Saat Kisah Sumber Daya Air di Candi Borobudur Menarik Minat Kaisar Naruhito
Kaisar Jepang Naruhito mengagumi kemegahan arsitektur dan filosofi Candi Borobudur. Dia juga menunjukkan ketertarikan khusus pada kisah pengelolaan sumber daya air di candi tersebut.
Pada hari keenam lawatannya ke Indonesia, Kaisar Jepang Naruhito mengunjungi Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (22/6/2023). Ia terkesima saat menyaksikan kehebatan arsitektur dan filosofi situs warisan sejarah dunia tersebut. Kisah mengenai pengelolaan sumber daya air menjadi daya tarik baginya.
Naruhito bersama rombongan tiba di pelataran Candi Borobudur sekitar pukul 08.00. Ia mengenakan batik coklat gelap bergambar burung dan celana kain biru tua. Naruhito tampak tersenyum saat menyapa sejumlah pejabat yang sudah lebih dahulu hadir menunggu kedatangannya.
Beberapa pejabat itu antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Febrina Intan, serta Subkoordinator Unit Warisan Dunia Borobudur Wiwit Kasiyati.
Antusiasme Naruhito sudah tampak sejak menginjakkan kaki di pelataran candi. Wajahnya begitu semringah. Apalagi, cuaca cukup cerah saat itu. Candi yang megah itu tampak semakin indah terpapar jingga sinar matahari pagi. Keelokan itu langsung dipotret Naruhito dengan kamera digital mungil yang disimpan pada saku kanan kemeja batiknya.
Langkah Naruhito dan rombongannya menuju ke bangunan Candi Borobudur dipandu oleh Mura Aristina. Ia merupakan staf edukator dari Unit Warisan Dunia Borobudur yang kerap ditugaskan untuk memandu para tamu penting.
Sebelumnya, Mura juga telah meriset ketertarikan calon tamu agung tersebut. Oleh karena itu, ia menceritakan kisah-kisah yang sekiranya bakal mengundang decak kagum dari sang kaisar.
Mura menyadari, Naruhito memiliki ketertarikan khusus terhadap konservasi air. Untuk itu, informasi mengenai sumber daya air yang terkait dengan Candi Borobudur juga dikisahkannya kepada sang kaisar.
Baca juga: Kunjungi Candi Borobudur, Kaisar Naruhito Ikuti Jejak Orangtuanya
Salah satu kisah itu terkait pemilihan lokasi Candi Borobudur yang berada di dekat titik pertemuan antara Sungai Progo dan Sungai Elo. Ia juga menceritakan ihwal danau purba yang dulu ada di kawasan Borobudur dan berperan menjaga kelembapan candi.
”Air itu menjaga kelembapan karena candi ini berdiri di tengah bukit. Bukitnya tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh terlalu basah. Kalau terlalu kering, nanti tanahnya pecah. Kalau terlalu basah, tanahnya longsor,” kata Mura.
Kepada Naruhito, Mura juga menyampaikan perihal teknik Bajralepa yang dahulu digunakan untuk melapisi candi agar terlindungi dari limpasan air. Hal itu bertujuan untuk mencegah meresapnya air hujan ke struktur candi yang bisa mengakibatkan tanah longsor. Adapun adonan pelapisnya terdiri dari tanah liat, batu kapur, dan air.
Mura menambahkan, salah satu obyek yang paling menarik minat Naruhito ialah Jaladwara atau juga kerap disebut Gargoyle. Wujudnya menyerupai kepala hewan buas yang menyeramkan dengan mulut terbuka sebagai jalan keluar air.
Obyek itu terdapat pada sekeliling candi. Fungsinya untuk mengalirkan air turun dari bagian atas candi tanpa perlu masuk ke dalam struktur candi sehingga tak mengikis bangunan. ”Ini (Jaladwara) soal jalur air. Sekali lagi, karena beliau punya ketertarikan pada air, maka saya lebih banyak cerita tentang air,” ungkap Mura.
Baca juga: Jamuan Hangat Keraton Yogyakarta untuk Kaisar Jepang
Air itu menjaga kelembapan karena candi ini berdiri di tengah bukit. Bukitnya tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh terlalu basah.
Naruhito juga diajak menyusuri lorong 1 lantai 3 Candi Borobudur yang memuat deretan kisah relief Lalitavistara yang terpahat. Gaya Mura menuturkan cerita itu disebut membuat Naruhito menyimak dengan begitu antusias. Sebab, Mura tak hanya menceritakan dengan kata-kata, tetapi juga disertai gerak tubuh.
