Lagi, Korban Gigitan Anjing Rabies Meninggal di Timor Tengah Selatan
Lagi, seorang bocah di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, tewas digigit anjing rabies.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
SOE, KOMPAS — Pertengahan Mei 2023, seorang warga di Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, meninggal karena digigit anjing rabies. Kini giliran seorang bocah perempuan berinisial GAK (5) di Kecamatan Kualin dilaporkan tewas dalam kasus serupa.
Sudah 257 warga di Timor Tengah Selatan digigit anjing rabies. Dengan ketersediaan vaksin lebih dari 70 persen dari total populasi hewan penular rabies (HPR), sesungguhnya dapat mengatasi rabies di daerah itu.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT Melky Angsar, di Kupang, Senin (12/3/2023), membenarkan kasus kematian itu. Korban digigit anjing liar pada 14 April 2023 di bagian wajah, yakni pipi, hidung, dahi, dan bagian bawah mata.
Menurut Melky, pada 7 Juni 2023 korban mengalami gejala klinis rabies, berupa takut air, takut cahaya, dan takut angin. Bocah itu kemudian dirujuk dari Puskesmas Kualin ke Rumah Sakit Umum Daerah di Soe dan akhirnya meninggal pada 11 Juni 2023 sekitar pukul 10.20 Wita. ”Atau empat hari setelah masuk rumah sakit,” katanya.
Sekarang kasus sudah ada. Tidak perlu saling menyalahkan, tetapi sama-sama bergotong royong bersama pemerintah mengatasinya. (Antonio Natun)
Kematian GAK merupakan korban keganasan anjing rabies kedua di Timor Tengah Selatan. Sebelumnya, PJK (41) tewas digigit anjing rabies di Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan, Jumat (23/5/2023). Korban pertama ini digigit medio April 2023. Itu berarti wabah rabies mulai masuk di Timor Tengah Selatan sekitar April 2023, bahkan sebelum itu.
Juru Bicara Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Timor Tengah Selatan, Adi Talo mengatakan, sampai 11 Juni 2023, kasus gigitan anjing rabies di Timor Tengah Selatan 257 orang. Tambahan enam kasus gigitan baru per 11 Juni. Setiap hari selalu ada tambahan kasus baru.
Total lokasi temuan kasus rabies pada HPR sebanyak 23 kecamatan, termasuk Kualin. Jumlah kasus yang dilaporkan di kecamatan itu sebanyak empat kasus gigitan anjing rabies, satu diantaranya meninggal. Dari total 32 kecamatan di Timor Tengah Selatan, hanya 9 kecamatan yang belum melaporkan kasus rabies. Desa yang terpapar virus rabies sebanyak 76 desa, dua desa di antaranya melaporkan kasus itu, 11 Juni.
Kecamatan Kualin berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara. Kabupaten tetangga pun sebaiknya mulai melakukan pelacakan terhadap kasus rabies di desa-desa yang berbatasan langsung dengan Timor Tengah Selatan.
Warga Timor Tengah Selatan pun mulai sadar akan bahaya gigitan anjing peliharaan. Mereka pro-aktif melapor ke aparatur desa, petugas kesehatan, dan peternakan begitu tergigit anjing, entah anjing itu terinfeksi virus rabies atau tidak. Kematian pun dicegah sejak dini.
Upaya vaksinasi antirabies terhadap warga Timor Tengah Selatan mencapai 332 orang yang terdiri dari tenaga kesehatan 61 orang, kesehatan hewan 51, dan korban HPR sebanyak 220 warga. Saat ini sudah tersedia 15.000 dosis rabies di Timor Tengah Selatan, sedang dalam proses pengiriman dari pemerintah pusat ke daerah itu sebanyak 50.000 dosis.
Antonia Natun (34), korban gigitan anjing rabies di Desa Fenun, Kecamatan Amanatus Selatan, mengatakan, ia baru paham bahwa anjing peliharaan juga bisa menyebabkan orang sekitar meninggal kalau sudah terpapar rabies. Kasus kematian akibat gigitan HPR di desa itu membuka wawasan warga setempat soal rabies pada HPR. Mereka pun ramai-ramai merelakan anjing peliharaan divaksin.
”Sekarang kasus sudah ada. Tidak perlu saling menyalahkan, tetapi sama-sama bergotong royong bersama pemerintah mengatasinya,” katanya.
Untuk mengantisipasi penyebaran rabies di Kota Kupang, tim pencinta anjing Kota Kupang bekerja sama dengan Dinas Peternakan NTT ramai-ramai melakukan vaksinasi terhadap anjing peliharaan masing-masing. Tidak termasuk anjing kampung yang disiapkan untuk berburu atau menjaga rumah.
Sekretaris Umum Komite Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Flores-Lembata dr Asep Purnama Sp PD mengatakan, kendala utama pencegahan dan penanggulangan rabies yang sudah 26 tahun menguasai sembilan kabupaten di Flores-Lembata, yakni vaksin. Alokasi anggaran untuk pengadaan vaksin oleh daerah atau pengadaan vaksin langsung dari pusat sangat terbatas. Paling tinggi 40 persen dari total kebutuhan.
Asep mengatakan, selama ketersediaan vaksin tidak lebih dari 70 persen dari total populasi HPR, kasus rabies pada anjing tidak akan aman. Selalu ada warga yang menjadi korban keganasan rabies setiap tahun.
”Ini ibarat bom waktu menangani masalah rabies di Flores-Lembata. Mungkin juga di Timor. Sampai kapan kasus itu benar-benar bebas dari Flores-Lembata, tergantung dari para pengambil kebijakan,” ujarnya.