Minat Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri Masih Tinggi
Kualitas layanan yang belum optimal menjadi alasan sekitar 1 juta warga Indonesia masih memilih rumah sakit luar negeri untuk berobat. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 161 triliun.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sedikitnya 600.000-1 juta warga Indonesia masih memilih rumah sakit luar negeri untuk berobat akibat layanan kesehatan dan teknologi media yang belum ideal. Transformasi kualitas layanan dan optimalisasi sarana pendukung sektor kesehatan harus dilakukan untuk mengubahnya.
Situasi ini mengemuka dalam pembukaan Expo Kesehatan tahun 2023 yang digelar Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (9/6/2023). Dalam pameran itu, sejumlah rumah sakit swasta di Palembang memamerkan sejumlah layanan kesehatan di rumah sakitnya masing-masing.
Ketua Umum ARSSI Iing Ichsan Hanafi menuturkan, negara tujuan warga Indonesia untuk berobat antara lain Malaysia, Singapura, dan Thailand. Salah satu alasannya, persepsi kualitas layanan kesehatan di negara-negara itu lebih baik ketimbang di Indonesia. Dari survei persepsi pasien terhadap RS di Indonesia, misalnya, menunjukkan 70,53 persen menganggap komunikasi sumber daya manusia termasuk dokter di RS Indonesia kurang baik. Mereka dinilai kurang memiliki empati.
Selain itu, 61,41 persen pasien berpandangan jika waktu konsultasi dokter yang disediakan RS di Indonesia lebih pendek dibandingkan RS di luar negeri. Sebanyak 48,96 persen pasien menilai peralatan medis RS di Indonesia kurang canggih dan 30,29 persen pasien menilai diagnosis RS kurang akurat.
Selain itu, alasan pasien memilih RS di luar negeri karena kualitas pelayanan yang memuaskan (88,4 persen) dan teknologi medis yang modern (68,9 persen). Selain itu, layanan medis yang lengkap (67,6 persen) dan telah tersedianya penawaran paket wisata yang menarik (66,4 persen).
”Dari data ini, kita bisa menyimpulkan jika wisata kesehatan tidak hanya berkaitan dengan layanan di rumah sakit, tetapi juga sarana pendukung lainnya,” ujar Iing.
Oleh karena itu, Iing mengatakan, perubahan kualitas layanan harus segera dilakukan. Hal itu juga termasuk pada kinerja rumah sakit swasta.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Andi Saguni menuturkan, masalah utama dari tingginya minat warga Indonesia berobat di luar negeri adalah rendahnya kepercayaan. ”Kalau dari segi kompetensi, dokter Indonesia tidak kalah. Namun, yang masih perlu harus dibenahi yaitu kepercayaan,” ujarnya.
Berdasarkan survei Kementerian Kesehatan, ujar Andi, pasien yang sudah merasakan layanan kesehatan RS di luar negeri, 94 persen diantaranya kembali lagi. Sementara 98 persen pasien yang sudah merasakan layanan juga akan merekomendasikan RS tersebut kepada keluarga atau orang lain di sekitarnya.
Selain faktor pelayanan di RS, beberapa faktor pelayanan rujukan juga harus dibenahi. Karena itu, memperkuat jaringan antar-RS, termasuk RS swasta, sangat diperlukan. Saat ini, ada 1.934 RS swasta di Indonesia atau 64 persen dari RS di Indonesia. RS swasta itu juga menyediakan sekitar 50 persen kebutuhan tempat tidur. Karena itu, transformasi pelayanan kesehatan secara menyeluruh harus segera dilakukan.
Sejak 15 tahun terakhir, ujar Andi, pariwisata medis meningkat cukup signifikan. Tidak hanya untuk pengobatan penyakit atau bedah, tetapi juga untuk kepentingan estetika. ”Jika transformasi layanan tidak segera dilakukan, Indonesia akan tertinggal,” ungkap Andi.
Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika IHC Mira Dyah Wahyuni menuturkan, upaya pemerintah mencegah warga berobat ke luar negeri adalah membentuk kawasan ekonomi khusus (KEK) kesehatan. Salah satu proyeknya membangun Rumah Sakit Internasional Sanur. Hal itu juga termasuk layanan kesehatan lain, seperti laboratorium sel punca (stem cell ) dari Jepang dan layanan kesehatan estetik dari Korea Selatan.
KEK kesehatan yang rencananya akan mulai beroperasi pada 2024 itu akan mengedepankan kualitas layanan. Keseriusan ini terlihat dari adanya kerja sama dengan Mayo Clinic yang memiliki reputasi layanan yang baik di kancah internasional. Selain itu, pemerintah juga akan merekrut tenaga kesehatan dari dalam dan luar negeri, termasuk para tenaga kesehatan diaspora, yang memiliki kepakaran khusus.
”Dengan ini diharapkan kualitas layanan Indonesia akan membaik sehingga jumlah warga yang berobat di luar negeri bisa berkurang,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Trisnawarman mengatakan, sejauh ini banyak pasien datang ke Palembang untuk memperoleh layanan kesehatan. Sebagian juga datang dari luar Sumsel. Dia berharap, kolaborasi dan promosi pada masyarakat terus dilakukan. ”Saya berharap 85 RS di Sumsel memiliki setidaknya satu keunggulan layanan kesehatan,” ujar Trisnawarman.
Jika keunggulan layanan kesehatan sudah terintegrasi dengan potensi pariwisata di Sumsel, dirinya meyakini bisa memacu pergerakan ekonomi bagi daerah. ”Akan ada mulitplier effect yang tercipta. Tinggal bagaimana memperkuat komitmen dari semua pihak terkait,” ujarnya.