Misalnya, pada relief bergambar perempuan-perempuan telanjang yang menggoda Siddharta Gautama ketika tengah bertapa. Dengan nada berkelakar, Mura mengaku tak enak hati untuk menyampaikannya kepada Naruhito. Ia pun menari-nari menirukan para penari tersebut. Tingkahnya justru mengundang tawa rombongan Naruhito. Sementara itu, Naruhito hanya tersenyum melihat polah Mura.
Mitos di Candi Borobudur
Tak hanya soal relief, Mura juga menjelaskan perihal mitos yang berkembang di candi tersebut. Berdasarkan kisah yang beredar, seseorang bisa memperoleh kesuksesan, kekayaan, dan terkabul cita-citanya jika berhasil menyentuh patung Buddha yang terdapat pada lantai 9 Candi Borobudur. Apabila gagal, pengunjung diminta memberi uang ke pangkuan patung tersebut.
”Sejarahnya, lebih kurang 80 tahun lalu, gaji pegawai (di Candi Borobudur) dari Pemerintah Belanda itu tidak mencukupi. Untuk tambah penghasilan, ada pegawai membuat mitos tersebut. Namun, setelah pengunjung pulang, mereka mengambil uang para wisatawan dengan sapu lidi yang diberi getah buah nangka,” tutur Mura.
Dalam kesempatan itu, Mura sekaligus menyampaikan arah pariwisata berkelanjutan yang dijalankan di candi tersebut. Kegiatan parwisata hendaknya menjaga kelestarian warisan budaya. Untuk itu, orientasinya tidak sekadar mendatangkan banyak pengunjung. Tingginya angka kunjungan tak akan berarti apa pun jika nantinya justru merusak warisan sejarah dunia itu.
Upaya menjaga kelestarian itu, kata Mura, ditunjukkan lewat penggunaan sandal khusus bernama upanat selama berkeliling di bangunan candi. Hal itu untuk menjaga kelestarian batuan candi. Aturan itu juga berlaku bagi Naruhito meski berstatus sebagai tamu negara. Naruhito pun memahami aturan itu sehingga dia bersedia memakai sandal upanat.
Baca juga: Sawo Kecik dan Sabo Dam, Simbol Persahabatan Jepang-Indonesia dari Yogyakarta
Upaya menjaga kelestarian Candi Borobudur juga dilakukan dengan membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi. Sebelumnya, jumlah pengunjung bisa mencapai 58.000 orang per hari. Kini, pengunjung dibatasi 1.200 orang per hari. Mereka juga diwajibkan menggunakan pemandu agar perilakunya terawasi dan tidak berimbas pada kerusakan candi yang lebih parah lagi.
”Saya tunjukkan kepada beliau beberapa batuan candi yang cekung. Beliau bisa memahami. Itu kenapa kita harus pakai sandal dan mengentakkan kaki sebelum naik ke candi,” kata Mura.
Selama kunjungan itu, Mura mengaku tak mengalami kesulitan berarti. Tantangannya hanya bagaimana menyampaikan informasi-informasi terpenting dalam waktu singkat. Sebab, waktu yang dialokasikan hanya 40 menit.
Baca juga: Kenangan Kunjungan Kaisar Jepang ke Yogyakarta di Tahun 1991
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut, sang kaisar sangat menikmati kunjungan itu. Hal itu terlihat dari mimik kagum Naruhito yang ditunjukkan setiap kali mendengar penjelasan Mura. Menurut Ganjar, hal itu juga tak bisa dilepaskan dari keandalan Mura dalam menyampaikan informasi.
”Sepertinya beliau sangat terkesan. Ekspresi yang saya lihat itu ’wow’ begitu. Itu pasti menunjukkan kesan yang hebat. Hanya beliau yang bisa merasakan,” kata Ganjar.
Dalam kesempatan itu, Ganjar juga berbincang dengan perwakilan Kedutaan Besar Jepang dan beberapa tokoh penting yang ikut serta. Ganjar mengaku ditanyai kapan ada waktu longgar untuk segera berkunjung ke Jepang.
Namun, Ganjar menyampaikan, masih ada sejumlah pekerjaan yang mesti diselesaikan. Meski begitu, dia berencana agar kelak bisa melawat ke negara tersebut demi membangun hubungan lebih erat lagi dalam berbagai bidang.
Di sisi lain, Ganjar juga menyoroti lamanya masa kunjungan Naruhito ke Indonesia. Dia menilai, hal itu sebagai suatu hal yang positif. Apalagi, ini baru kunjungan pertama sang kaisar ke Indonesia. Kedatangan Naruhito seperti mengikuti jejak ayahnya, Kaisar Akihito, yang juga sempat berkunjung ke candi tersebut, pada tahun 1991.
”Menurut saya, itu pertanda bahwa keakraban dua negara antara Jepang dan Indonesia menjadi penting. Inilah yang mesti kita utilisasi agar kerja sama ini membuahkan hasil yang lebih penting,” kata Ganjar.