Rabies Mengancam Pariwisata di Timor Tengah Selatan
Rabies mulai mengancam kegiatan pariwisata di Timor Tengah Selatan, NTT. Wisatawan lokal dari Kupang yang selama ini ke TTS enggan ke sejumlah destinasi di TTS karena takut rabies.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
SOE, KOMPAS — Kasus rabies yang menyebar di 95 persen kecamatan di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, menjadi ancaman serius bagi kegiatan pariwisata di wilayah itu. Sampai hari ini hanya dua kecamatan dari 32 kecamatan yang belum terpapar rabies. Adapun hewan penular rabies atau HPR yang sudah diberi vaksin antirabies baru 5.870 ekor dari total populasi 60.000 ekor.
Imelda Sanga (45), warga Kelurahan Liliba Kota Kupang di Kupang, Kamis (6/7/2023), mengaku, sejak ditemukan anjing rabies di Timor Tengah Selatan (TTS), akhir Mei 2023, ia bersama keluarga tidak lagi berkunjung ke sejumlah destinasi wisata di TTS.
Keindahan panorama Fatumnasi, air terjun Oehala, dan pantai indah dengan batu berwarna di Kolbano kalah dengan isu rabies. Mereka memilih mengunjungi sejumlah pantai wisata di Kota Kupang dan beberapa bendungan yang dibangun pemerintah di Kabupaten Kupang.
”Biasanya saya, suami, dan anak-anak datang ke salah satu destinasi di TTS, setiap hari Sabtu, Minggu, atau hari libur. Tetapi sekarang kami tidak ke sana lagi. Takut keselamatan anak-anak. Mereka biasa berjalan ke mana-mana. Kami khawatir, ada anjing rabies yang datang mendadak dan menyerang,” kata Imelda.
Ibu empat anak ini berharap agar pemerintah menjaga Kota Kupang dan Kabupaten Kupang agar tidak tertular virus rabies. Bahkan, semua kabupaten/kota yang berbatasan dengan TTS agar mulai mengantisipasi masuknya rabies. Anjing-anjing di kabupaten/kota yang dinyatakan masih bebas rabies agar diikat atau dikandangkan.
Ia meminta pemerintah jangan bergerak menunggu rabies masuk wilayah itu. Sebab pergerakan anjing-anjing itu cukup jauh dari rumah pemiliknya, anjing-anjing yang ada di desa atau kelurahan yang berbatasan dengan TTS. Walaupun TTS telah mengikat semua HPR di sana, jika anjing dari luar daerah masuk ke wilayah itu bisa tertular. Apalagi masih ada warga TTS yang sampai hari ini belum mengikat anjingnya.
Kami khawatir, ada anjing rabies yang datang mendadak dan menyerang.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di TTS Adi Tallo mengatakan, sampai 6 Juli 2023 temuan kasus gigitan anjing rabies pada warga di TTS mencapai 691 kasus, enam di antaranya meninggal dunia. Sisanya dirawat sampai sembuh dan sebagian lagi tidak ada temuan rabies.
”Rabies bisa menjadi ancaman bagi kegiatan pariwisata di daerah ini. Karena itu, bupati telah mengeluarkan surat keputusan keadaan luar biasa rabies sejak awal kasus. Warga diwajibkanmengikat atau mengandangkan anjing sebagai hewan penular rabies,” katanya.
Sampai hari ini, dua kecamatan, yakni Fatumnasi dan Fatukopa, masih bebas dari kasus rabies. Sementara 30 kecamatan lain sudah terkontaminasi virus rabies pada hewan penular rabies (HPR), terutama anjing. Penyebarannya sangat cepat.
Fatumnasi merupakan salah satu kecamatan dengan destinasi wisata favorit. Hampir setiap hari lebih dari 100 warga dari Kota Kupang dan sekitarnya berkunjung ke Fatumnasi. Selain Fatumnasi di Kecamatan Fatumnasi, TTS juga masih memiliki sejumlah destinasi wisata favorit. Sebut saja batu warna Kolbano di Kecamatan Kualin, air terjun Oehala di Kecamatan Molo Tengah, dan gunung Meja di Kecamatan Oenino.
Ia mengatakan, cara terbaik mengatasi penyebaran rabies pada HPR di TTS adalah dengan mengajak semua pemilik HPR agar mengikat atau mengandangkan anjing, kucing, dan kera. Hewan anjing menjadi momok yang sangat menakutkan warga saat ini.
Total sampel otak anjing yang sudah dikirim ke Balai Besar Veteriner Denpasar Bali sebanyak 25 sampel. Ini berasal dari delapan kecamatan, terdiri dari 15 desa dan kelurahan. Dari 25 sampel yang dikirim itu, delapan di antaranya positif rabies.
Adapun jumlah HPR yang telah diberi vaksin antirabies per 5 Juli 2023 mencapai 5.870 ekor terdiri anjing 5.482 ekor, kucing 385 ekor, dan kera tiga ekor. Populasi anjing di TTS sekitar 60.000 ekor. Sementara sisa vaksin sebanyak 130 dosis. Pemerintah terus berupaya mendatangkan vaksin yang jumlahnya setara dengan jumlah HPR yang ada.
Semua kecamatan di TTS yang berbatasan dengan kabupaten tetangga juga diminta secara ketat mewajibkan warga mengikat atau mengandangkan anjing masing-masing. Jika masih ditemukan berkeliaran di jalan atau ruang publik, anjing tersebut akan dieliminasi oleh tim satgas setempat.