Sindikat Perdagangan Orang Ubah Modus untuk Kelabui Aparat
Sindikat perdagangan orang menggunakan modus baru untuk menyelundupkan pekerja migran dari Batam ke Malaysia. Aparat mengungkap transfer pekerja migran dari kapal ke kapal di tengah laut mulai marak digunakan sindikat.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Sindikat perdagangan orang mengubah modus penyelundupan pekerja migran tanpa dokumen untuk mengelabuhi aparat di Kepulauan Riau. Alih-alih menyeberangkan calon pekerja migran secara langsung ke Malaysia seperti biasanya, kini mereka melakukan transfer dari kapal ke kapal di perairan perbatasan.
Kepala Balai Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri Amingga Primastito, Senin (5/6/2023), mengatakan, mereka sudah beberapa lama mengendus sejumlah modus baru pemberangkatan pekerja migran yang tidak sesuai prosedur. Salah satu modus baru itu adalah mengirimkan pekerja migran dengan ship to ship atau transfer dari kapal ke kapal di tengah laut.
”Modus (ship to ship) itu kami monitor. Oleh karena itu, sebelumnya kami meminta bantuan Baharkam (Badan Pemelihara Keamanan) Polri untuk memeriksa kapal-kapal yang telah dicurigai. Alhamdulillah Baharkam sudah menangkap,” kata Amingga.
Pada 31 Mei lalu, personel Baharkam menyergap perahu berisi enam calon pekerja migran di perairan Belakang Padang, Batam. Enam calon pekerja migran itu akan diberangkatkan ke Malaysia dengan cara memindahkan dari kapal ke kapal di perairan perbatasan.
Enam calon pekerja migran yang diselamatkan personel Baharkam itu berasal dari Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Para korban itu sebelumnya dijanjikan oleh pelaku akan diberangkatkan menjadi pekerja migran di Malaysia secara resmi.
Lewat pernyataan tertulis, Direktur Polisi Air (Polair) Korps Kepolisian Air dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri Brigadir Jenderal (Pol) Yassin Kosasih menyatakan, dalam peristiwa itu polisi menangkap nakhoda perahu berinisial MD (22). Selain itu, polisi juga menangkap satu orang lagi dengan inisial SU (33) yang bertugas menampung enam calon pekerja migran selama mereka berada di Batam.
Menurut Yassin, penyidikan terhadap kasus itu akan dilakukan oleh Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolairud Korpolairud Baharkam Polri di Jakarta.
Dua tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 juncto Pasal 69 UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Berselang tiga hari, pada 3 Juni, tim reaksi cepat (Fleet One Quick Responses/F1QR) Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV Batam juga menggagalkan pemberangkatan pekerja migran ilegal dari Batam ke Malaysia. Tiga pelaku ditangkap. Sebanyak 17 calon pekerja migran diselamatkan.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL IV Laksamana Pertama Kemas Ikhwan Madani menegaskan, pelaku kejahatan yang memberangkatkan pekerja migran secara ilegal akan selalu berhadapan dengan TNI AL atau aparat lainnya. Ia menyatakan, TNI AL akan berupaya terus menumpas segala jenis kegiatan ilegal di laut.
Menanggapi sejumlah penangkapan itu, Amingga mengatakan, pelaku perdagangan orang terus menerus mengubah modus operasi kejahatan untuk mengelabui aparat. Wilayah Kepri yang 96 persen merupakan laut menjadi tantangan bagi aparat.
”Sebenarnya masyarakat pesisir yang lebih banyak mengetahui modus-modus kejahatan seperti ini. Untuk itu, dalam waktu dekat, kami akan melakukan sosialisasi kepada mereka tentang konsekuensi hukum bila terlibat dalam perdagangan orang,” ujar Amingga.
Secara garis besar ada dua cara penyelundupan pekerja migran yang digunakan sindikat di Batam. Cara pertama, penyelundup menggunakan perahu untuk memberangkatkan calon pekerja migran.
Perahu itu bisa langsung berlayar menuju ”Negeri Jiran” ataupun transfer di laut seperti yang belakangan ini terungkap.
Adapun cara kedua yang digunakan sindikat adalah memberangkatkan pekerja migran tanpa dokumen lewat pelabuhan resmi. Sindikat dan oknum petugas di pelabuhan mengorganisasi pekerja migran tanpa dokumen untuk menyeberang ke Malaysia dengan menggunakan paspor pelancong.
Oleh karena itu, menurut Amingga, aparat yang memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum di laut juga perlu mengawasi kapal feri penumpang tujuan luar negeri. Ada dugaan kapal-kapal itu dimanfaatkan sindikat untuk memberangkatkan pekerja migran tanpa dokumen.
Kami masih menunggu tindak lanjut aparat terhadap nama-nama yang telah dikantongi Mahfud itu, apakah akan ditindak atau dibiarkan begitu saja. Menurut kami, pemberantasan TPPO sebenarnya bisa dimulai dari Batam. (RD Chrisanctus Paschalis Saturnus)
Sebelumnya, aktivis pembela korban perdagangan orang di Batam, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus, menilai, penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan orang di Batam masih berjalan setengah hati. Menurut dia, selama ini, yang dihukum hanya aktor di lapangan, sedangkan dalang di balik sindikat perdagangan masih bebas.
Paschalis menuturkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya menyebut telah mengantongi daftar sejumlah jaringan perdagangan orang yang menggurita di Batam. Hal itu diungkapkan Mahfud saat bertemu Paschalis di Batam pada 5 April lalu.
”Kami masih menunggu tindak lanjut aparat terhadap nama-nama yang telah dikantongi Mahfud itu, apakah akan ditindak atau dibiarkan begitu saja. Menurut kami, pemberantasan TPPO sebenarnya bisa dimulai dari Batam,” ujarnya pada 2 Juni lalu.