Sumber Air Tercemar Lumpur, Warga Desak Pemerintah Hentikan Aktivitas Tambang di Wawonii
Aktivitas pertambangan di wilayah Wawonii Tenggara telah membuat sumber air bersih warga tercemar lumpur. Hal ini menyebabkan warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama sebulan terakhir.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Warga dari sejumlah desa di Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, menggelar aksi di DPRD Konkep, Senin (29/5/2023). Mereka menuntut agar aktivitas perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana dihentikan sementara. Sebab, selain bermasalah dengan lahan, dampak pertambangan telah merusak sumber mata air warga.
WAWONII, KOMPAS — Warga sejumlah desa di Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, mendesak pemerintah untuk menghentikan aktivitas pertambangan di wilayah mereka. Selain izin yang bermasalah, pertambangan nikel di sana ditengarai mengakibatkan sumber air bersih warga tercemar.
Ratusan warga dari sejumlah desa di Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, menggelar unjuk rasa di DPRD Konkep, Senin (29/5/2023). Mereka menuntut agar pemerintah mengambil sikap atas dampak pertambangan yang terjadi di wilayah mereka.
Koordinator aksi, Tayci, menuturkan, pertambangan di wilayah Wawonii Tenggara ditengarai membuat sumber air bersih warga tercemar lumpur. Hal ini menyebabkan warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama hampir sebulan terakhir.
”Air bersih masyarakat yang bertahun-tahun digunakan, saat ini telah bercampur lumpur. Bahkan untuk mandi dan mencuci pun sulit, apalagi untuk minum. Pertambangan telah benar-benar menyengsarakan rakyat,” katanya.
Rusaknya sumber mata air tersebut berdampak pada seribuan warga di lima desa, meliputi Desa Roko-roko, Bahaba, Sukarela Jaya, Teporoko, dan Dompo-dompo. Selama beberapa waktu terakhir, warga harus mencari sumber air lain di desa tetangga untuk kebutuhan harian.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Warga menunjukkan salah satu sumber mata air yang dipenuhi lumpur di Desa Dompo-dompo, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, Minggu (28/5/2023). Kondisi ini ditengarai akibat aktivitas pertambangan nikel yang berada di sekitar lingkungan ini. Warga mendesak agar aktivitas pertambangan dihentikan karena telah menyengsarakan warga.
Oleh karena itu, Tayci mengatakan agar pemerintah mengambil langkah tegas terhadap perusahaan. ”Pemerintah harus menghentikan aktivitas pertambangan karena dampaknya yang telah begitu besar terhadap warga,” ucapnya.
Wilman (27), warga Desa Sukarela Jaya, menambahkan, sumber air bersih warga di lima desa tersebut telah digunakan selama puluhan tahun lamanya. Akan tetapi, baru kali ini mata air tersebut bercampur lumpur, utamanya saat pertambangan terus beraktivitas membuka lahan dan membangun jalan tambang.
Menurut Wilman, saat hujan pun, sumber air warga tersebut hanya keruh beberapa jam dan akan bersih kembali setelahnya. Sumber air tersebut yang digunakan warga untuk kebutuhan mandi, makan, dan minum.
”Tapi, kalau bercampur lumpur begini, kita sudah tidak bisa apa-apa,” kata Wilman sembari menumpahkan sebotol air bercampur lumpur yang dibawa dari desa.
Ketua Komisi II DPRD Konkep M Yacub Rahman menyatakan prihatin dengan kondisi dampak pertambangan yang terjadi saat ini, khususnya di wilayah Roko-roko Raya yang meliputi lima desa tersebut. Terlebih lagi, air bersih warga terdampak dan menyulitkan masyarakat.
”Saya juga menolak perusahaan ini masuk di Wawonii Tengah. Itu tidak berdasarkan aturan karena dalam RTRW (rencana tata ruang dan wilayah) kita tidak ada ruang tambang di sana. Apalagi melihat dampak pertambangan yang telah terjadi di Wawonii Tenggara, dan belum selesai masalahnya,” kata Yacub.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Wilman (27), warga Desa Roko-roko, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, menumpahkan air bercampur lumpur di DPRD Konkep, Senin (29/5/2023). Bersama sejumlah warga lainnya, warga menuntut agar aktivitas perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana dihentikan sementara. Sebab, selain bermasalah dengan lahan, dampak pertambangan juga telah merusak sumber mata air warga.
Terkait tuntutan warga untuk menghentikan aktivitas pertambangan, Yacub akan mengecek kondisi di lapangan terlebih dahulu. Setelah itu, pihaknya akan memanggil para pihak terkait untuk mendengar temuan dan fakta di lapangan.
