Inflasi yang fluktuatif menandakan fundamental yang lemah ekonomi di Jambi. Jika itu terus berulang, ketahanan ekonomi masyarakat makin terganggu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Inflasi tahunan Provinsi Jambi yang mencetak rekor tertinggi nasional pada tahun lalu kini jadi yang terendah. Pengamat ekonomi menyebut hal itu menggambarkan fundamental ekonomi daerah lemah dan perlu diantisipasi.
Pengamat ekonomi dari Universitas Batanghari, Pantun Bukit, mengatakan, idealnya inflasi dapat terjaga stabil. Inflasi yang fluktuatif menandakan fundamental yang lemah pada ekonomi daerah. Jika itu terus berulang, ekonomi lesu dan ketahanan ekonomi masyarakat makin terganggu. ”Menjadi rawan bagi perekonomian daerah,” katanya, Rabu (5/7/2023).
Dengan inflasi yang rendah, lanjutnya, bisa jadi disebabkan oleh daya beli masyarakat yang lemah. Atau pasokan di pasar terlalu banyak.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi menyebutkan, inflasi tahunan Provinsi Jambi per Juni 2023 sebesar 1,96 persen. Untuk di Kota Jambi, inflasi tahunannya 2,01 persen dan Kota Muara Bungo 1,55 persen. Inflasi ini sangat rendah dan bahkan jauh di bawah inflasi nasional yang mencapai 3,52 persen.
”Dengan inflasi yang rendah ini, kita harus hati-hati. Perlu diteliti apakah karena stoknya (bahan pangan) berlebihan tetapi daya beli masyarakatnya tidak ada. Ini perlu dikaji,” kata Susiawati Kristiarini, Koordinator Statistik Distribusi BPS Provinsi Jambi, dalam rilis statistik bulanan di Jambi.
Inflasi tahunan Provinsi Jambi pada Juni lalu menjadi yang terendah nasional. Kondisi ini berkebalikan dari satu tahun lalu saat inflasi tahunan Jambi dinyatakan tertinggi nasional, yakni 8,55 persen. Fluktuasi yang tinggi pada inflasi, lanjutnya, harus segera dikendalikan.
Fluktuasi terjadi karena belum terjaganya keseimbangan permintaan dan pemenuhan kebutuhan di pasar. (Pantun Bukit)
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Hermanto menyampaikan, setelah inflasi tahunan Provinsi Jambi sempat menyentuh 8,55 pada Juli 2022, sejumlah upaya langsung dilakukan untuk menekannya. Langkah–langkah strategis itu dilakukan dengan memetakan terlebih dahulu komoditas yang menyumbang inflasi terbesar.
Setelah itu, dibangun Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Provinsi Jambi yang fokus pada komoditas cabai merah, di antaranya lewat penyaluran bibit dan penanaman cabai. Selain itu, dilakukan inspeksi mendadak (sidak) pasar dan 184 kali kegiatan pasar murah. Koordinasi di tingkat pejabat tinggi daerah juga kerap dilakukan.
Ia menyatakan, langkah tersebut sempat diapresiasi Menteri Dalam Negeri terkait respons cepat daerah dalam pengendalian inflasi. Hasilnya, penurunan inflasi Kota Jambi dan Kabupaten Bungo yang sebelumnya peringkat ke-2 dan ke-1 inflasi tertinggi dari 90 kota, langsung turun menjadi peringkat ke-31 dan ke-44 pada Desember 2022.
Inflasi tahunan gabungan dua kota itu tercatat 6,35 persen. Lebih lanjut, laju inflasi tersebut terus berangsur turun sepanjang 2023 sehingga pada Juni lalu, inflasi tahunan Jambi menjadi terendah.
Berdasarkan komoditasnya, naik turunnya inflasi tinggi kerap disebabkan fluktuasi harga komoditas cabai merah dan cabai rawit. Secara historis, cabai merah masuk dalam 10 besar komoditas yang persisten menyumbang inflasi tertinggi setidaknya selama 5 tahun terakhir.
Provinsi Jambi bukan daerah sentra penghasil cabai merah sehingga ketergantungan pada pasokan daerah lain relatif tinggi.
Pantun menambahkan, pemerintah telah memetakan bahwa cabai merah dan daging merupakan penyumbang tertinggi fluktuasi inflasi di Jambi. Fluktuasi terjadi karena belum terjaganya keseimbangan permintaan dan pemenuhan kebutuhan di pasar. Apalagi spekulan kerap bersiasat mengendalikan pasokan dan memainkan harga.
Pekan lalu ia sempat mendapati harga cabai merah kerinting Rp 20.000 per kilogram. Pekan berikutnya, harga cabai itu melonjak jadi Rp 80.000. Praktik spekulan, menurut dia, harus segera diberantas. Caranya dengan memastikan bahwa hasil produksi cabai dan daging sapi mencukupi kebutuhan.
Ia pun mengingatkan bahwa pada kemarau tahun ini, lahan-lahan kering. Kondisi itu berdampak pada berkurangnya ketersediaan cabai lokal. Agar inflasi tak melonjak, lanjutnya, pemerintah perlu sejak dini menjaga suplai dan permintaan. Monitoring dan intervensi pasar perlu dijaga demi menghindari spekulasi harga yang memicu inflasi.