Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan Tak Surutkan Minat Berwisata ke Bali
Komponen pariwisata di Bali menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM menghentikan sementara fasilitas bebas visa kunjungan tidak akan mengurangi minat wisatawan ke Bali. Bali sedang bersiap menuju pariwisata berkualitas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Komponen pariwisata di Bali menilai keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang penghentian sementara bebas visa kunjungan bagi 159 negara tidak akan mengurangi minat calon pelancong internasional ke Bali. Kebijakan penghentian sementara bebas visa kunjungan itu juga dinilai sejalan dengan upaya Bali mendatangkan wisatawan yang berkualitas.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya menyebutkan, keputusan Menteri Hukum dan HAM perihal penghentian sementara bebas visa kunjungan itu dikeluarkan sejalan membaiknya situasi penanganan dan kondisi pandemi Covid-19.
Ditemui serangkaian acara Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 2023 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Kamis (15/6/2023), Rai Suryawijaya menyatakan, kebijakan penghentian sementara bebas visa kunjungan tidak berkaitan dengan pemberian fasilitas visa kunjungan saat kedatangan (visa on arrival/VoA).
”Meskipun fasilitas bebas visa kunjungan itu dihentikan, fasilitas VoA masih diberikan,” kata Rai Suryawijaya. Berbeda dengan bebas visa kunjungan, menurut Rai Suryawijaya, fasilitas visa kunjungan saat kedatangan (VoA) memberikan pemasukan untuk kas negara karena calon wisatawan asing membayar biaya sebesar Rp 500.000, atau sekitar 35 dollar AS. Selain itu, prosedur VoA juga menjadi upaya penapisan sehingga wisatawan, yang diharapkan ke Indonesia, termasuk ke Bali, adalah wisatawan yang berkualitas.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly pada 7 Juni 2023 menandatangani Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan untuk Negara, Pemerintah Wilayah Administratif Khusus Suatu Negara, dan Entitas Tertentu.
Pada lampiran Keputusan Menteri Hukum dan HAM tanggal 7 Juni 2023 itu dirincikan sejumlah 159 negara, pemerintah wilayah administratif khusus suatu negara, dan entitas tertentu, yang dihentikan fasilitas bebas kunjungan untuk sementara.
Terkait Keputusan Menteri Hukum dan HAM tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali Anggiat Napitupulu menyatakan, kebijakan itu merupakan kebijakan pusat dan tidak berhubungan dengan fasilitas VoA.
Dihubungi terpisah, Kamis (15/6), Anggiat menerangkan, pemerintah menyikapi perkembangan situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang terus membaik.
”Fasilitas bebas visa kunjungan tidak berkaitan dengan kebijakan resiprokal karena Indonesia pun tidak mendapatkan fasilitas bebas visa kunjungan ke negara yang sebelumnya diberikan fasilitas bebas visa kunjungan itu, katanya.
Anggiat menambahkan, fasilitas tersebut masih diberikan kepada negara-negara ASEAN dan pemegang paspor diplomatik serta paspor dinas, yang diatur perjanjian lainnya.
Membaik
Sementara itu, dalam acara pembukaan Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 2023, Kamis (15/6), Deputi Bidang Produk dan Penyelenggaraan Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Vinsensius Jemadu menyatakan, pemulihan pariwisata berada pada jalur. Menurut Vinsensius, pemulihan pariwisata itu tidak hanya dari peran pemerintah, tetapi juga diupayakan semua pemangku kepentingan terkait industri pariwisata.
Adapun Direktur Pemasaran dan Promosi Badan Pariwisata Nasional Italia (ENIT) Maria Elena Rossi dalam sesi bincang tayang menjelang pembukaan acara BBTF 2023 di Nusa Dua, Badung, Kamis (15/6), mengatakan, perilaku wisatawan pascapandemi Covid-19 menunjukkan kecenderungan untuk mengunjungi destinasi dengan wisata alam.
Fasilitas bebas visa kunjungan tidak berkaitan dengan kebijakan resiprokal karena Indonesia pun tidak mendapatkan fasilitas bebas visa kunjungan ke negara yang sebelumnya diberikan fasilitas bebas visa kunjungan itu.
Menurut Maria, industri pariwisata secara global juga menunjukkan situasi membaik meskipun masih mengalami situasi menantang, di antaranya konektivitas internasional yang belum sepenuhnya pulih. ”Namun, pergerakan pelancong internasional sudah semakin membaik,” ujar Maria kepada Kompas, Kamis (15/6).
BBTF 2023 merupakan ajang pameran dan pertemuan bisnis pengelola perjalanan wisata internasional, yang diselenggarakan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Daerah Bali, untuk tahun ke sembilan. Penyelenggaraan BBTF 2023 mengangkat tema ”Reconnecting to Quality and Sustainable Tourism” dengan tujuan mengangkat kualitas dan keseimbangan pariwisata.
Dalam laporannya saat pembukaan BBTF 2023, Ketua DPD Asita Bali, yang juga Ketua Panitia BBTF, I Putu Winastra menyebutkan, ajang BBTF 2023 diikuti 230 sellers (penjual produk dan layanan wisata) dari lima negara, termasuk dari China, Italia, Malaysia, dan Amerika; dan 337 buyers (pembeli produk dan layanan wisata) dari 51 negara, termasuk dari Eropa, Timur Tengah, Amerika, Australia, Asia, dan ASEAN.
Ajang BBTF 2023 juga diikuti sejumlah pemerintah daerah dan badan usaha milik negara, antara lain dari DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Bali.
Pertemuan bisnis selama BBTF 2023, yang dimulai sejak Rabu (14/6) sampai Sabtu (17/6), diperkirakan akan menghasilkan potensi transaksi mencapai Rp 8,5 triliun. Dalam penyelenggaraan BBTF 2023, pihak BBTF juga mempromosikan produk-produk pariwisata berkelanjutan dengan fokus, di antaranya, pariwisata medis dan pariwisata kesehatan serta pariwisata berbasis masyarakat.
Dalam sambutannya yang ditayangkan melalui video, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengapresiasi penyelenggaraan BBTF dan menyambut baik keikutsertaan para buyers dan sellers dari berbagai negara. Sandiaga menyebutkan, ajang BBTF dapat berkontribusi positif terhadap upaya pemulihan pariwisata Indonesia.