Gunakan Jalur Ilegal, Sebagian Pekerja Migran Jabar Rawan Menjadi Korban Perdagangan Manusia
Potensi pekerja migran asal Jawa Barat mencapai 1,04 juta orang. Namun, lebih dari separuhnya menggunakan jalur ilegal. Kondisi ini berpotensi aksi tindak pidana perdagangan orang sehingga perlu diwaspadai.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Ratusan ribu pekerja migran asal Jawa Barat berpotensi terjerat tindak pidana perdagangan orang atau TPPO akibat pergi secara ilegal. Sejauh ini, polisi telah mengungkap 37 kasus kejahatannya dengan korban mencapai 87 orang.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jabar Komisaris Besar Ibrahim Tompo menyebut, pihaknya menangkap 59 tersangka dari 37 kasus TPPO yang diungkap hingga Juni 2023. ”Dari 37 laporan polisi, tiga di antaranya menggunakan perusahaan yang tidak terdaftar sebagai penyalur. Sementara selebihnya melalui perorangan,” ujarnya di Bandung, Jumat (9/6/2023).
Tingginya kasus ini sejalan dengan banyaknya data pekerja migran dari Jabar. Data Polda Jabar menyebut jumlahnya mencapai 1,04 juta orang. Namun, 56 persen di antaranya pergi lewat jalur ilegal.
Sejauh ini, ada lima daerah yang menjadi kantong pekerja migran, yaitu Cianjur, Subang, Sukabumi, Indramayu, dan Bogor. Negara terbanyak yang menjadi tujuan pekerja migran adalah Arab Saudi.
Untuk menangani kasus ini, lanjut Ibrahim, Polda Jabar membentuk Satuan Tugas TPPO pada 5 Juni 2023. Tim dipimpin Wakil Polda Jabar dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar sebagai pelaksana harian.
”Semua sesuai atensi Presiden dan Kepala Polri, terutama di lima wilayah rawan di Jabar,” ucapnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Yani Sudarto memaparkan, setidaknya ada tiga modus yang dilakukan para pelaku TPPO kepada calon pekerja migran. Selain merekrut langsung, pelaku menggunakan media sosial hingga kedok perusahaan.
Secara teknis, lanjut Yani, para pelaku memberangkatkan korban ke luar negeri tanpa prosedur. Mereka menggunakan bujuk rayu, menipu, hingga menjerat para korban dengan utang.
”Biasanya korban dikasih uang dulu. Kemudian, gaji yang mereka terima akan dipotong sesuai dengan utang yang ditetapkan,” ungkapnya.
Kondisi itu membuat korban, yang sebagian di antaranya di bawah umur, tidak berdaya. Mereka rawan tidak mendapat pekerjaan sesuai kesepakatan awal, tidak digaji layak, hingga menjadi korban kejahatan seksual.
Sejauh ini, pihaknya menjerat para pelakunya dengan hukuman penjara belasan tahun hingga denda miliaran rupiah. Berdasarkan Pasal 2, 4, dan 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, pelaku bisa diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.
”Pelaku juga dijerat Pasal 80 dan 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan pidana penjara hingga 10 tahun,” ujar Yani.
Kasus TPPO dengan modus pekerja migran ini menjadi perhatian Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Dia meminta masyarakat untuk berhati-hati menerima tawaran pekerjaan, terutama yang berasal dari luar negeri. ”Kalau ada tawaran pergi ke luar negeri yang tidak jelas, jangan selalu percaya. Kejahatan apa pun bisa terjadi di lintas wilayah,” ujarnya.