Pekan depan, ia menambahkan, telah diagendakan pertemuan dengan sejumlah instansi terkait, pihak perusahaan yaitu PT Gema Kreasi Perdana, dan masyarakat. Dari hasil rapat, nantinya akan disimpulkan apa langkah ke depannya.
Sumber air bersih warga di lima desa tersebut telah digunakan selama puluhan tahun lamanya. Akan tetapi, baru kali ini mata air tersebut bercampur lumpur, utamanya saat pertambangan terus beraktivitas membuka lahan dan membangun jalan tambang.
Ihwal dugaan pencemaran sumber air bersih warga, pihak perusahaan yang dihubungi berjanji akan memberikan keterangan dalam beberapa waktu ke depan.
Revisi RTRW
Hal lain yang menjadi aspirasi warga adalah kelanjutan revisi Peraturan Daerah RTRW Konkep 2021-2024. Sebab, Mahkamah Agung sebelumnya memenangkan masyarakat dan mengharuskan merevisi aturan yang dianggap bermasalah tersebut.
Arman Dedi, anggota Komisi II DPRD Konkep, sekaligus Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) revisi RTRW Konkep, mengatakan, pihaknya telah bekerja untuk membahas revisi tersebut. Akan tetapi, selama ini tidak pernah disampaikan ke publik terkait perkembangannya.
”Drafnya sudah ada, bahkan saya sudah bertanda tangan di situ untuk penutupan perusahaan. Itu akibat melihat kerusakan yang terjadi di Roko-roko Raya,” katanya.
HARIAN KOMPAS
Kabupaten Konawe Kepulauan di Sulawesi Tenggara.
Pada Kamis (22/12/2022), Mahkamah Agung mengabulkan semua gugatan warga dan membatalkan sejumlah pasal dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang RTRW Konawe Kepulauan 2021-2041 terkait dengan pertambangan di Wawonii. Warga melakukan uji materi terkait dengan perda itu, khususnya pasal 24 (d), pasal 28, dan pasal 36 (c).
Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 1 (3) Undang-Undang No 27/2007 juncto UU No 1/2014, Kabupaten Konawe Kepulauan termasuk kategori pulau kecil, yang prioritas pemanfaatannya sebagaimana termuat dalam pasal 23 ayat (2), tidak satu pun menempatkan kegiatan pertambangan sebagai salah satunya. Selain itu, secara filosofis, Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan pulau kecil, termasuk wilayah yang rentan dan sangat terbatas sehingga membutuhkan perlindungan khusus.
Segala kegiatan yang tidak ditujukan untuk menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk kegiatan pertambangan, dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity (aktivitas abnormal berbahaya). Hal ini, dalam teori hukum lingkungan, harus dilarang untuk dilakukan. Sebab, akan mengancam kehidupan semua makhluk hidup di atasnya, baik flora, fauna, maupun manusianya. Bahkan, juga mengancam kehidupan sekitar.
Di Wawonii, PT GKP memiliki IUP seluas 850,9 hektar, atau menciut dari izin sebelumnya yang mencapai 950 hektar. Satu dari sejumlah perusahaan yang memiliki IUP Pertambangan di Wawonii ini telah melakukan produksi hingga pengangkutan bijih nikel sejak pertengahan 2022. Meski demikian, warga dan perusahaan ini beberapa kali terlibat konflik, utamanya terkait dengan persoalan lahan.
Sebelumnya, General Manager External Relations PT GKP Bambang Murtiyoso merespons putusan MA yang membatalkan sejumlah pasal terkait pertambangan dalam Perda RTRW Konawe Kepulauan. Bambang menyebutkan, daerah ini termasuk dalam wilayah usaha pertambangan sesuai dengan lampiran dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 104.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Wilayah Pertambangan. Sejumlah aturan lain menyebutkan hal yang sama.
”Mengacu pada hal tersebut, kami melihat bahwa sebenarnya pulau-pulau kecil dapat dilakukan kegiatan penambangan apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya sesuai dengan Pasal 35 huruf K Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014,” ucapnya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Warga menunjukkan salah satu sumber mata air yang dipenuhi lumpur di Desa Dompo-dompo, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, Minggu (28/5/2023). Kondisi ini ditengarai akibat aktivitas pertambangan nikel yang berada di sekitar lingkungan ini. Warga mendesak agar aktivitas pertambangan dihentikan karena telah menyengsarakan warga.