Perubahan Iklim Timbulkan Kerugian Belasan Triliun di Jateng
Perubahan iklim berdampak pada kehidupan masyarakat di berbagai sektor di Jawa Tengah. Berdasarkan perhitungan pemerintah, kerugian di Jateng akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai belasan triliun rupiah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sejumlah wilayah Jawa Tengah. Berdasarkan penghitungan pemerintah, kerugian di Jateng akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai belasan triliun rupiah.
Perubahan iklim secara global memicu adanya peningkatan suhu bumi, perubahan curah hujan, kekeringan, hingga kenaikan permukaan laut. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Jateng Sujarwanto Dwiatmoko menyebutkan, perubahan iklim berdampak pada sejumlah sektor, misalnya pertanian, perikanan, pengelolaan air, dan kesehatan.
”Dampak perubahan iklim di Jateng terakhir kali dihitung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Akumulasi kerugian yang ditanggung akibat perubahan iklim dari tahun 2020 sampai 2024 diperkirakan mencapai belasan triliun rupiah,” kata Sujarwanto, Selasa (6/6/2023), di Kota Semarang.
Sujarwanto memaparkan, kerugian pada sektor pertanian diperkirakan mencapai Rp 11,4 triliun, sektor perikanan darat sebesar Rp 2,9 miliar, dan sektor perikanan pesisir mencapai Rp 893 miliar. Selain itu, perubahan iklim juga menimbulkan kerugian pada sektor pengelolaan air sebesar Rp 320 miliar dan sektor kesehatan sebesar Rp 2,59 triliun.
Salah satu wilayah yang terdampak perubahan iklim di Jateng adalah Kota Pekalongan. Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Anita Heru Kusumorini, menyebutkan, sektor pertanian menjadi salah satu yang terdampak paling parah.
Selama sepuluh tahun terakhir, kenaikan permukaan air laut yang memicu banjir rob telah menyebabkan sebagian wilayah daratan Kota Pekalongan terendam. Lebih dari 100 hektar lahan pertanian produktif di wilayah itu rusak akibat rob sehingga tak bisa ditanami lagi.
Selain lahan pertanian, permukiman juga tak luput dari dampak banjir rob. Kondisi tersebut membuat perekonomian masyarakat tergerus. ”Pengeluaran masyarakat yang terdampak banjir rob menjadi jauh lebih banyak. Uang yang seharusnya dipakai untuk keperluan lain harus digunakan untuk meninggikan rumah supaya tidak terus-terusan tergenang,” ujar Anita.
Pemerintah juga harus mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk penanganan banjir rob, misalnya dalam bentuk perbaikan jalan yang rusak karena rob, pembangunan tanggul dan infrastruktur pengendali rob, serta penanganan pengungsi. Akibatnya, anggaran untuk program pembangunan lainnya harus dipangkas.
Untuk menanggulangi dampak perubahan iklim, Pemerintah Provinsi Jateng melakukan sejumlah upaya, misalnya membuat rencana aksi daerah yang berfokus pada penurunan emisi gas rumah kaca, membuat kelompok kerja pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, serta membentuk sebanyak 600 desa proklim untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam melakukan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sujarwanto menuturkan, regulasi terkait pengendalian dampak perubahan iklim juga bakal diketatkan. Kewajiban menyiapkan ruang terbuka hijau minimal 30 persen di setiap wilayah, misalnya, tak bisa lagi ditawar. ”Ini harus karena hutan itu paru-paru dunia. Penting untuk mengendalikan emisi karbon,” tuturnya.
Komitmen Pemprov Jateng terhadap penanggulangan dampak perubahan iklim juga diwujudkan dalam pengelolaan anggaran. Dari tahun ke tahun, anggaran untuk menangani dampak perubahan iklim disebut Sujarwanto terus meningkat.
Pada tahun ini, misalnya, sebesar 3 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan untuk menangani dampak perubahan iklim. Angka ini naik dari kondisi tahun 2019, yakni 2,7 persen.
Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, Pemprov Jateng dibantu oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga pihak-pihak eksternal. Salah satu pihak yang turut membantu adalah Adaptation Fund (AF), lembaga internasional yang menjadi pelopor dalam pendanaan adaptasi perubahan iklim. AF memberikan dana bantuan kepada negara-negara berkembang untuk menjalankan proyek-proyek adaptasi perubahan iklim.
”Kami menyiapkan bantuan sebesar 6 juta dolar AS atau Rp 89.297.700.000 untuk Jateng, khususnya Kota Pekalongan. Tentu bantuan yang kami berikan ini hanya sebagian kecil dari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kami berharap, ke depan pendanaannya bisa ditingkatkan,” kata Manajer AF Mikko Ollikainen.
Uang yang seharusnya dipakai untuk keperluan lain harus digunakan untuk meninggikan rumah supaya tidak terus-terusan tergenang.
Dalam penyaluran bantuan tersebut, AF dibantu oleh Kemitraan. Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif mengatakan, bantuan dari AF akan dialokasikan untuk pembangunan pemecah gelombang di Kota Pekalongan. Hal ini diharapkan bisa memperlambat intrusi air laut.
”Selain itu, kami juga akan membantu menanam mangrove yang diharapkan bisa memperkuat ketahanan pantai. Kemudian, kami juga akan membantu meningkatkan ketahanan pangan masyarakat terdampak melalui program pertanian hidroponik,” kata Laode.