Di Bursa Kerja, Hari dan Durani Mencoba Peruntungan
Keuntungan demografi yang tinggal 10 tahun lagi harus dimanfaatkan dengan optimal. Pembaruan kemampuan terutama pada kaum muda perlu diperkuat demi percepatan perekonomian nasional yang bermuara pada kesejahteraan.
Ribuan pencari kerja memadati bursa kerja yang digelar di salah satu pusat perbelanjaan di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Mereka berharap bisa memperoleh kesempatan kerja guna untuk meniti masa depan yang lebih baik.
Hari Mukti (19) adalah salah satu dari mereka yang berharap bisa mendapatkan pekerjaan. Dengan mengenakan kemeja putih yang disandingkan celana panjang kain hitam, ia duduk di lantai bersama tiga temannya di salah satu sudut ruang.
Dengan kompak mereka mengisi surat lamaran yang ditujukan ke tiga perusahaan yang telah mereka incar. ”Ada satu perusahaan tambang dan dua perusahaan retail,” ujarnya.
Bursa kerja itu digelar untuk memperingati hari ulang tahun Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) ke-23 tahun di Palembang. Bersama ribuan pencari kerja lainnya, Hari mengadu nasib untuk mengisi 1.500 lowongan yang dibuka oleh 45 perusahaan.
Antrean panjang terlihat di setiap tenant perusahaan yang membuka lowongan. Panitia pun tampak kewalahan mengatur pencari kerja yang tidak sabar memberikan surat lamaran di perusahaan yang mereka incar.
Baca juga : Dunia Butuh Kebersamaan Hadapi Tantangan Ketenagakerjaan
Hari hanya mengisi nama perusahaan yang dituju pada surat lamaran bertulis tangan yang telah ia siapkan sebelumnya dari rumah. Surat lamaran itu ia satukan dengan beberapa berkas lain, seperti fotokopi KTP, pas foto 2x3, ijazah SMA, serta beberapa sertifikat yang dianggapnya penting. Berkas itu dimasukkan ke dalam amplop coklat.
”Saya kirim saja (lamaran) ke sejumlah perusahaan, siapa tahu ada yang nyangkut,” ujar Hari, yang lulus SMA pada tahun 2022 lalu.
Hari mengakui saat ini sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Sudah puluhan surat lamaran kerja ia kirimkan, tapi tidak satu pun yang ”tembus”. ”Sejak lulus SMA, saya sudah mengirim hampir 15 lamaran, tetapi tidak satu pun yang dipanggil,” kata warga Mata Merah, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Namun, dia tidak pernah menyerah, setiap ada bursa kerja di sana ia selalu mengirimkan lamaran. ”Ya namanya juga usaha, tidak ada yang tahu nasib orang,” katanya.
Cara berbeda dilakukan Durani Balqis (24). Dia memindai kode batang (QR Code) yang sudah disiapkan perusahaan lalu mengirimkan lamaran secara daring. Namun, ia juga tetap mengirim lamaran secara luring ke beberapa perusahaan.
Durani yang merupakan lulusan dari Jurusan Administrasi Publik Universitas Sriwijaya tahun 2021 tersebut sedang berupaya mengadu nasib mendapatkan pekerjaan. Sejumlah panggilan kerja pernah ia terima. ”Namun, saya gugur hanya sampai tahap wawancara. Setelah itu tidak ada kabar lagi,” ujar Durani.
Tidak hanya mencari lowongan dari bursa kerja, melamar kerja secara daring pun ia lakoni, misalnya dari media sosial. Bahkan, sejumlah lowongan di perusahaan BUMN pun ia incar. ”Saya ikuti semua tes, semoga ada yang lulus,” ucapnya.
Baca juga Babak Baru Masalah Ketenagakerjaan
Karena sulitnya memperoleh pekerjaan, Durani sempat berpikir jika kesempatan pekerjaan hanya diperoleh bagi mereka yang memiliki privilege (hak istimewa). ”Mungkin harus ada orang dalam baru kita bisa dapat pekerjaan,” ucapnya.
Sejak lulus perguruan tinggi, Durani yang merupakan perantau dari Padang, Sumatera Barat, memilih untuk menetap di Palembang. Itu karena kesempatan kerja jauh lebih besar. Sembari menunggu pekerjaan dari perusahaan, dia memenuhi kebutuhan hidup dengan mengajar sebagai guru privat. ”Saya jalani saja, siapa tahu ada kesempatan yang lebih baik,” ujarnya.
