Mengobati Daya Saing Rumah Sakit Indonesia
Semua rumah sakit di tanah air harus berinvestasi dalam membangun dan mengembangkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan tren layanan kesehatan di masa depan.

Aktivitas wisata bergeliat di kawasan Pantai Semawang, Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, yang didokumentasikan pada Minggu (24/10/2021).
Baru-baru ini, Pemerintah menetapkan kawasan Sanur, Bali sebagai KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Kesehatan. Sebagai KEK Kesehatan pertama di Indonesia, KEK Sanur merupakan respons atas banyaknya masyarakat yang memilih untuk mendapatkan perawatan medis ke luar negeri karena keterbatasan fasilitas kesehatan di Indonesia.
Pembangunan KEK Sanur diharapkan akan menghemat devisa dan mendongkrak ekonomi negara sekaligus peningkatan fasilitas kesehatan di Indonesia melalui alih pengetahuan.
Dengan berjalannya KEK Sanur, Pemerintah memprediksi, pada 2030 sekitar empat persen hingga delapan persen penduduk Indonesia yang sebelumnya berobat ke luar negeri menjadi berobat ke KEK Sanur. Jumlah ini setara dengan total pasien sekitar 123.000 sampai 240.000 orang.

Kapal bersandar di Dermaga Sanur di Desa Sanur Kaja, Denpasar, Bali, Selasa (12/10/2021).
Pada 2045, Pemerintah berharap total penghematan devisa mencapai Rp 86 triliun dan total penambahan devisa pada periode yang sama mencapai Rp 19,6 triliun. Sedangkan total nilai investasi baru yang dihadirkan sebesar Rp 10,2 triliun, dan menyerap 43.647 orang tenaga kerja.
Menurut KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit), Indonesia saat ini memiliki 2.945 rumah sakit dan 2.385 rumah sakit di antaranya telah mendapat akreditasi. Rumah sakit yang terakreditasi terdiri dari Kelas A sebanyak 54 rumah sakit dan Kelas B sebanyak 403 rumah sakit.
Bahkan, di antaranya terdapat juga 17 rumah sakit yang telah menggondol akreditasi internasional. Masih dinantikan kesiapan penuh rumah sakit Kelas A dan Kelas B untuk meningkatkan keunggulan daya saingnya sebagai persyaratan utama mencegah berobatnya masyarakat ke luar negeri.

Sebelum wabah Covid-19 di Indonesia, keterbatasan kapasitas rumah sakit telah menjadi isu. Menurut Kementerian Kesehatan, per Januari 2020 Indonesia hanya memiliki 321.544 tempat tidur untuk melayani sekitar 270 juta penduduk. Ini berarti sekitar 1,2 tempat tidur per 1.000 penduduk. Rasio ini secara signifikan lebih rendah dibandingkan negeri jiran seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Demikian pula rasio dokter terhadap populasi hanya 0,38 dokter per 1.000 penduduk, kurang dari setengahnya dibandingkan Vietnam dan Thailand serta hanya sekitar seperempat dari Malaysia dan Filipina.
Untuk dokter spesialis, saat ini Indonesia baru memiliki 41.891 dokter spesialis untuk melayani jumlah penduduk yang sama. Masih jauh dari rasio ideal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1 dokter per 100.000 penduduk, Itu pun dari sisi kuantitas distribusinya tidak merata, karena sekitar 6.500 dokter di antaranya bertugas di Jakarta.
Tren Layanan Kesehatan
Saat ini, dunia secara umum menghadapi evolusi layanan kesehatan yang diberikan rumah sakit, dari Healthcare 1.0 menuju Healthcare 4.0. Salah satu ciri di Healthcare 1.0, rumah sakit dan dokter memelihara catatan pasien secara manual, yang diganti dengan catatan elektronik di Healthcare 2.0.
Sebaliknya, Healthcare 3.0 dengan layanan yang berpusat pada pasien (patient-centric), melalui perangkat yang dikenakan pasien dapat untuk mengumpulkan informasi kesehatan, yang bisa diakses dari jarak jauh melalui internet.

