Membangun Ekonomi Klungkung dari Pesisir dan Perairan
Laut menjadi sumber penghidupan masyarakat di pesisir. Sumber daya kelautan harus dijaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Nusa Penida menjadi salah satu area penerima program Coremap-CTI dengan hibah dari ADB.
Bagi Gede Surya (52), segara atau laut adalah kehidupannya. Bagi Warga Nusa Ceningan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, kehidupan di laut menjadi kesehariannya.
Ketika pariwisata semakin berkembang di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Gede lebih sering mengantarkan turis yang semakin banyak berkunjung ke Nusa Penida, Nusa Ceningan, dan sekitarnya. Ia tidak lagi fokus mengurus rumput lautnya.
”Sejak muda, saya bertani rumput laut. Sampai tahun 2000-an, saya masih bertani rumput laut sambil bekerja mengantarkan tamu untuk snorkeling atau diving,” ujarnya.
Pada 2019, Gede pun memberanikan diri membangun tempat penginapan bagi wisatawan di Nusa Ceningan. Dana sekitar Rp 1,7 miliar dikeluarkan Gede untuk membangun sembilan kamar model vila di kediamannya.
Namun, sebelum Gede menuntaskan ”proyek” pembuatan vilanya itu, gering agung alias wabah penyakit, yakni Covid-19, melanda. Pariwisata yang dibayangkannya mampu mengangkat taraf ekonominya tiba-tiba berhenti bergerak.
”Uang sekitar Rp 1,7 miliar itu tertanam sampai sekarang,” ujar Gede ketika ditemui di Desa Ceningan, Nusa Penida, Selasa (27/6/2023).
Baca juga : Perairan Nusa Penida Masuk Lokasi Percontohan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang
Ia pun memutuskan kembali menekuni budidaya rumput laut. Dibantu istrinya, Ni Made Kastini, usaha budidaya rumput lautnya berkembang. Bahkan, rumput laut menjadi andalan Gede dan keluarga dalam menghadapi situasi sulit kala pandemi Covid-19.
Tak hanya Gede, banyak juga warga Nusa Penida, terutama di Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan, yang kembali bertani rumput laut selama menyepinya pariwisata di Nusa Penida. Rumput laut yang dihasilkan para petani di Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan memang lebih banyak dijual kepada pengepul.
Hanya sebagian kecil dari hasil panen rumput laut itu dimanfaatkan warga setempat. Salah satunya dilakukan Luh Putu Wira Astuti (42) dan suaminya, I Nyoman Sudiatmika, di Desa Jungutbatu, Nusa Lembongan. Mereka mengolah rumput laut menjadi bahan baku utama sejumlah produk perawatan tubuh yang aman dan ramah lingkungan. Rumput laut juga diolah menjadi produk hand sanitizer ketika masih dalam suasana pandemi Covid-19 pada 2021.
Wira bersama Sudiatmika mengolah rumput laut menjadi produk gel sabun badan dan gel sabun tangan yang unik dan alami berjenama Sandu Care. Wira menyebut, produk body wash mereka dibuat natural dan tanpa menggunakan bahan tambahan kimiawi.
”Kami juga mengelola usaha vila, sedangkan suami adalah petani rumput laut,” ujar Wira di salah satu vila yang dijadikan tempat produksi gel sabun berbahan rumput laut itu, akhir Juni lalu. ”Produksi kami sangat terbantu setelah mendapat bantuan mesin dari Coral Triangle Center dalam program Coremap–CTI ,” katanya.
Gel sabun berbahan rumput laut yang berasal dari Nusa Penida itu kini sudah merambah pasar kawasan wisata di Bali, termasuk Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Produk lokal ini akan menjadi kebanggaan dan mendapatkan pasar. Sehingga kami tidak hanya tergantung pada pariwisata, namun juga dapat mengembangkan ekowisata dan eduwisata di Nusa Lembongan.
Inovasi yang dilakukan Sudiatmika dengan mengolah rumput laut itu juga memperoleh penghargaan dari Pemerintah Provinsi Bali untuk kategori inovasi bidang kelautan dan perikanan pada 2022. ”Bersyukur sudah bisa menemukan hasil walaupun masih kecil,” ujar Wira.
Baca juga : Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Jadi Jejaring Hope Spot
Pelaksana Tugas Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sri Yanti mengatakan, pengolahan rumput laut merupakan bentuk inovasi dan usaha kreatif dalam skala kecil yang berpotensi dikembangkan.