Wali Kota Palembang Harnojoyo menuturkan, bursa kerja ini dilakukan sebagai jembatan untuk menghubungkan antara pencari kerja dengan penyedia kerja. Dia mengakui saat ini tingkat pengangguran di Palembang cukup tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total pengangguran terbuka di Palembang pada 2021 mencapai 84.193 orang atau sekitar 11 persen dari jumlah angkatan kerja 832.803 orang. Namun, pada 2022, angka itu turun menjadi menjadi sekitar 9 persen. Angka ini masih jauh dari angka pengangguran nasional sebesar 5,4 persen.
Harnojoyo menjelaskan, tingginya angka pengangguran di Palembang tidak lepas dari situasi pandemi Covid-19. Banyak pekerja yang terkena dampak pengurangan tenaga kerja karena perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan bahkan gulung tikar.
Namun, sekarang kondisinya sudah berbeda. Pergerakan ekonomi menggeliat sehingga kesempatan kerja kembali terbuka. Harapannya, semakin banyak tenaga kerja yang terserap. Apalagi, saat ini Indonesia sedang diuntungkan dengan bonus demografi karena penduduk produktif jauh lebih banyak ketimbang yang tidak produktif.
Keunggulan ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan minat para kaum muda dalam berwirausaha. ”Jadi mereka tidak lagi mencari kerja tetapi bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain,” katanya.
Beragam upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong wirausaha, seperti membantu mereka dalam hal permodalan dan juga memperluas jaringan pemasaran.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Palembang Rediyan Deddy Umrien mengatakan, perusahaan di berbagai bidang mengikuti bursa kerja kali ini. Misalnya, perbankan, retail, perhotelan, rumah sakit, tambang, dan farmasi. Hal ini menunjukkan jika industri sudah kembali bergerak menuju normal.
Dia juga mengakui kebutuhan tenaga kerja ini tidak sebanding dengan angkatan kerja yang muncul di setiap tahunnya. ”Pasokan tenaga kerja di Palembang jauh lebih besar dibanding kebutuhannya,” ujar Rediyan.
Digelarnya bursa kerja ini merupakan satu dari beragam upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka pengangguran. Beberapa program lain adalah meningkatkan kemampuan para generasi muda sesuai dengan kebutuhan industri. ”Dengan begitu, semakin banyak tenaga kerja yang terserap,” ujarnya.
Cara lain adalah menyalurkan mereka ke sejumlah negara yang memang membutuhkan tenaga kerja melalui berbagai program, seperti pemagangan hingga pelatihan kemampuan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. ”Salah satu negara yang dituju adalah Jepang yang saat ini sedang mengalami resesi tenaga kerja,” katanya.
Di sinilah peran dari lembaga pendidikan dan industri untuk bekerja sama.
Ketua Human Resources Community Sumsel Bersatu Muhammad Kasidi menuturkan, pascapandemi Covid-19, kebutuhan tenaga kerja di perusahaan Palembang meningkat hingga 20 persen. Namun, tetap saja peningkatan kebutuhan itu tidak sebanding dengan angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya.
Karena itu, untuk memperbesar kemungkinan penyerapan tenaga kerja, peningkatan keterampilan dan perluasan jaringan antarperusahaan perlu diperkuat. Menurut dia, masih banyaknya angka pengangguran di Palembang disebabkan belum adanya kesesuaian kemampuan pencari kerja dengan kebutuhan. ”Di sinilah peran dari lembaga pendidikan dan industri untuk bekerja sama,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menuturkan, secara keseluruhan angka pengangguran secara nasional turun. Pada Februari 2023, angka pengangguran di Indonesia sekitar 5,45 persen dari 138 juta angkatan kerja, atau turun dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,83 persen.
Penurunan ini membuktikan adanya perbaikan ekonomi pascapandemi. Masalahnya saat ini ialah bagaimana menghubungkan para pencari kerja dengan penyedia lapangan kerja. ”Terkadang kedua pihak ini tidak memiliki informasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Di sinilah peran pemerintah, yakni untuk memfasilitasi kebutuhan tersebut,” ujar Anwar.
Keberadaan bursa kerja merupakan cara yang terbaik untuk menghubungkan kebutuhan tersebut. ”Tidak hanya di Palembang, cara seperti ini juga akan dilakukan di beberapa kota lain yang memang angka penganggurannya masih tinggi,” kata Anwar.
Anwar mengatakan, penyerapan tenaga kerja harus terus diperkuat karena saat ini Indonesia sedang mengalami keuntungan demografi. Kaum milenial dengan rentang usia 15-30 tahun menjadi yang paling mendominasi, yakni mencapai 25 persen.
Keuntungan ini harus dimanfaatkan dengan meningkatkan keterampilan kaum muda terutama di masa digitalisasi yang telah merambah ke segala sektor. Keunggulan demografi ini tidak akan lama, yakni hanya sampai 2032. Karena itu, momen ini harus dimanfaatkan dengan meningkatkan perekonomian negara.