Pemanfaatan teknologi digital bisa mengoptimalkan sistem rujukan rumah sakit di masa pandemi Covid-19. Melalui aplikasi, masyarakat dapat lebih mudah mengakses layanan kesehatan bagi pasien Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 membuat sebagian besar rumah sakit kewalahan menangani pasien. Banyak ruang perawatan penuh sehingga layanan ke pasien terhambat. Karena itu, rumah sakit didorong agar lebih optimal memanfaatkan teknologi dalam sistem rujukan terintegrasi antar-rumah sakit.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadur dalam rapat virtual Sosialisasi Sistem Rujukan Terintegrasi (Sisrute) di Jakarta, Selasa (19/1/2021), menyampaikan, pengembangan Sisrute menjadi semakin penting untuk memfasilitasi rujukan pasien Covid-19 yang jumlahnya semakin meningkat. Sistem yang berjalan sejak 2016 itu kini sudah didesain dengan fitur khusus yang spesifik untuk rujukan pasien Covid-19.
”Sedapat mungkin semua rumah sakit dapat mengimplementasikan aplikasi ini dalam melakukan rujukan timbal balik antarsatu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Semua kepala dinas kesehatan, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota diharapkan dapat mengawasi dan mengevaluasi implementasi sistem ini di semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan,” tuturnya.
Sistem rujukan itu dapat dimanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan, mulai dari rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, dinas kesehatan provinsi, dan dinas kesehatan kota/kabupaten. Per 10 Januari 2021, tercatat ada 11.393 pengguna sistem tersebut.
Namun, masih banyak pengguna kurang aktif. Itu ditemukan, antara lain, di Provinsi Kalimantan Utara (tidak ada RS yang aktif), Kepulauan Riau (9 persen RS aktif), Kalimantan Selatan (2,9 persen RS), Jawa Timur (27,5 persen RS), Jawa Barat (39,69 persen RS), dan DKI Jakarta (44,50 persen RS).
Sedapat mungkin semua rumah sakit dapat mengimplementasikan aplikasi ini dalam melakukan rujukan timbal balik antarsatu rumah sakit ke rumah sakit lainnya.
Kadir menyatakan, sistem rujukan terintegrasi perlu dimanfaatkan lebih optimal untuk mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik, secara vertikal maupuan horizontal antarfasilitas kesehatan. Sistem ini bisa menjadi media komunikasi yang menghubungkan data pasien untuk mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien.
Direktur Utama RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, Khalid Saleh yang juga menjadi pendiri Sisrute menuturkan, Sisrute menjadi solusi percepatan layanan berbasis digital di fasilitas kesehatan ketika terjadi situasi darurat. Itu terutama saat ruang perawatan di rumah sakit penuh, terutama pada ruang intensif, terjadi penolakan pada pasien yang datang, serta terlambatnya pelayanan awal di instalasi gawat darurat (IGD).
”Kita tahu di gawat darurat ada emergency responsetimes pertama itu dalam 5 menit dan emergency response times kedua kurang lebih 2 jam. Pada saat dokter mengatakan perlu operasi, maka 2 jam ke depan pasien harus mulai menjalani operasi. Karena itu, perlu solusi percepatan layanan berbasis digital,” tuturnya.
Khalid mengatakan, Sisrute dijalankan berpedoman pada rujukan berbasis kompetensi fasilitas kesehatan. Proses rujukan perlu mempertimbangkan sejumlah aspek, seperti aksesibilitas, kebutuhan pasien sesuai indikasi medis, efektivitas layanan, dan keselamatan pasien. Informasi dan komunikasi dalam sistem ini digunakan berdasarkan teknologi infomasi.
Di masa pandemi, penggunaan Sisrute kian mendesak agar pasien bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai. Urgensi ini khususnya terkait kebutuhan rujukan pada ketersediaan tempat tidur isolasi dan ruang intensif. Selain data tempat tidur, sistem ini juga dapat menampilkan informasi medis pasien secara cepat dan lengkap sebelum pasien datang. Pemantauan ambulans sebagai monitoring posisi dan kondisi pasien juga bisa dilakukan.
Pada prinsipnya, sistem rujukan terintegrasi ini digunakan sebagai media komunikasi dan informasi awal pasien sebelum dirujuk. Komunikasi tersebut dilakukan melalui aplikasi untuk mengetahui ketersediaan tempat tidur, alat kesehatan, dan sumber daya manusia di faskes rujukan.
Jika dalam pelaksanaannya ada masalah ataupun tidak ada respons dari faskes rujukan, faskes perujuk bisa berkomunikasi melalui telepon maupun Whatsapp grup yang terintegrasi dalam Sisrute.
”Berbagai masalah masih dikeluhkan saat ini, seperti ada RS perujuk tidak komitmen dengan informasi balik di sistem serta data pasien yang dirujuk tidak lengkap sesuai formulir di sistem sehingga menyulitkan RS penerima memberi jawaban. Selain itu, update data terkait informasi dari komponen di Sisrute tidak dilakukan secara optimal,” kata Khalid.
Penggunaan Sisrute yang lebih optimal di masa pandemi dapat menciptakan keselamatan pasien. Perawatan pasien dari RS perujuk ke RS rujukan menjadi lebih jelas. Hal itu juga dapat menjadi solusi peningkatan akses masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan bermutu dan transparan.
Kemanjuran vaksin
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 19 Januari 2021 melaporkan terdapat 10.365 kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan 308 kematian. Dengan demikian, total kasus saat ini 927.380 kasus dengan 26.590 orang meninggal. Sementara, jumlah kasus aktif yang masih dalam perawatan 146.842 orang.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, vaksinasi Covid-19 kepada petugas kesehatan berjalan dengan baik. Saat ini, vaksinasi dilakukan dengan pemberian dosis pertama untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Menurut rencana, setiap penerima vaksin akan mendapat dua dosis dengan jarak waktu 14 hari antarpenyuntikan.
Dalam laporan hasil uji klinis vaksin buatan Sinovac di Brasil yang ditulis dalam Global Times (13/1/2021) dinyatakan, adanya peningkatan kemanjuran pada pemberian suntikan kedua dengan selang 21 hari dari suntikan pertama. Kemanjuran ini meningkat sampai 30 persen dibandingkan dengan vaksin yang disuntikkan pada sukarelawan yang mendapat suntikan kedua dengan selang waktu 14 hari.
”Kita tetap merujuk pada prosedur awal, yakni jarak waktu 14 hari dari suntikan pertama ke suntikan kedua. Ini mengikuti data klinis yang dihasilkan dari pengujian yang dilakukan di Bandung,” kata Nadia.