Di samping produk olahan rumput laut itu unik, menurut Sri Yanti saat mengunjungi tempat produksi Sandu Care di Nusa Lembongan, Selasa (27/6/2023), gel sabun berbahan rumput laut asal Nusa Lembongan itu juga mendapatkan pasar karena produknya alami.
Dukungan global
Nusa Penida adalah satu dari tiga lokasi pelaksanaan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap)-Coral Triangle Initiative (CTI) menggunakan dana hibah dari Bank Pembangunan Asia(ADB).
Program manajemen dan rehabilitiasi terumbu karang global diIndonesia itu juga dijalankan di Gili Matra dan Gili Balu, kepulauan di Nusa Tenggara Barat. Ketiga area pesisir tersebut termasuk kawasan Sunda Kecil (Lesser Sunda).
Upaya perlindungan terumbu karang dan ekosistem pesisir di kawasan Sunda Kecil yang termasuk program Coremap–CTI ADB sejak 2020 sampai 2023 adalah bagian program jangka panjang Coremap di Indonesia yang dikelola Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Bappenas. Program ini diharapkan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-14, yakni melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudra untuk pembangunan berkelanjutan.
Baca juga : Restorasi Terumbu Karang Diperkuat
Area Sunda Kecil meliputi kawasan perairan dan kepulauan yang membentang mulai dari sebelah timur Jawa sampai bagian timur Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Kawasan Sunda Kecil memiliki ekosistem laut yang kaya. Perairan area Sunda Kecil menjadi koridor migrasi hewan laut, termasuk mola-mola, lumba-lumba, dan paus. Kawasan Sunda Kecil itu juga bagian dari kawasan segitiga terumbu karang.
Selain kekayaan spesies laut dan terumbu karang itu, kawasan perairan di Bali, menurut Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Bali Ketut Astari, juga menyimpan potensi ekonomi besar, yaitu budidaya rumput laut.
Berkelanjutan
Dalam lokakarya bertajuk ”Exit Strategy dan Persiapan Penutupan Kegiatan Hibah Coremap–CTI ADB” di Kuta, Badung, Senin (26/6/2023), Astari menyebutkan, Pemerintah Provinsi Bali mendorong prinsip pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian laut berkelanjutan.
Program Coremap–CTI yang dijalankan di Nusa Penida dan juga di kawasan Gili, Nusa Tenggara Barat, meliputi peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengembangan mata pencarian serta pembangunan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan. Program itu memadukan kebijakan berbasis sains dan implementasi berbasis komunitas.
Direktur Eksekutif ICCTF Tonny Wagey menyatakan, program Coremap–CTI dengan hibah dari ADB bertujuan membantu pemerintah daerah dan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam lokakarya itu, Tonny menyebutkan, program diharapkan menghasilkan tiga capaian (output) sebagai indikator, yaitu penguatan manajemen dan lembaga pengelola terumbu karang serta pengembangan rencana pengelolaan sumber daya berbasis ekosistem. Selain itu, peningkatan mata pencarian berbasis kelautan yang berkelanjutan.
Dalam kunjungan bersama tim Kementerian PPN/Bappenas, ICCTF, dan Coral Triangle Center (CTC) di Nusa Penida, ditunjukkan sejumlah program Coremap–CTI yang dijalankan bersama CTC di Nusa Penida, Nusa Ceningan, dan Nusa Lembongan. Di Nusa Penida, program Coremap–CTI menyasar perbaikan kondisi terumbu karang di perairan Desa Ped.
Adapun di Nusa Ceningan, diadakan rehabilitasi hutan mangrove, pembangunan menara pandang dan jalur trekking hutan mangrove di pesisir serta penguatan kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) dan pengadaan kapal pokmaswas. Sementara itu, program di Nusa Lembongan menyasar peningkatan ekonomi masyarakat melalui pengolahan rumput laut.
Menurut Astari, program Coremap–CTI dengan hibah dari ADB selaras dengan visi pembangunan Bali, yakni ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, terutama dalam perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan laut secara berkelanjutan. Program di Nusa Penida dinilai berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Penerima program Coremap–CTI di Nusa Lembongan, I Nyoman Sudiatmika, mengungkapkan, bantuan dari program itu menggerakkan dan mendorong masyarakat untuk mengolah rumput laut dan sejumlah bahan alam potensial lainnya menjadi produk yang lebih bernilai ekonomi.
”Produk lokal ini akan menjadi kebanggaan dan mendapatkan pasar. Sehingga kami tidak hanya tergantung pada pariwisata, namun juga dapat mengembangkan ekowisata dan eduwisata di Nusa Lembongan,” kata Sudiatmika.