Polri Selidiki Keterlibatan Anggotanya dalam Penyelundupan Pekerja Migran di Lampung
Polri masih menyelidiki dugaan keterlibatan seorang polisi yang rumahnya dijadikan tempat penampungan calon pekerja migran ilegal di Lampung. Jika terbukti terlibat, anggota itu akan ditindak tegas.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Polri masih menyelidiki dugaan keterlibatan seorang polisi yang rumahnya dijadikan tempat penampungan calon pekerja migran ilegal di Lampung. Polri berkomitmen mengambil tindakan tegas jika anggotanya itu terbukti terlibat dalam jaringan penyelundup pekerja migran.
”Jika nanti ditemukan ada keterlibatan anggota Polri, pimpinan Polri berkomitmen menindak tegas karena ini merupakan atensi Kapolri terhadap penanganan tindak pidana perdagangan orang,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (9/6/2023).
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Lampung menemukan sebuah rumah di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung, yang diduga dijadikan lokasi penampungan pekerja migran ilegal. Dalam penggeberekan pada Senin (5/6/2023) malam, polisi mendapati 24 perempuan calon pekerja migran di rumah tersebut.
Para korban yang merupakan warga Nusa Tenggara Barat itu diduga hendak diselundupkan ke Timur Tengah. Setelah diselidiki, rumah tersebut ternyata milik seorang perwira menengah Polri.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat siang, rumah yang berada di Jalan Perum Polri Rajabasa itu dipasangi garis polisi dan tampak sepi. Tidak tampak ada aktivitas apa pun di dalamnya.
Sejumlah warga sekitar menyebut, rumah milik anggota polisi itu sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Meski begitu, warga setempat tidak mengetahui apakah rumah tersebut disewakan atau tidak. Sebab, selama ini, rumah tersebut terpantau sepi.
Ramadhan menyatakan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, rumah itu memang merupakan milik salah satu anggota Polri berpangkat perwira menengah yang sudah ditinggalkan dan disewakan pada orang lain. Penyewa rumah diduga memanfatkan rumah itu sebagai lokasi penampungan pekerja migran ilegal. Saat ini, polisi masih memeriksa sejumlah pihak terkait.
“Tentunya jika nanti hasil pemeriksaan ada keterlibatan pemilik rumah atau anggota Polri yang terlibat, maka kami akan mengambil tindakan tegas,” ungkapnya.
Dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) itu, Polda Lampung sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah DW (28), warga Bekasi; IT (26) yang merupakan warga Depok; AR (50), warga Jakarta Timur; dan AL (31) yang diketahui sebagai warga Bandung. Keempat tersangka berperan sebagai perekrut dan pengurus dokumen keberangkatan para pekerja migran.
Kepala Polda Lampung Inspektur Jenderal Helmy Santika mengatakan, empat tersangka itu masuk dalam jaringan penyelundupan pekerja migran ke Timur Tengah. Para korban akan dikirim Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga.
Tentunya jika nanti hasil pemeriksaan ada keterlibatan pemilik rumah atau anggota Polri yang terlibat, maka kami akan mengambil tindakan tegas
Saat ini, para korban sudah dipindahkan ke Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Polda Lampung untuk penyelidikan. Polda Lampung juga memberikan layanan kesehatan dan pemulihan trauma kepada para korban.
Pasalnya, sebagian besar korban mengalami trauma karena dikurung dan sering dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi penampungan yang lain. Polda Lampung juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memulangkan korban ke daerah asalnya.
Kasus TPPO itu bukan yang pertama di Lampung. Dalam tiga tahun terakhir, Polda Lampung menangani 29 kasus TPPO. Jumlah korban yang diselamatkan sebanyak 84 orang, sebagian besar adalah perempuan.
Dipulangkan
Waydinsyah dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Lampung mengatakan, pihaknya bakal mengupayakan pemulangan para korban setelah proses penyelidikan selesai. Saat ini, BP3MI Lampung sudah berkoordinasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia serta pemerintah daerah terkait.
”Mereka akan segera dipulangkan dalam waktu dekat ini. Kami sedang mengurus pemulangan para korban,” kata Waydinsyah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen, calon pekerja migran yang akan diberangkatkan ke Timur Tengah itu tidak memiliki dokumen resmi, misalnya sertifikat pelatihan, perjanjian kerja, dan jaminan kesehatan. Izin usaha perusahaan yang mengurus pengiriman para korban juga diketahui sudah berakhir.
Waydinsyah berharap Polda Lampung dapat mengungkap kasus dugaan TPPO ini hingga tuntas. Pasalnya, jaringan penyelundup yang akan memberangkatkan 24 pekerja migran ke Timur Tengah ini termasuk yang terbesar yang diungkap di Lampung.
”Lampung biasanya menjadi daerah transit untuk penyelundupan pekerja migran ke Asia Tenggara, seperti Malaysia. Namun, kali ini para korban akan dikirim ke Timur Tengah,” katanya.
Waydinsyah menduga, jaringan penyelundup pekerja migran mempunyai pola baru dalam pengiriman korban ke luar negeri. Para korban diduga akan diberangkatkan ke Batam melalui Sumatera sebelum diterbangkan ke Timur Tengah.
Oleh karena itu, Polda Lampung diharapkan dapat mengungkap jaringan ini hingga menangkap pelaku yang mendanai jaringan perdagangan orang tersebut.
Waydinsyah juga menyebut, calon pekerja migran yang akan dikirim ke Timur Tengah tidak hanya diiming-imingi gaji besar. Mereka juga biasanya dibebaskan dari biaya apa pun.
Bahkan, keluarga pekerja migran diberikan uang pengganti jika mengizinkan anggota keluarganya bekerja ke luar negeri. Oleh karena itu, banyak warga yang tergiur menjadi buruh migran nonprosedural.