Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan Harus Berdasarkan Prinsip Cagar Budaya
Masyarakat mendukung revitalisasi Lapangan Merdeka Medan sebagai situs bersejarah, ruang publik, dan cagar budaya. Namun, revitalisasi harus melindungi hamparan lapangan, trembesi, dan memori bersejarah di dalamnya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumatera Utara melakukan diskusi bertema "Revitalisasi Lapangan Merdeka" di Gedung Avros, kawasan Kesawan, Medan, Sabtu (4/6/2022).
MEDAN, KOMPAS — Masyarakat sipil mendukung rencana revitalisasi Lapangan Merdeka Medan untuk mengembalikan fungsinya menjadi situs bersejarah, ruang publik, dan cagar budaya. Namun, revitalisasi harus melindungi unsur cagar budaya, yakni hamparan lapangan, pohon trembesi, dan memori bersejarah di dalamnya.
Rencana pembongkaran semua bangunan dan pagar di Lapangan Merdeka Medan merupakan langkah yang tepat. Namun, pembangunan gedung bawah tanah untuk area parkir dan komersial perlu dievaluasi karena berpotensi merusak unsur cagar budaya. Selain itu, pembangunan area parkir di inti kota bertentangan dengan program pembangunan transportasi publik di Kota Medan.
Hal itu menjadi benang merah diskusi bertema ”Revitalisasi Lapangan Merdeka” yang dilaksanakan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumut di Gedung Avros, kawasan Kesawan, Medan, Sabtu (4/6/2022). Diskusi dimoderatori Koordinator KMS Medan-Sumut Miduk Hutabarat dan dihadiri sejumlah dosen serta praktisi jejaring KMS Medan-Sumut.
Sejarawan Universitas Negeri Medan yang juga pemegang Sertifikat Tenaga Ahli Cagar Budaya, Ichwan Azhari, mengatakan, langkah pertama yang harus diambil Pemerintah Kota Medan adalah menyelamatkan semua unsur cagar budaya di Lapangan Merdeka.
”Ada tiga unsur paling penting, yakni hamparan lapangan, pohon trembesi, dan memori yang tersimpan di dalamnya, antara lain tugu kemerdekaan. Ini semua tidak boleh diganggu,” kata Ichwan.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Pohon trembesi berusia 140 tahun tampak di sekeliling Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Sabtu (4/6/2022). Trembesi itu menjadi memori sejarah karena ditanam bersamaan dengan pembukaan Lapangan Merdeka Medan pada 1880.
Ichwan mengatakan, Lapangan Merdeka Medan dibangun pada tahun 1880 bersamaan dengan penanaman pohon trembesi di sekelilingnya. Alun-alun kota yang diberi nama De Esplanade itu berhadapan langsung dengan balai kota dan terintegrasi dengan kantor pos, stasiun kereta api, perbankan, dan pusat bisnis di sekitarnya.
Inti Kota Medan itu dibangun menyerupai kota-kota di Eropa sehingga disebut sebagai Parijs van Sumatra. Lapangan pernah berubah nama menjadi Fukuraido di masa pendudukan Jepang dan menjadi Lapangan Merdeka pascaproklamasi kemerdekaan RI.
Ada tiga unsur paling penting, yakni hamparan lapangan, pohon trembesi, dan memori yang tersimpan di dalamnya, antara lain tugu kemerdekaan.
Ichwan mengatakan, semangat revitalisasi harus melindungi unsur cagar budaya baik fisik maupun memori di dalamnya. Rencana pembangunan gedung bawah tanah di bawah lapangan dapat merusak pohon trembesi di atasnya.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Johannes Tarigan mengatakan, hampir tidak mungkin membangun gedung bawah tanah dengan tetap mempertahankan pohon trembesi di atasnya. ”Kalau mau dipertahankan, gedung bawah tanahnya harus sangat kecil di tengah lapangan,” kata Johannes.
Transportasi publik
Rencana pembangunan area parkir untuk menampung ratusan mobil pribadi juga dinilai bertentangan dengan semangat pembangunan transportasi publik kota yang saat ini mulai dirintis. Lapangan Merdeka Medan bahkan dirancang menjadi pusat transit Bus Trans Deli yang baru dirintis Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Kota Medan.
”Konsep pembangunan transportasi publik justru harus mengurangi kendaraan pribadi ke inti kota. Tempat parkir harus dikurangi dan tarif harus dibuat mahal agar orang beralih ke transportasi publik,” kata Sekretaris Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Sumut Burhan Batubara.
AUFRIDA WISMI WARASTRI
Warga menggunakan bus Trans Metro Deli di Medan, Sumut, Kamis (3/11/2020).
Guru Besar (Emeritus) Antropologi Universitas Negeri Medan Usman Pelly mengatakan, revitalisasi Lapangan Merdeka seharusnya memikirkan bagaimana mengembalikan Balai Kota Medan agar berhadapan lagi dengan Lapangan Merdeka yang merupakan alun-alun kota.
Hubungan itu menggambarkan relasi rakyat dengan pemimpin kotanya. Relasi itu terputus sejak hotel dibangun di belakang balai kota dan Kantor Wali Kota Medan justru dipindah ke belakang hotel di seberang sungai.
Secara terpisah, Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution pun sudah menyampaikan langsung kepada pengelola usaha di Lapangan Merdeka agar segera mengosongkan toko-tokonya. Pada Juli ini akan dilakukan peletakan batu pertama revitalisasi Lapangan Merdeka. Presiden Joko Widodo dijadwalkan menghadiri peletakan batu pertama itu.
”Yang kami inginkan adalah kemajuan Kota Medan. Terlebih, kita bisa lihat bahwa hari ini kondisi Lapangan Merdeka jauh dari fungsinya sebagai ruang terbuka hijau,” kata Bobby.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Penataan Ruang (PKPPR) Pemkot Medan Endar Sutan Lubis mengatakan, konsep revitalisasi Lapangan Merdeka adalah mengosongkan semua bangunan dari lapangan dan membuatnya menjadi hamparan luas. Parkir dan bangunan pun akan dibuat di bawah tanah (basement).
Pembangunan tahap pertama dilakukan tahun ini, yakni pengosongan lapangan dan pembangunan gedung bawah tanah. Anggaran Rp 100 miliar sudah disiapkan dari bantuan keuangan provinsi. Seluruh pembangunan ditargetkan selesai pada awal 2024.