Staf rumah sakit menunjukkan ruang operasi di Gedung Baru Ventricle Building RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK), Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Healthcare 4.0 menggunakan beberapa perangkat yang dapat dipakai untuk memantau serta menganalisis detak jantung, tekanan darah, penganalisis napas, elektrokardiograf, dan sebagainya. Semua data ini diperoleh melalui jam tangan pintar, pelacak kesehatan, alat pacu jantung, dan sebagainya.
Apabila era Healthcare 3.0 memiliki masalah penyimpanan data, maka kendala ini telah diselesaikan di Healthcare 4.0. Infrastruktur Healthcare 4.0 menyimpan data di server cloud yang hanya dapat diakses oleh pemangku kepentingan yang berwenang.
Sementara itu, futurist Marr (2022) mengingatkan para pemangku kepentingan industri kesehatan bahwa ada tujuh tren yang membentuk layanan kesehatan di masa mendatang, yaitu: pengobatan preventif, kesehatan yang demokratis, perawatan kesehatan yang presisi, digitalisasi layanan kesehatan, peningkatan kesehatan tubuh, robot dan nanobot, serta data analytics.
Rumah sakit perlu mengantisipasi tren ini. Tentunya bukan hanya fokus pada efektivitas operasional tetapi pada penentuan posisi stratejik. Semuanya ini memerlukan rumusan strategi yang tepat bagi rumah sakit agar tidak tergerus daya saingnya. Rumah sakit harus mengubah pola pikir dalam bersaing.
Keselamatan pasien, layanan unggulan dan kecanggihan alat/teknologi di rumah sakit memang yang utama, tetapi bukan merupakan sumber keunggulan daya saing. Namun, misalnya strategi otomatisasi, digitalisasi, operasi jarak jauh, kecerdasan buatan, data analytics, serta pengalaman VR (Virtual Reality) dan AR (Augmented Reality) yang imersif dapat meningkatkan daya saing rumah sakit di masa depan. Semua inisiatif ini diarahkan untuk membangun posisi stratejik rumah sakit dengan menawarkan berbagai keunikan kepada pasien.

Kondisi Rumah Sakit Adonara di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (4/11/2022). Satu-satunya rumah sakit di pulau itu belum bisa beroperasi karena tidak memiliki alat kesehatan.
Mengobati Daya Saing
Seminar Nasional ke-18 Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) tahun ini yang dirangkaikan dengan Seminar Tahunan ke-16 dan Lokakarya Patient Safety mengambil tema “Strategi Membangun Keselamatan Pasien dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Rumah Sakit Indonesia di Tingkat Asia.” Perhelatan Persi ini berlokasi di Jakarta Convention Center dan telah resmi dibuka oleh Wakil Menteri Kesehatan RI.
Ada dua istilah kunci dari tema seminar dan lokakarya tersebut, yaitu “keselamatan pasien” dan “daya saing.” Bila dihubungkan timbul pertanyaan, apakah keselamatan pasien akan meningkatkan daya saing rumah sakit?
Banyak pengertian diberikan tentang keselamatan pasien. Institute of Medicine (IOM) memberi definisi “pencegahan bahaya bagi pasien.” Penekanan difokuskan pada sistem pemberian perawatan yang mencegah kesalahan, belajar dari kesalahan yang terjadi, serta dibangun di atas budaya keselamatan yang melibatkan profesionalisme perawatan kesehatan, organisasi, dan pasien.
Situs web Jaringan Keselamatan Pasien AHRQ memperluas definisi pencegahan bahaya ini sebagai “tindakan yang dapat mencegah cedera yang dihasilkan oleh perawatan medis.”
WHO menyatakan bahwa keselamatan pasien tetap menjadi prinsip dasar perawatan pasien dan termasuk komponen penting dari manajemen kualitas rumah sakit. Lembaga kesehatan dunia ini melihatnya sebagai tantangan peningkatan kualitas dan peningkatan daya saing dan kinerja rumah sakit.

