. (Laurentina)
Ketika pekerja migran berhadapan dengan sejumlah pekerjaan yang ditawarkan majikan, mereka menjadi bingung. Asisten rumah tangga itu tidak tahu mengerjakan atau mengerjakan tetapi tidak benar. Tidak sesuai harapan majikan, bahkan merusak fasilitas milik majikan di rumah itu.
Dalam situasi seperti ini, penganiayaan demi penganiayaan pun tidak terhindarkan. Penghinaan lewat kata-kata pun diterima setiap saat. Bahkan ada PMI yang tidak diberi makan dan tinggal bersama binatang peliharaan majikan.
Sukarelawan pekerja migran NTT, Sr Laurentina PI, mengatakan, kasus pengiriman peti jenazah para pekerja migran ilegal NTT yang terus berdatangan melalui Bandara El Tari Kupang dan sebagian melalui kapal laut. Pemda mestinya segera bersikap. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pekerja migran NTT, termasuk memberikan keterampilan terhadap para calon pekerja migran.
Salah satu cara memutus langkah calon pekerja migran bekerja secara ilegal di luar negeri dengan menyediakan balai latihan kerja, terutama di kabupaten atau kota yang paling banyak pekerja migran.
Upaya lain mempermudah dokumentasi keimigrasian dengan menerapkan sistem layanan satu atap terhadap para calon pekerja migran. ”Minimal dua atau tiga kabupaten terdekat, membangun satu BLK dan sistem layanan satu atap,” katanya.