Notifikasi Diabaikan Wali Kota, Warga Medan Resmi Gugat Revitalisasi Lapangan Merdeka
Dua profesor, satu pengajar, dan empat warga menggugat Wali Kota Medan terkait revitalisasi Lapangan Merdeka Medan yang dinilai merusak cagar budaya. Proyek hanya mengutamakan area komersial dan tempat parkir.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Tujuh warga negara mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit terhadap Wali Kota Medan setelah lebih dari 60 hari notifikasi gugatan tidak ditanggapi. Penggugat menilai, revitalisasi Lapangan Merdeka Medan justru merusak unsur cagar budaya karena menggali hamparan lapangan hanya untuk area komersial dan tempat parkir bawah tanah.
”Kami sudah mengajukan notifikasi atau pemberitahuan sejak 6 April 2023 sebagaimana mekanisme citizen lawsuit. Sangat disayangkan, Wali Kota Medan sama sekali tidak menanggapi notifikasi itu,” kata Redyanto Sidi, kuasa hukum penggugat, di Pengadilan Negeri Medan, Senin (3/7/2023).
Dalam gugatan itu, tujuh warga negara juga menyertakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan sebagai turut tergugat karena memberikan persetujuan dan atau pembiaran revitalisasi Lapangan Merdeka.
Ketujuh penggugat ialah Guru Besar (Emeritus) Antropologi Universitas Negeri Medan (Unimed) Usman Pelly, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Rosdanelli Hasibuan, pengajar di Fakultas Teknik Unimed Meuthia F Fachruddin, Sekretaris Himpunan Pengembang Jalan Indonesia Sumut Burhan Batubara, karyawan swasta Rizanul, karyawan swasta Dina Lumban Tobing, dan Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut Miduk Hutabarat. Seluruh penggugat adalah warga Medan.
Redyanto menjelaskan, revitalisasi yang dilakukan dengan menggali lapangan untuk gedung bawah tanah (basement) telah merusak dan melupakan sejarah Lapangan Merdeka itu sendiri. Revitalisasi hanya berfokus membangun tempat parkir, area komersial, dan perkantoran. Tidak ada upaya untuk menggali histori dan nilai sejarah yang tersimpan di lapangan itu.
Redyanto menjelaskan, penggugat meminta agar Wali Kota Medan Bobby A Nasution meninjau ulang kerangka acuan kerja revitalisasi Lapangan Merdeka, menghentikan revitalisasi, serta melakukan restorasi, rehabilitasi, pemugaran, dan rekonstruksi. Penggugat juga meminta agar Lapangan Merdeka menjadi ruang publik yang bebas dari bangunan perkantoran, komersial, atau tempat parkir, baik di atas lapangan maupun di bawah.
Pemerintah juga wajib membuat papan pemberitahuan cagar budaya sebagaimana dibuat juga di benda cagar budaya lain. Wali Kota Medan juga diminta mengeluarkan putusan yang secara tegas menetapkan luas 4,88 hektar Lapangan Merdeka menjadi cagar budaya.
”Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan tidak mempertahankan bentuk aslinya yang memiliki signifikansi sejarah, nilai budaya, ruang terbuka hijau, ruang publik, jalur evakuasi, dan titik nol Kota Medan,” kata Redyanto.
Dia menyebutkan, revitalisasi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Harus ada kajian ahli tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Miduk mengatakan, gugatan itu mereka layangkan karena menilai ada proses yang cacat secara administrasi maupun substansi dari revitalisasi Lapangan Merdeka. Perancangan desain dan izin revitalisasi Lapangan Merdeka tidak dilakukan melalui kajian. Padahal, Lapangan Merdeka merupakan cagar budaya.
”Kami sudah ingatkan supaya ada tim sidang pelestarian. Harus ada kajian ahli tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Namun, itu tidak dilaksanakan oleh Wali Kota Medan,” lanjut Miduk.
Burhan menyebutkan, tidak adanya kajian menyeluruh tentang pembangunan di Lapangan Merdeka Medan membuat proyek terkait lapangan itu serampangan. Sebelum dilakukan revitalisasi, sudah ada renovasi pendopo. Setelah itu, dibangun pagar dan renovasi jembatan penyeberangan. Namun, tahun berikutnya proyek yang memakan anggaran miliaran rupiah itu langsung dirobohkan untuk revitalisasi secara menyeluruh.
Para penggugat juga telah pernah memenangi gugatan citizen lawsuit terhadap Wali Kota Medan di Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi Medan pada 2021. Majelis hakim dalam putusannya meminta Wali Kota Medan menetapkan Lapangan Merdeka Medan sebagai cagar budaya. Sebelumnya, lapangan itu bukan benda cagar budaya.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Penataan Ruang Pemkot Medan Endar Sutan Lubis mengatakan belum bisa menyampaikan tanggapan terkait gugatan tersebut. ”Saya pelajari dulu gugatannya,” katanya.
Sebelumnya, Endar menyebut revitalisasi yang mereka lakukan justru untuk melindungi Lapangan Merdeka sebagai cagar budaya. Karena itu, mereka sudah merobohkan bangunan komersial Merdeka Walk dan perkantoran yang ada di atas lapangan. Pemkot Medan juga membangun tempat parkir, kantor pengelola, dan museum di bawah lapangan untuk mempertahankan hamparan di atasnya.
Endar mengatakan, pihaknya menjamin semua pohon trembesi di sekeliling lapangan tidak ada yang rusak satu pun. Di atas lapangan nanti hanya ada ruang terbuka publik, tempat olahraga, monumen kemerdekaan, taman, dan panggung rakyat.