Lima PMI asal NTT Meninggal di Luar Negeri Januari 2023
Pekerja migran Indonesia asal NTT sebanyak lima orang meninggal di luar negeri periode 1-20 Januari 2023.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lima pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri dan di provinsi lain sejak 1 hingga 20 Januari 2023. Kematian PMI asal provinsi ini rata-rata 100 orang per tahun. Faktor ekonomi menjadi pemicu pekerja migran ke luar daerah.
Koordinator Jaringan Solidaritas untuk Korban Perdagangan Manusia Nusa Tenggara Timur (NTT) Pdt Emmy Sahertian di Kupang, Rabu (23/1/2023) mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) asal NTT yang berangkat secara ilegalsulit dibendung. Pembebasan protokol kesehatan mendorong pekerja migranasal NTT ke luar daerah semakin marak.
Namun, di balik itu, mereka sangat berisiko menghadapi masalah, termasuk kesehatan dan keselamatan. Sejak 1 hingga 20 Januari 2023 dilaporkan lima PMI asal NTT meninggal. Semua berangkat secara ilegal. Empat orang meninggal di luar negeri dan satu orang meninggal di Kalimantan Timur.
Tiga meninggal di luar negeri ini, satu di antaranya perempuan yang sedang hamil enam bulan. Korban meninggal bersama anaknya, tetapi sulit dikeluarkan sehingga jumlah semuanya lima orang meninggal. Satu korban dikuburkan di Malaysia, empat korban dibawa pulang ke NTT. Mereka berasal dari Sikka, Flores Timur, Malaka, dan Lembata.
Selain itu, ada pula empat PMI yang berangkat secara ilegal, yang hendak menjadi asisten rumah tangga di DKI Jakarta, dipulangkan ke daerah asal, Ende. Menurut rencana, mereka bekerja di salah satu usaha konfeksi di Jakarta.
Memang bisa kerja apa saja, khusus PMI pria (Joni Tamael).
Namun, mereka tidak punya keterampilan di bidang itu. Mereka berangkat ke Jakarta atas pesanan anggota keluarga yang sudah lama bekerja di tempat itu.
Tidak ada balai latihan kerja di Ende yang bisa memberi pelatihan kepada para pencari kerja. NTT hanya memiliki satu BLK milik provinsi di Kupang. Timor Tengah Utara hanya berencana membangun BLK tersebut, tetapi tidak terealisasi.
Tidak terampil
Hampir semua calon PMI dari NTT ke luar negeri atau berangkat ke provinsi lain tidak dibekali keterampilan sama sekali. Menjahit, mencuci dengan mesin, menyeterika, merawat bayi atau orang lanjut usia, dan keterampilan lain. Ini menyebabkan mereka begitu mudah mengalami tindak kekerasan fisik dan verbal dari orang yang mempekerjakan.
Tetapi, mereka begitu nekat menjadi PMI meski secara ilegal. Keterdesakan ekonomi rumah tangga menjadi pemicu. Lowongan kerja terbatas. Tuntutan kebutuhan hidup terus mengalami kenaikan. Bukan hanya bahan kebutuhan pokok, melainkan juga pulsa data telepon seluler sudah menjadi kebutuhan pokok.
Rata-rata TKI asal NTT meninggal di luar negeri sebanyak 100 orang per tahun. Kasus kematian ini mulai terdata baik sejak 2017. Jumlah kasus kematian terbanyak tahun 2019 sebanyak 267 orang. Kematian kebanyakan karena sakit, kecelakaan kerja, penganiayaan, kecelakaan lalu lintas, dan bunuh diri.
Kasus PMI NTT ini sebaiknya menjadi tanggung jawab semua pihak. Tidak hanya pemda, tetapi juga LSM dan lembaga keagamaan, seperti gereja. Lembaga gereja memiliki tanggung jawab bagaimana memberdayakan orang-orang miskin yang ada agar keluar dari keterpurukan ekonomi rumah tangga.
Mantan PMI asal Kota Kupang, Joni Tamael (41), mengatakan berangkat untuk bekerja di luar negeri harus punya perhitungan yang matang. Alasannya, keberhasilan seorang PMI tidak semata bergantung dari keterampilan yang dimiliki. Namun, bagaimana orang itu memiliki tekat dan semangat untuk mengubah hidup di masa depan.
”Memang bisa kerja apa saja, khusus PMI pria,” katanya.
Pekerjaan itu, antara lain, petik tandan kelapa sawit, membersihkan kebun sawit, menjaga kolam ikan, menjaga ternak ayam, siram sayur, dan kegiatan lain.
Justru paling penting dari semua perjuangan itu adalah menghasilkan uang serta bisa ditabung dan dimanfaatkan sebagai modal usaha ketika pulang ke kampung asal.
Tamael memilih beternak ayam potong pada 2020. Namun, karena kesulitan mendapatkan bibit ayam dan pakan, ia beralih memelihara ayam kampung.
”Saya sukses dengan ayam kampung. Harga ayam kampung Rp 75.000-Rp 200.000 per ekor,” katanya.
Peminat ayam kampung cukup banyak. Selain untuk konsumsi, juga untuk kegiatan taji atau sabung. Awal tahun 2022 ia mulai dengan ternak babi. Ini pun sukses. Ia berharap ternak babi kepunyaannya tidak terpapar virus demam babi Afrika.