Persoalan Air Bersih Desa Sekitar Tambang di Wawonii Jadi Perhatian
Sejak kejadian tersebut, perusahaan telah melakukan berbagai upaya penanganan. Upaya itu mulai dari pemulihan sumber air, pembersihan bak penampungan air, hingga penggalian sumur bor sebagai sumber mata air alternatif.
WAWONII, KOMPAS — Persoalan air bersih yang melanda warga sejumlah desa di Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, menjadi perhatian. Pihak perusahaan yang membantah pencemaran akibat pertambangan melakukan beberapa upaya penanganan. Sementara itu, warga masih berjuang mendapatkan air bersih.
Rivaldi Mekel, Environmental Supervisor PT Gema Kreasi Perdana (GKP), menyampaikan, persoalan air keruh yang dialami warga Roko-roko Raya disebabkan curah hujan yang tinggi sehingga lapisan tanah permukaan terbawa sampai ke sumber mata air. Hasil pantauan terhadap padatan terlarut dalam air (total suspended solid/TSS) masih berada di bawah ambang batas aturan yang berlaku.
”Per kemarin (Senin, 29/5/2023), hasil pantauan kami terhadap TSS di sumber mata air sebesar 18 miligram per liter. Sementara ambang batas atas TSS yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 adalah 50 miligram per liter. Maka dari itu, kualitas sumber mata air ini masih sesuai dengan ambang batas aturan yang berlaku,” katanya dalam keterangan pers yang dikirimkan pada Selasa (30/5/2023).
Menurut Rivaldi, medio Mei sampai Agustus merupakan musim hujan dengan curah yang cukup tinggi. Setiap musim hujan datang, limpasan air juga membawa berbagai lapisan tanah permukaan sehingga beberapa sungai keruh. Limpasan air itulah yang kemudian juga masuk ke mata air yang selama ini dikonsumsi warga.
Namun, sejak kejadian tersebut, perusahaan telah melakukan berbagai upaya penanganan, mulai dari pemulihan sumber air, pembersihan bak penampungan air milik warga, hingga penggalian sumur bor sebagai sumber mata air alternatif. Dua sumur bor di Desa Sukarela Jaya dan Dompo-dompo Jaya sudah selesai dikerjakan dan berhasil memproduksi air bersih. Perusahaan juga mendistribusikan air bersih melalui mobil truk ke rumah-rumah warga di dua desa tersebut.
PT GKP juga melakukan pengambilan sampel air untuk diuji apakah terdapat kandungan berbahaya yang ikut terlarut dalam air. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa baku mutu air, baik di mata air, sungai, maupun laut, masih bawah ambang batas aturan yang berlaku.
”Pengambilan sampel dari air keruh ini kami lakukan, jangan sampai perusahaan dianggap sebagai penyebab utama keruhnya sumber air. Sekaligus juga menunjukkan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Apalagi, selama ini, hubungan perusahaan dan masyarakat terjalin sangat baik,” tutur Aldo Sastra, Superintendent CSR PT GKP.
Sementara itu, di Desa Sukarela Jaya, warga masih berjuang mendapatkan air bersih. Sumur yang telah bertahun-tahun tidak digunakan terpaksa dibersihkan karena sulitnya mendapatkan air.
Kondisi mata air warga memang telah tercemar. Salah satu mata air dengan bak penampungan dipenuhi lumpur yang cukup tinggi. Air yang keluar dari ceruk batu dan menjadi mata air selama puluhan tahun terlihat keruh.
Baca juga : Sumber Air Tercemar Lumpur, Warga Desak Pemerintah Hentikan Aktivitas Tambang di Wawonii
Berjarak beberapa ratus meter dari sumber mata air ini, aktivitas pertambangan berjalan setiap waktu. Truk melintasi jalan tambang yang telah terbentang menuju lokasi penambangan di atas bukit. Dari lokasi tersebut, truk berjalan turun menuju pelabuhan di dekat perkampungan warga.
Kepala Desa Sukarela Jaya Sumaga tidak menampik bahwa di wilayahnya memang terjadi kesulitan air hingga Kamis (1/6/2023). Saat ini, sumber mata air warga yang telah lama menjadi tumpuan tidak digunakan lagi.
”Tapi, kami juga melihat upaya dari perusahaan telah ada. Mulai dari pembuatan sumur bor, mengisi bak dengan air sungai, hingga pembagian air setiap hari. Tadi juga baru rapat, akan dibuat sumur di beberapa titik, khususnya di Desa Sukarela Jaya dan Desa Dompo-dompo. Untuk yang mata air tidak tahu kapan bisa kembali jernih lagi. Semoga nanti ketika kemarau bisa bagus lagi,” ucap Samaga.
Krisis air bersih disikapi berbeda oleh warga penolak dan pendukung tambang. Warga penolak tambang, misalnya, memilih tidak mengambil pembagian air dari perusahaan. Adapun warga yang mendukung tambang bersedia menerima pembagian air dari perusahaan.