Ambulans berdaya listrik turut ditampilkan pada pameran Alat Kesehatan ke-34 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Praktik keselamatan pasien diharapkan akan mengurangi risiko efek samping yang terkait dengan layanan perawatan medis di berbagai diagnosis atau kondisi. Definisi ini konkret tetapi belum lengkap, karena begitu banyak praktik yang belum dikaji dengan baik sehubungan keefektifannya dalam mencegah atau memperbaiki risiko bahaya di bidang kesehatan.
Memahami apa yang dimaksud dengan daya saing mengingatkan kita pada Strategy Guru dari Harvard Business School, Michael Porter. Artikel klasik Porter (1996) yang dimuat di Harvard Business Review menyatakan bahwa membangun keunggulan daya saing bukanlah berasal dari kegiatan efektivitas operasional, namun dari penciptaan posisi stratejik di dalam persaingan.
Efektivitas operasional memang penting tetapi tidak cukup untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Efektivitas operasional bukanlah sumber keunggulan daya saing karena berarti melakukan kegiatan yang sama lebih baik dibandingkan pesaing.
Efektivitas operasional termasuk tetapi tidak terbatas pada kualitas, efisiensi, dan produktivitas. Ini mengacu pada sejumlah praktik yang dilakukan perusahaan dalam mengelola sumber daya organisasi sedemikian rupa sehingga tercapai keunggulan operasional. Misalnya, mengurangi cacat produk atau mengembangkan produk yang lebih baik atau lebih cepat. Sebaliknya, posisi stratejik berarti melakukan aktivitas yang berbeda dari pesaing atau melakukan aktivitas serupa dengan cara yang berbeda.

Suasana pameran Alat Kesehatan ke-34 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Dengan kata lain, posisi stratejik dilakukan apabila perusahaan mampu “berani tampil beda”, sehingga menjamin keunggulan daya saing karena perusahaan menawarkan berbagai keunikan kepada pelanggan. Sayangnya, banyak pemimpin dan manajer berasumsi bahwa jika mereka terlibat dan mampu meraih sasaran efektivitas operasional, maka otomatis keunggulan daya saing perusahaan telah dicapai.
Menurut Porter, inti dari strategi adalah memilih untuk melakukan aktivitas yang berbeda dari pesaing. Strategi adalah penciptaan posisi yang unik dan berharga di mata pelanggan, yang melibatkan serangkaian kegiatan yang berbeda.
Kembali kepada keselamatan pasien. Menurut Porter, keselamatan termasuk dalam kategori efektivitas operasional. Keselamatan pasien sangat penting dan yang utama bagi penyedia layanan kesehatan atau rumah sakit. Apabila ditingkatkan hanya mengarah pada pencapaian sasaran keunggulan operasional, bukan keunggulan daya saing, karena semua rumah sakit harus memenuhinya. Seperti yang dinyatakan WHO bahwa keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dan merupakan prioritas layanan kesehatan.
Ke depan, rumah sakit Indonesia termasuk yang berkecimpung di sektor wisata medis, perlu memperkuat pola pikir persaingan. Semua rumah sakit di tanah air harus berinvestasi dalam membangun dan mengembangkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan tren layanan kesehatan di masa depan.
Rumah sakit harus mampu “berani tampil beda” dalam berkompetisi. Empat strategi yang dapat dimainkan, yaitu: mempercepat pengobatan pasien melalui layanan unggulan yang akurat, melakukan transformasi bisnis secara digital, memperbaharui proses dan model bisnis, membagi data intra dan antar rumah sakit, serta berkolaborasi dengan meningkatkan kemampuan berjejaring.
Mohammad Hamsal adalah dosen Program Doktor Manajemen BINUS Business School dan pengurus Indonesia Strategic Management Society.
E-mail: mhamsal@yahoo.com

Mohammad Hamsal