Sawo Kecik dan Sabo Dam, Simbol Persahabatan Jepang-Indonesia dari Yogyakarta
Pohon sawo kecik yang ditanam Kaisar Akihito dan sabo dam di lereng Gunung Merapi menjadi simbol persahabatan Jepang di Yogyakarta. Relasi itu kian kuat dengan kunjungan Kaisar Naruhito ke Yogyakarta, Rabu (21/6/2023).
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Dwi Wahyudi (58) masih ingat saat Kaisar Jepang Akihito datang ke gedung Pusat Peningkatan dan Pengembangan Pohon Hutan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, di tahun 1991. Dwi dan sebagian orang yang bekerja di sana ikut sibuk menyiapkan penyambutan tamu agung tersebut.
Salah satu momen yang dia ingat, ketika bersama seorang kawan mencari bibit pohon sawo kecik (Manilkara kauki) ke Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kawasan itu berjarak sekitar 600 kilometer dari DIY.
Di hutan yang terkenal wingit itu, mereka mengambil beberapa bibit sawo kecik. ”Saya berdua dengan teman naik mobil ke sana,” ujar Dwi saat ditemui, Selasa (20/6/2023), di Sleman.
Bibit sawo kecik itu lantas ditanam Kaisar Akihito di halaman depan gedung Pusat Peningkatan dan Pengembangan Pohon Hutan atau Forest Tree Improvement Development Centre (FTIDC) pada 5 Oktober 1991. Hingga kini, atau lebih dari 31 tahun kemudian, pohon tersebut masih berdiri tegak.
Di depan pohon yang kini tingginya 5 meter itu, terdapat batu yang disertai prasasti. Ada keterangan yang menyebut bahwa pohon ditanam Kaisar dan Permaisuri Michiko.
Akan tetapi, lebih dari sekadar pohon yang ditanam pembesar negara, sawo kecik itu memiliki banyak pesan. Sawo kecik itu adalah saksi hubungan persahabatan Indonesia-Jepang yang terjalin sejak lama.
Selain itu, sawo kecik juga menyimpan makna budaya mendalam. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sawo kecik merupakan pohon kebajikan.
Biasanya, ditanam di halaman keraton oleh raja atau bangsawan. Nama ”sawo kecik” juga bisa dimaknai sebagai becik ketitik atau kebajikan itu pasti akan tampak. Oleh karena itu, penanaman itu melambangkan Akihito telah menanamkan kebajikan di DIY.
Prosesi itu, jelas bukan hanya sekadar seremoni. Buktinya, kaisar juga meninjau pembangunan gedung FTIDC. Biaya pembangunan gedung itu berasal dari dana hibah Pemerintah Jepang. Peran tempat itu jelas tidak kecil bagi Indonesia.
Berdasarkan arsip pemberitaan Kompas, pengembangan FTIDC dilatarbelakangi keprihatinan masih langkanya benih unggul pohon hutan di Indonesia. Padahal, upaya reboisasi serta rehabilitasi hutan rakyat dan hutan tanaman industri memerlukan benih unggul dalam jumlah besar (Kompas, 4/10/1991).
Seperti pohon sawo kecik, gedung yang dibangun dengan bantuan dari Pemerintah Jepang itu masih berdiri. Di bagian depan bangunan tersebut terdapat prasasti berbahasa Inggris.
Isinya menyatakan bahwa gedung itu disumbangkan oleh Pemerintah Jepang. Bangunan itu sebagai simbol persahabatan dan kerja sama rakyat Indonesia dan Jepang.
Hanya saja, instansi yang menggunakan gedung tersebut telah berganti nama beberapa kali. Kini, gedung itu menjadi Kantor Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan (BBPSIK), unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Pohon sawo kecik dan sabo dam di lereng Gunung Merapi menjadi saksi tentang hubungan persahabatan Indonesia-Jepang.
Dwi menuturkan, selain membangun gedung, Pemerintah Jepang juga memberikan bantuan peralatan, termasuk alat-alat laboratorium. ”Sebagian alat bantuan dari Jepang itu masih digunakan sampai saat ini,” ujar pria yang sekarang menjadi anggota staf Administrasi Kerja Sama Teknik BBPSIK itu.
Meski Akihito turun takhta pada 2019, pohon sawo kecik yang ditanamnya tetap patut dikenang sebagai simbol persahabatan Indonesia-Jepang yang terpatri di DIY. Apalagi, putra Akihito, Kaisar Naruhito, juga bakal berkunjung ke DIY.
Sabo dam Merapi
Simbol persahabatan Indonesia-Jepang juga tampak dalam pembangunan sabo dam di lereng Gunung Merapi. Di Sleman, terdapat sejumlah sabo dam yang dibangun untuk meminimalkan dampak banjir lahan hujan dari Gunung Merapi.
Nama sabo berasal dari bahasa Jepang. Sa berarti pasir, sedangkan bo berarti pengendalian.
Secara harfiah, sabo bisa diartikan sebagai pengendalian material pasir. Namun, dalam konteks lebih luas, sabo mencakup sistem pengendalian erosi, sedimentasi, banjir lahar, dan penanggulangan tanah longsor.
Sejumlah referensi menyebut, pembangunan sabo dam di Indonesia dilakukan mulai tahun 1970 atas kerja sama Pemerintah Indonesia dan Jepang.
Sabo dam itu antara lain dibangun di sejumlah sungai yang berhulu ke Gunung Merapi. Salah satu lokasi sabo dam di lereng Merapi adalah di Dusun Bronggang, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Pada Selasa (20/6/2023), di sekitar sabo dam itu terdapat sejumlah penanda bahwa bangunan tersebut dibuat atas kerja sama Pemerintah Indonesia-Jepang. Salah satunya adalah Monumen Kerja Sama Bidang Sabo antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia yang diresmikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada 4 Agustus 2005.
Tak jauh dari sabo dam itu juga terdapat keterangan mengenai sejarah penanggulangan banjir lahar Gunung Merapi. Berdasar keterangan itu, pada 1969 terjadi erupsi Gunung Merapi yang menyebabkan bencana banjir lahar hujan.
Setelah itu, pada 1971 pekerjaan sabo mulai dilakukan di sepanjang Sungai Gendol. Setahun kemudian, sabo dam pertama dibangun atas kerja sama teknis Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Bambang Kuntoro mengatakan, keberadaan sabo dam sangat penting meminimalkan risiko bencana akibat banjir lahar hujan. Keberadaannya bisa menahan material banjir lahar hujan.
”Sabo itu sebagai penahan banjir lahan hujan apabila terjadi hujan di puncak Merapi. Jadi, material banjir lahar itu tidak langsung ke bawah,” tutur Bambang.
Keberadaan sabo dam itu tampaknya juga mendapat perhatian saat Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako berkunjung ke DIY, Rabu (21/6). Sebab, dalam kunjungan itu, Naruhito antara lain dijadwalkan mendatangi Balai Teknik Sabo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Sleman.
Selama berada di DIY, Naruhito dan Masako juga dijadwalkan berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Mereka bakal bertemu Sultan Hamengku Buwono X bersama Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan keluarganya.
Selama puluhan tahun, sawo kecik dan sabo dam menjadi simbol persahabatan Indonesia-Jepang dari DIY. Harapannya, semua bisa terus menginspirasi banyak hal baik di kemudian hari.