Menggeser Sukacita ke Kayutangan
Kayutangan kembali menghadirkan sukacita. Jika dahulu penikmat Kayutangan kebanyakan adalah orang Belanda, kali ini, penikmatnya adalah warga lokal.
Minggu (28/5/2023) malam, kawasan Kayutangan, Kota Malang, Jawa Timur, riuh. Ribuan orang berkumpul bersesakan di antara UMKM dan panggung pentas. Hari itu, Kota Malang punya acara pentas kolaborasi Malang 109. Sebuah event musik, tari, berpadu dengan pameran UMKM.
Orang bermusik, menari, dan berjualan produk UMKM, membaur jadi satu di sepanjang 40 meter ruas jalan Kayutangan. Mereka berkumpul menjadi satu dalam acara ”Malang 109”.
Itu adalah pentas tahunan komunitas musik di Malang, yang tahun ini dikemas bersamaan dengan pameran produk UMKM. Kegiatan diselenggarakan oleh Musik Malang Bersatu Indonesia (MMBI) berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Malang, pelaku usaha kreatif, dan masyarakat. Adapun angka 109 merupakan usia Kota Malang pada tahun ini. Jadi, pentas malam itu disebut-sebut sebagai rangkaian HUT Kota Malang yang diperingati setiap 1 April.
Baca juga : Menutup Kisah Kejayaan Trem Uap Malang
”Adanya kegiatan seperti ini membuat UMKM seperti kami memiliki kesempatan menunjukkan produk kami. Lumayan setelah kemarin-kemarin kena pandemi,” kata Suryadi, penjual es puter asal Bareng, Klojen.
Suryadi mengaku sudah menghabiskan tiga drum es puter pada acara tersebut. ”Memang jumlah barang yang habis tidak sebanyak acara saat Malang Tempo Doeloe beberapa tahun lalu. Saat Malang Tempo Doeloe bisa habis 10 drum dalam sehari. Tetapi, hasil ini lumayan untuk menjaga kondisi ekonomi sekarang ini,” kata pria yang menjadi generasi kedua pembuat es puter ini.
Adanya kegiatan seperti ini membuat UMKM seperti kami memiliki kesempatan menunjukkan produk kami.
Semangat menonton acara Malang 109 juga dikatakan oleh Emanuel (43), warga Balearjosari. Menurut dia, acara tersebut bisa menjadi salah satu alternatif hiburan warga yang murah meriah.
”Hanya saja, memang harus ditata konsepnya agar warga bisa menonton dengan nyaman. Ini kami dari tadi hanya bisa nonton dari belakang karena di depan panggung sudah sangat penuh penonton dan untuk undangan,” katanya.
Situasi Kayutangan saat itu memang cukup sesak orang. Semua menikmati dengan cara berbeda. Mulai dari mereka berdiri di sekitar panggung, bergerombol di tengah jalan Kayutangan yang saat itu ditutup total, duduk nyaman di dalam kafe, hingga sekadar duduk-duduk sambil ngobrol dengan teman di pinggir jalan.
Baca juga : Mengenang Cinta di Kayutangan
Sukacita dan aneka ragam jajanan yang bisa ditemukan malam itu seolah mereplikasi suasana di kawasan Alun-alun Merdeka Malang (baik saat era kolonial maupun suasana setiap akhir pekan di era kekinian). Alun-alun selalu menjadi pusat keramaian.
Buku Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang karya Handinoto dan Paulus H Soehargo menyebutkan bahwa tahun 1914, alun-alun masih menjadi pusat kota Malang. Di sana dilewati trem, ada orang berjualan soto dan aneka makanan lainnya. Alun-alun benar-benar menjadi ruang berkumpul dan rekreasi warga lokal.
Sementara dalam sejarahnya, Kayutangan pada era kolonial dikenal sebagai pusat perdagangan. Bangunan milik orang Eropa dan pertokoan milik etnis Tionghoa mendominasi suasana di pinggir jalan. Adapun pribumi menguasai bagian belakang Kayutangan. Tepatnya di rumah-rumah warga di dalam gang.
Dan malam itu, pinggir jalan Kayutangan ’dimiliki’ oleh warga lokal. Mereka turut bersukacita, mencoba merasakan kebahagiaan orang Belanda yang dahulu berdansa-dansi di pojok Kayutangan, yaitu di Gedung Societeit Concordia (sekarang Sarinah).
Baca juga : Pesona Kayutangan
Wisata
Acara di Kayutangan tersebut bukan sekadar mewadahi kehausan masyarakat berkumpul dan berpesta secara terbuka setelah kasus pandemi Covid-19 benar-benar dinyatakan selesai. Namun, lebih dari itu, Kayutangan juga diharapkan akan menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Kota Malang.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Baihaqie mengatakan Kayutangan masuk destinasi wisata ke-75 dari 4.500 destinasi wisata se-Indonesia. Kegiatan tersebut diharapkan bisa digelar rutin tahunan.
”Untuk kegiatan ini sudah masuk 82 UMKM, yang sudah berjualan sejak tadi siang, dan malam hari sudah habis. Produk yang dijual adalah aneka makanan khas Kota Malang. Kegiatan ini menjadi salah satu upaya membangkitkan ekonomi di Kota Malang,” kata Baihaqie.
Wali Kota Malang Sutiaji berharap masyarakat mendukung kegiatan itu dengan menjaga kondusivitas kegiatan. Dengan demikian, pemerintah akan mengupayakan acara tersebut bisa digelar lagi tahun depan.
Pesta di Kayutangan malam itu meleburkan segala perasaan. Mengenang memori masa lalu dan berharap kemajuan di masa mendatang.
Baca juga : Mencicipi Senja di Kayutangan…