Kesenjangan Sosial dan Minimnya Pelayanan Dasar di Pelosok Papua Picu Disintegrasi
Fenomena belasan warga Distrik Bamusbama, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, mengikuti kegiatan pelantikan pengurus Komite Nasional Papua Barat disinyalir karena kesenjangan sosial dan pelayanan dasar yang minim.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Masih adanya perbedaan ideologi pada masyarakat di sejumlah daerah Papua dipicu hilangnya rasa percaya kepada negara. Hal ini disebabkan masalah kesenjangan sosial dan minimnya pelayanan dasar yang dibutuhkan masyarakat terutama di daerah pelosok.
Fenomena itu terlihat ketika belasan warga Distrik Bamusbama, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, mengikuti kegiatan pelantikan pengurus Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada Jumat (9/6/2023). KNPB merupakan salah satu organisasi yang memperjuangkan referendum bagi Papua.
Aparat gabungan TNI-Polri pun membubarkan kegiatan pelantikan yang diikuti sebanyak 19 orang itu. Polisi menetapkan tiga tersangka yang dijerat dengan Pasal 106 KUHP tentang Makar, sementara 16 orang lainnya yang merupakan warga setempat tidak ditahan, tetapi berstatus sebagai saksi.
Guru Besar Sosiologi Universitas Cenderawasih Avelinus Lefaan di Jayapura, Papua, Selasa (13/6/2023), mengatakan, kesenjangan sosial dan minimnya pelayanan dasar masih terjadi di pelosok Papua. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat rentan terpapar paham yang berbeda dengan ideologi negara. Hal itu terlihat dalam kasus ikutnya warga dalam pelantikan pengurus KNPB.
”Masih adanya perbedaan ideologi karena terjadi miskomunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dalam ilmu sosiologi, komunikasi sangat penting agar pemerintah bisa mengetahui masalah sosial yang terjadi di tengah masyarakat saat ini,” ujar Avelinus.
Oleh karena itu, lanjut Avelinus, diperlukan pendekatan sosial dan upaya yang menjadikan masyarakat Papua sebagai subyek pembangunan di daerahnya. Dengan cara tersebut, pemberdayaan masyarakat diharapkan berjalan efektif dan tepat sasaran.
”Selama ini terkesan masyarakat sebagai obyek pembangunan dengan pemberian berbagai bantuan. Idealnya masyarakat dilatih untuk berwirausaha sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,” ujar Avelinus.
Sementara itu, Hendrik Yesnat, seorang guru di Distrik Bamusbama mengungkapkan, masih terdapat sejumlah masalah yang mendera masyarakat setempat. Masalah tersebut antara lain belum adanya puskesmas dan sekolah menengah atas di Distrik Bamusbama.
Ia pun mengungkapkan, masyarakat harus menempuh perjalanan darat dengan mobil selama 4 jam ke Kota Sorong untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Biaya sewa kendaraan dari Bamusbama ke Sorong mencapai Rp 1,5 juta.
”Mayoritas masyarakat tak mampu untuk menyewa kendaraan ke Sorong. Mereka berprofesi sebagai petani yang berkebun ubi jalar dan pisang untuk dikonsumsi,” kata Hendrik.
Kemungkinan masyarakat mengikuti kegiatan tersebut karena merasa program pemerintah belum berdampak bagi mereka.
Penjabat Bupati Tambrauw Engelbertus Kocu menyatakan, kegiatan pelantikan pengurus KNPB di Distrik Bamusbama menjadi pelajaran berharga bagi pihaknya. Engelbertus menilai, kemungkinan masyarakat mengikuti kegiatan tersebut karena merasa program pemerintah belum berdampak bagi mereka.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir tahun 2022, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Tambrauw masih rendah, yakni 54,63. Angka ini berbeda jauh dengan angka IPM Kota Sorong yang mencapai 78,98.
”Kami akan mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat di Distrik Bamusbama dan wilayah sekitarnya. Kami juga akan melakukan monitoring secara rutin dan melaksanakan kegiatan yang meningkatkan perekonomian masyarakat setempat,” ucap Engelbertus.