Puluhan Pekerja Migran Asal Cirebon Bermasalah, Perekrutan Ilegal Mendominasi
Sebanyak 52 pekerja migran Indonesia asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami masalah di luar negeri sepanjang 2022. Sebagian besar mereka terjebak perekrutan yang tidak sesuai prosedur.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Sebanyak 52 pekerja migran Indonesia asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami masalah di luar negeri sepanjang 2022. Sebagian besar mereka terjebak perekrutan yang tidak sesuai prosedur. Berbagai pihak perlu mencegah perekrutan ilegal itu.
Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon mencatat, ada 52 kasus pekerja migran Indonesia (PMI) asal Cirebon yang bermasalah tahun lalu. Sebanyak 22 di antaranya merupakan perekrutan non-prosedural. Sebanyak 10 PMI juga terdata mengundurkan diri dari tempat kerjanya.
Kasus lainnya adalah permasalahan habis kontrak, gaji tidak dibayar, sakit, klaim asuransi tidak dicairkan, hilang kontak, dan kecelakaan kerja. Dinas terkait bahkan mencatat sebanyak enam orang PMI asal Cirebon meninggal di luar negeri karena sakit dan penyebab lainnya.
Daniel El Amin, Subkoordinator Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Disnaker Kabupaten Cirebon, mengakui, masih banyak PMI berangkat tidak sesuai prosedur. Mereka direkrut langsung oleh calo atau dikenal sebagai sponsor, tetapi tidak sesuai aturan pemerintah.
PMI yang berangkat tidak sesuai prosedur, antara lain, tidak mengetahui adanya perjanjian kerja atau tidak ada asuransi. Dokumen pentingnya pun ditahan oleh perekrut. ”Ada juga yang berangkat sesuai prosedur, tetapi pas kontraknya habis, overstay (tinggal melebihi ketentuan),” ujar Daniel.
Bahkan, ada PMI yang pindah tempat kerja tanpa sesuai prosedur atau kabur. ”Tahun lalu, ada PMI di Malaysia yang dua kakinya patah karena kabur. Kami dengan Dinas Kesehatan Cirebon menjemput yang bersangkutan dengan ambulans dan petugas medis di bandara,” katanya.
Pemkab Cirebon, lanjutnya, telah berupaya mencegah perekrutan calon PMI secara ilegal. Pada pertengahan 2021, misalnya, pihaknya mengintegrasikan layanan terpadu satu atap atau LTSA dengan program Migrant Worker Resource Center di Kantor LTSA Cirebon.
Calon PMI pun dapat mengakses pengurusan paspor, jaminan sosial, pencatatan sipil, layanan konsultasi prakerja, psikososial, bantuan hukum, hingga pelatihan calon pekerja migran. ”Kami juga sosialisasi ke desa-desa terkait pencegahan perekrutan yang tak prosedural,” ujarnya.
Daniel mengklaim, berbagai upaya itu telah membuahkan hasil. Jumlah pengaduan PMI bermasalah asal Cirebon, misalnya, mulai menurun beberapa tahun terakhir. Pada 2021, tercatat 66 kasus PMI bermasalah dan tahun 2020 terdata 102 kasus.
Meski demikian, lanjutnya, masih ada potensi kenaikan kasus PMI bermasalah seiring meningkatnya jumlah pekerja migran. Sejumlah negara tujuan, seperti Taiwan dan Hong Kong, juga telah mencabut kebijakan penguncian wilayah atau lockdown karena pandemi Covid-19.
Bisa jadi, menurut hukum di negara kita, mereka berangkat tidak sesuai prosedur, tetapi di Arab, pekerjaan mereka dilegalkan.
Tahun lalu, pihaknya menerima 9.809 pendaftar calon PMI. Jumlah ini melonjak dibandingkan tahun 2021 dan 2020 yang masing-masing tercatat 2.471 orang dan 2.803 orang. Sebagian besar pendaftar yang lulusan sekolah menengah atas melamar untuk posisi pekerja rumah tangga
Nurakhman Normandika, Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia Cirebon, menilai, perekrutan calon PMI tidak sesuai prosedur akan menyulitkan perlindungan kepada PMI. Sebab, mereka tidak tercatat di data. Perusahaan penyalurnya pun tidak diketahui.
”Kita mau kejar siapa? Akhirnya, yang dicari sponsornya. Tapi, ini tidak cukup karena aktor besarnya belum tertangani,” ujar Maman, sapaannya. Ia menduga, perekrutan non-prosedural melibatkan banyak pihak dan berjalan secara sistemis.
Di sisi lain, terdapat perbedaan hukum di Indonesia dan negara tujuan PMI. ”Bisa jadi, menurut hukum di negara kita, mereka berangkat tidak sesuai prosedur, tetapi di Arab, pekerjaan mereka dilegalkan. Akhirnya, kalau PMI mau pulang, harus ganti rugi ke majikan,” ujarnya.
Selain mendorong aparat penegak hukum mengungkap kasus perekrutan ilegal PMI, pihaknya juga mengajak semua pihak mencegah perekrutan tidak sesuai prosedur. ”Masyarakat juga harus teredukasi soal PMI. Jangan tergoda dengan gaji tinggi, tapi tidak jelas,” katanya.