Kondisi Anak Balita Positif Narkoba di Samarinda Membaik
Setelah menjalani perawatan selama seminggu, anak balita di Samarinda yang positif sabu saat ini kondisinya membaik. Ia dan sang ibu bisa kembali ke rumah dan bakal didampingi selama empat bulan ke depan.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Anak balita yang sebelumnya diberi minum air mengandung sabu oleh tetangganya di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, saat ini kondisinya berangsur membaik. Anak dan sang ibu sudah bisa kembali ke rumah dan akan diberi pendampingan selama empat bulan ke depan.
Kepala Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Tanah Merah Kalimantan Timur Komisaris Besar Sutarso mengatakan, pihaknya sudah memberikan layanan rawat inap sekitar seminggu terhadap N (3) dan ibunya, Ratih (bukan nama sebenarnya). Anak balita itu sebelumnya positif metamfetamin atau narkotika jenis sabu.
Hal itu diketahui setelah N diberi minum oleh tetangganya melalui botol air mineral. Setelah meminum air tersebut, sikap N jadi lebih aktif dan tidak tidur selama tiga hari. Anak tersebut juga menolak makan dan lebih agresif dibandingkan sebelumnya.
Sutarso mengatakan, kondisi N saat ini sudah baik setelah menjalani perawatan dan rehabilitasi. N dan Ratih saat ini sudah bisa kembali ke rumah. Keduanya akan mendapat pendampingan dan pemantauan dari tim Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah Kaltim selama empat bulan ke depan.
”Tujuannya adalah, satu, untuk mengurangi hambatan dalam proses pemulihan. Kedua, untuk membantu klien memperoleh akses di masyarakat, baik berupa kesehatan, sosial, bantuan hukum, fasilitas layanan pemerintahan, pendidikan, maupun spiritual keagamaan,” kata Sutarso, kepada wartawan di Samarinda, Rabu (21/6/2023).
Dokter Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah Kaltim M Murdiansyah mengatakan, saat dibawa ke tempat rehabilitasi, kondisi N hanya mau makan sekali dalam sehari. Sikap N juga hiperaktif. Tim dokter kemudian memberi terapi berupa vitamin oral dan memberi asupan tambahan yang tinggi protein dan energi.
Saat ini, N sudah bisa tidur siang, tidur malam sesuai dengan kebiasaan sebelumnya, dan makan tiga kali sehari. Murdiansyah mengatakan, berat badan N juga naik 0,3 kilogram menjadi 11,7 kilogram. Dokter juga sudah memberi penanganan kesehatan terhadap gigi N yang sebelumnya mengalami kerusakan.
”Untuk saat ini sudah ditangani. Kami juga memberi edukasi kepada orangtua dan sudah mengetahui cara sikat gigi dan merawat gigi anak yang baik,” kata Murdiansyah.
Sementara itu, Ratih mengalami gangguan pencernaan dan sakit kepala setelah mengetahui anaknya positif sabu. Murdiansyah mengatakan, tim dokter sudah memberi vitamin oral dan obat gangguan pencernaan. Saat ini, kondisi sang ibu pun dinilai sudah lebih stabil.
Selain dari sisi kesehatan fisik, N dan Ratih juga diberi pendampingan kesehatan mental. Niki Mijilputri, psikolog klinis yang mendampingi keduanya, mengatakan, ibu dan anak saat ini kondisinya sudah stabil seperti semula. Tumbuh kembang N secara mental sesuai dengan anak usia tiga tahun.
Lebih tenang. Tidurnya sudah berkualitas, tidak terbangun pada malam hari lagi, bisa menerima kenyataan, dan siap mendampingi anak.
”Namun, memang di sini terdapat stimulus yang harus ditingkatkan pada aspek motorik halus. Anak ini di usia 3 tahun motorik halusnya seperti di usia 2 tahun,” kata Niki.
Sebelumnya, emosi N memang tidak stabil lantaran pengaruh sabu. Hal itu terlihat dari sikapnya yang kerap berteriak meminta sesuatu dan melempar barang di sekitarnya. Selama satu minggu belakangan, kata Niki, pihaknya memberikan terapi bermain untuk meningkatkan motorik halus, seperti mewarnai dan kegiatan sejenis untuk meningkatkan kemampuan otot dan jari anak.
Adapun sang ibu sebelumnya mengalami emosi yang kurang stabil, cemas, dan khawatir. Selain itu, sang ibu mengalami tidur kurang berkualitas dengan gejala terbangun di tengah malam. Akibatnya, hal itu berpengaruh terhadap pola asuh terhadap N selama menjalani rehabilitasi.
Dari observasi psikolog klinis, sang ibu beberapa kali mengeluarkan kalimat bernada ancaman saat N tidak menurut. Setelah dilakukan terapi oleh psikolog klinis, yakni stabilisasi emosi, konseling individu, konseling behavior therapy, dan pola asuh, ibu N merasa lebih lega.
”Lebih tenang. Tidurnya sudah berkualitas, tidak terbangun pada malam hari lagi, bisa menerima kenyataan, dan siap mendampingi anak. Selain itu, intensitas penggunaan ancaman (dalam pola asuh) juga menurun,” kata Niki.
Menilik ke belakang, awal mula N diberi minum air yang mengandung sabu adalah saat Ratih bertandang ke rumah T, perempuan 51 tahun yang merupakan tetangga Ratih. Ibu N itu diminta T mencabutkan uban. N turut serta dalam kegiatan itu.
Di sela-sela kegiatan, N haus dan meminta minum. T kemudian mengambilkan sebotol air mineral yang setengahnya berisi air putih. Kejadian pada Selasa (6/6/2023) sore itu membuat N tak tidur tiga hari. Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur mendampingi N dan Ratih untuk memeriksakan N ke dokter.
Setelah hasil tes urine N positif sabu, keluarga dan TRC PPA melapor ke Polresta Samarinda. Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Yusuf Sutejo mengatakan, polisi sudah menetapkan T sebagai tersangka. Saat ini perempuan 51 tahun itu ditahan di Polresta Samarinda.
”T merupakan pengguna narkoba dan pemilik botol air yang mengandung sabu,” kata Yusuf (Kompas, 14/6/2023).
Dari keterangan yang dihimpun polisi, botol dan air yang diberikan tersangka kepada N adalah bong, alat pengisap sabu. Atas perbuatannya, T dijerat menggunakan Pasal 89 juncto Pasal 76j UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Nomor UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, T juga diduga melanggar UU No 35/2009 tentang Narkotika. Tersangka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.