Kejati Papua Tangkap Terpidana Korupsi Dana Desa yang Rugikan Negara Rp 318 Miliar
Setelah buron sejak 2020, seorang terpidana kasus korupsi dana desa Kabupaten Tolikara ditangkap tim Kejaksaan Tinggi Papua. Terpidana itu merugikan keuangan negara senilai Rp 318,9 miliar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Tim Kejaksaan Tinggi Papua menangkap Victor Aries Effendy, terpidana kasus korupsi yang buron sejak tahun 2020. Victor terlibat kasus penyalahgunaan dana desa di Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan, dengan kerugian negara mencapai Rp 318,9 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Witono mengatakan, Victor ditangkap di salah satu rumah makan di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (17/6/2023) sekitar pukul 21.00 WIT. Dalam penangkapan itu, Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejati Papua bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Sorong.
Witono memaparkan, Victor terbukti menyalahgunakan dana desa di Kabupaten Tolikara tahun anggaran 2016 dengan kerugian negara mencapai Rp 318,9 miliar. Anggaran ratusan miliar itu seharusnya dikucurkan ke 541 kampung atau desa di Tolikara.
Salah satu terpidana lain dalam kasus ini adalah mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kabupaten Tolikara Piter Wandik. Piter juga masih buron hingga kini dan telah ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejati Papua.
Dalam kasus ini, terjadi penyaluran dana desa yang tidak sesuai peruntukannya. Bersama Piter, Victor selaku Kepala Cabang PT Grosir Era Mandiri bekerja sama menggunakan uang tersebut tanpa proses pelelangan tender untuk membeli sepeda motor, perahu motor, tempat penampungan air, dan sejumlah fasilitas lainnya.
Pembelian barang tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi, kualitas, dan jumlah yang telah ditetapkan. Padahal, seluruh uang dana desa telah ditransfer ke rekening Victor.
”Victor dan Piter telah divonis bersalah pada tahun 2020. Victor divonis 15 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti Rp 128 miliar, sedangkan Piter divonis 13 tahun penjara serta uang pengganti Rp 200 juta,” papar Witono.
Menurut Witono, Victor menggunakan dana desa itu untuk keperluan pribadi. Selain itu, dia juga memakai uang tersebut untuk membayar kredit di Bank Papua.
Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 318,9 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Papua pada Desember 2017. Kejati Papua telah berhasil menyelamatkan uang negara dari Victor senilai Rp 9 miliar.
”Perbuatan Victor sangat merugikan masyarakat di 541 kampung Kabupaten Tolikara. Saat ini, tim Tabur Kejati Papua masih mencari Piter Wandik, salah satu terpidana lain dalam kasus ini yang telah masuk DPO,” tutur Witono.
Ia menambahkan, hingga sekarang, masih terdapat 27 terpidana yang masuk DPO Kejati Papua. Rata-rata DPO itu telah dihukum dengan masa pidana penjara 5 hingga 10 tahun.
”Para terpidana yang masuk DPO tidak hanya kasus pidana umum, tetapi juga kasus korupsi. Kami akan menyebarkan nama dan foto 27 terpidana ini ke media massa. Tujuannya agar masyarakat bisa melaporkan ke kejaksaan jika melihat mereka,” papar Witono.
Sementara itu, pengamat masalah korupsi di Papua, Anthon Raharusun, berpendapat, keberadaan terpidana kasus korupsi yang buron hingga bertahun-tahun menunjukkan lemahnya upaya penegakan hukum di Papua. Padahal, korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Oleh karena itu, Anthon berharap adanya penguatan sumber daya manusia pada institusi penegak hukum di Papua. Apalagi, korupsi merupakan kejahatan yang berdampak pada kemiskinan masyarakat dan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Papua.
”Salah satu solusi untuk menghentikan terpidana korupsi yang buron adalah menghentikan pemberian penangguhan penahanan saat menjalani persidangan,” kata Anthon yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (SAI) Jayapura.
Hingga sekarang, masih terdapat 27 terpidana yang masuk DPO Kejati Papua.