Hujan deras pada Rabu (31/5/2023) disambut warga dengan sukacita. Warga mengisi penuh bak, ember, dan tangki dengan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Amlia (43), warga Sukarela Jaya, menuturkan, keluarganya harus mencari air bersih hingga ke desa tetangga karena kesulitan air hampir sebulan terakhir. Untuk kebutuhan mandi dan mencuci, mereka mengandalkan sumur tetangga yang juga baru dibersihkan setelah bertahun-tahun tidak terpakai.
”Dulu kami di Roko-roko Raya tidak pernah kehabisan air, sekarang jadi pengemis air. Padahal, kalau dari mata air itu dulu bahkan kami minum langsung biar tidak dimasak,” ujar ibu empat anak dan dua cucu ini. Wilayah Roko-roko Raya meliputi Desa Roko-roko, Sukarela Jaya, Bahaba, Dompo-dompo, dan Teporoko. Dua desa yang saat ini mengalami krisis air bersih terparah adalah Desa Sukarela Jaya dan Dompo-dompo.
Perusahaan dipanggil
Terkait polemik sumber air warga ini, pihak DPRD Konawe Kepulauan mengagendakan rapat dengar pendapat dengan pihak perusahaan pada Senin (5/6/2023) mendatang. Hal itu untuk mengetahui proses penambangan yang telah menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat.
”Karena setelah kami lakukan kunjungan lapangan, dan kami melihat sendiri dua sumber mata air warga, memang kondisinya tercemar dan tidak bisa digunakan lagi. Jangankan untuk konsumsi, untuk mandi dan buang air saja tidak bisa,” kata Ketua Komisi II DPRD Konawe Kepulauan M Yacub Rahman, di Wawonii, Rabu.
Pada Senin lalu, Yacub bersama sejumlah anggota Komisi II DPRD Konawe Kepulauan lainnya dan beberapa dinas terkait melakukan kunjungan lapangan di Roko-roko Raya. Hal ini dilakukan setelah warga dari sejumlah desa melakukan aksi atas rusaknya sumber mata air mereka.
Dalam kunjungan tersebut, Yacub menceritakan, mereka mendatangi dua dari empat sumber mata air yang menjadi tumpuan warga di lima desa tersebut. Dua sumber air utama yang memiliki debit besar telah tercemar lumpur. Kondisi air berwarna merah kekuningan akibat air yang bercampur lumpur.
”Waktu itu tidak hujan dan memang tercemar. Debit airnya ada, tapi tidak bisa digunakan lagi. Kalau melihat kondisinya, memang tidak lain karena aktivitas pertambangan yang berada di dekat sumber mata air tersebut,” katanya.
Salah satu yang tersisa adalah Sungai Roko-roko yang masih bersih. Sungai tersebut digunakan warga untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, sungai ini juga terancam karena bukaan aktivitas pertambangan di bagian bukit.
Memiliki izin
Terkait tudingan tambang ilegal yang diarahkan kepada PT GKP, Koordinator Humas PT GKP Marlion membantahnya. Menurut dia, perusahaan sudah mengantongi izin usaha pertambangan dan berbagai ketentuan perundang-undangan untuk kegiatan pertambangan sudah dipenuhi.
”PT GKP merupakan perusahaan yang taat aturan. Tidak mungkin kami diperbolehkan menambang oleh pemerintah, baik pemerintah daerah dan pemerintah pusat, kalau tidak memiliki legalitas,” ujarnya.
Terkait Keputusan Mahkamah Agung tentang Revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan, ia meminta semua pihak untuk bersabar. Sebab, Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan saat ini sedang melakukan revisi sesuai dengan amanat keputusan MA tersebut.
Pada Kamis (22/12/2022), MA mengabulkan semua gugatan warga dan membatalkan sejumlah pasal dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang RTRW Konawe Kepulauan 2021-2041 terkait dengan pertambangan di Wawonii. Warga melakukan uji materi terkait dengan perda itu, khususnya Pasal 24 (d), Pasal 28, dan Pasal 36 (c).
Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 27/2007 juncto UU Nomor 1/2014, Kabupaten Konawe Kepulauan termasuk kategori pulau kecil yang prioritas pemanfaatannya, sebagaimana termuat dalam Pasal 23 Ayat (2), tidak satu pun menempatkan kegiatan pertambangan sebagai salah satunya. Selain itu, secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil, termasuk wilayah yang rentan, dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus.
Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk kegiatan pertambangan, dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity (aktivitas abnormal berbahaya). Hal ini, dalam teori hukum lingkungan, harus dilarang untuk dilakukan. Sebab, hal itu akan mengancam kehidupan semua makhluk hidup di atasnya, baik flora, fauna, maupun manusia. Bahkan, kehidupan sekitar pun terancam.
Di Wawonii, PT GKP memiliki izin usaha pertambangan seluas 850,9 hektar atau menciut dari izin sebelumnya yang mencapai 950 hektar. Perusahaan ini adalah satu-satunya perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii dan telah melakukan produksi hingga pengangkutan bijih nikel sejak 2022. Meski demikian, warga dan perusahaan ini beberapa kali terlibat konflik, terutama terkait dengan persoalan lahan, hingga akhirnya terkait mata air.
Baca juga : Warga Menangi Gugatan, Pulau Wawonii Tidak untuk Ditambang