Kasus Perdagangan Orang di Kalteng Berujung Prostitusi
Selama 2023, Polda Kalteng ungkap delapan kasus tindak pidana perdagangan orang dengan total 10 pelaku. Seluruh kasus itu berujung pada prostitusi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aparat kepolisian Kalimantan Tengah tangkap 10 pelaku tindak pidana perdagangan orang. Mereka ditangkap dari total delapan kasus yang tersebar di lima wilayah di Kalimantan Tengah.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji mengungkapkan, selama 2023 dari Januari hingga Juli, pihaknya mengungkap delapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan total 10 pelaku atau tersangka.
Rinciannya, 3 kasus di Kota Palangkaraya; 1 kasus di Kabupaten Kotawaringin Barat, Lamandau, dan Seruyan; sedangkan 2 kasus lainnya dari Kabupaten Kotawaringin Timur.
”Dari delapan kasus itu, ada 10 tersangkanya. Sebagian besar kasus sudah masuk persidangan, ada juga yang sudah putusan, sisanya masih berproses di penyidikan dan akan dilimpahkan ke Kejaksaan,” kata Munaji di Palangkaraya, Kamis (6/7/2023).
Munaji menambahkan, para pelaku menggunakan modus dengan memberikan janji pekerjaan kepada korbannya. Setelah korban mengikuti pelaku, korban justru dipaksa melayani pria hidung belang dengan tarif beragam.
”Mereka dijual untuk prostitusi dengan tarif mulai dari Rp 300.000 sampai Rp 2,5 juta sekali melayani,” kata Munaji.
Para pelaku, lanjut Munaji, melakukan transaksi melalui aplikasi media sosial lalu mengambil foto para korban dan dijual di aplikasi tersebut. Para korban dipaksa berpose lalu melayani. Menurut dia, korban diberikan sedikit dari upah mereka melayani hasrat seksual pelanggannya.
”Kasus perdagangan orang yang kami tangani ini semuanya berujung prostitusi. Kami telusuri lalu mendapatkan barang bukti yang cukup untuk menangkap dan memenjarakan pelaku,” ujar Munaji.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Inspektur Jenderal (Irjen) Nanang Avianto mengungkapkan, pihaknya memiliki komitmen memberantas pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang, apalagi yang berujung prostitusi. Dirinya menghimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap iming-iming pekerjaan dengan gaji besar dan meminta masyarakat untuk memastikan kebenaran informasi lowongan kerja.
”Jika ada hal-hal yang mencurigakan atau lowongan pekerjaan yang mengarah pada TPPO, segera lapor ke kepolisian terdekat agar segera ditindaklanjuti,” ujar Nanang.
Kekerasan seksual
Setidaknya sejak 2020, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak rawan terjadi di Kalteng. Polda Kalteng mencatat 38 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak pada 2020. Jumlah itu meningkat pada 2021 dengan 85 kasus kekerasan dan 22 kasus kekerasan fisik. Kabupaten Katingan dan Kotawaringin Barat menjadi dua wilayah dengan kasus terbanyak, masing-masing 11 kasus dan 15 kasus.
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng Kalimantan Tengah, Irene Lambung mengungkapkan, perdagangan orang yang berujung prostitusi itu termasuk dalam kekerasan seksual terhadap perempuan. Walakin, Irene mengingatkan semua pihak bahwa kasus-kasus tersebut tidak selesai hanya dengan memenjarakan pelaku saja, para korban juga perlu didampingi karena tentunya mereka mendapatkan trauma.
”Perempuan punya otoritas atas tubuhnya. Ketika itu terjadi di luar kemauannya, apalagi dipaksa, maka itu merupakan bentuk kekerasan seksual, tentunya dia tidak pernah nyaman atas apa yang dipaksakan terhadapnya,” kata Irene.
Irene berharap, aparat penegak hukum maupun pemerintah yang memiliki instrumen untuk memfasilitasi para korban mendapat pendampingan bisa bergerak cepat dan memberikan tindakan kepada para korban sesuai prosedur yang sudah dibuat.
”Korban harus mendapatkan layanan psikologis terkait kondisi yang dialaminya selama dia jadi bagian dari prostitusi. Karena dari pengalaman selama ini, jika tak didampingi akan berakibat fatal untuk kehidupan korban selanjutnya," kata Irene.