Terlibat Penipuan Pengurusan Surat Tanah, Anggota Paspampres Divonis 9 Bulan 15 Hari Penjara
Anggota Paspampres, Kapten Hormat Togarly, dijatuhi vonis penjara 9 bulan terkait penipuan pengurusan surat tanah di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumut. Pelaku menerima uang Rp 59 juta dari korban.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Anggota Pasukan Pengamanan Presiden, Kapten Infanteri Hormat Togarly Purba, dijatuhi vonis penjara 9 bulan 15 hari. Dia terbukti melakukan penipuan pengurusan surat sertifikat hak milik tanah seluas 3,1 hektar di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Uang Rp 59 juta yang diterima pelaku disebut untuk pimpinan, pengganti petugas piket, dan biaya operasional.
”Mengadili, menyatakan terdakwa Kapten Togarly terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penipuan. Kepada terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 9 bulan dan 15 hari,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan Kolonel Korps Hukum (Chk) Asril Siagian, Senin (29/5/2023), di Medan.
Asril membacakan putusan tersebut didampingi hakim anggota Letnan Kolonel Korps Dinas Khusus (Sus) Ziky Suryadi dan Mayor (Chk) Arief Rahman di hadapan terdakwa Togarly.
Asril mengatakan, pada Desember 2021, korban penipuan itu, Yan Edward Simanjuntak, bertemu dengan Togarly. Edward lalu menyampaikan rencananya untuk menaikkan status surat tanahnya di Desa Hutaraja, Kecamatan Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, dari surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) menjadi sertifikat hak milik (SHM).
Togarly lalu mengaku dapat mengurus surat tersebut dan meminta biaya awal Rp 50 juta. Edward percaya kalau Togarly yang berdinas di Paspampres dapat mengurus surat tersebut karena dekat dengan lingkaran kepresidenan. Edward juga percaya karena ibunya juga bermarga Purba sehingga ia merasa tidak mungkin ditipu.
Namun, Edward sempat mempertanyakan jumlah uang yang dianggap terlalu banyak. Togarly lalu menyebut kalau Rp 40 juta uang tersebut akan diberikan untuk pimpinan, Rp 5 juta untuk anggota yang menggantikan dia piket di satuan, dan Rp 5 juta untuk operasionalnya.
”Terdakwa Kapten Togarly melalui pesan Whatsapp lalu mengirim nomor rekening bank atas nama Timothy William kepada Edward. Selanjutnya, Edward mentransfer uang Rp 30 juta seraya menyebut kekurangan Rp 20 juta akan dikirim besoknya,” kata Asril.
Togarly lalu meminta Edward mengirim kekurangan Rp 20 juta ke rekening atas namanya sendiri dengan membalas pesan Whatsapp tersebut, ”Besok kirim ke rekening ini saja, Lae”. Edward lalu mengirim kekurangan uang tersebut ke rekening Togarly.
Togarly lalu datang ke Medan dan bertemu dengan Edward. Mereka lalu menemui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumut ketika itu, Dadang Suhendi. Kepada mereka, Dadang menyebut kalau pengurusan surat tanah tersebut bukan wewenangnya, melainkan wewenang Kantor Pertanahan Humbang Hasundutan.
Asril mengatakan, Edward meminta Togarly ikut menemui Kepala Kantor Pertanahan Humbang Hasundutan. Edward menyampaikan akan menyediakan mobil Toyota Avanza untuk perjalanan dari Medan ke Humbang Hasundutan. Namun, Togarly menolak menggunakan mobil itu. ”Masak anggota Paspampres pakai Avanza,” kata Togarly kepada Edward. Mereka akhirnya merental mobil Toyota Innova.
Togarly lalu menyebut kalau Rp 40 juta uang tersebut akan diberikan untuk pimpinan, Rp 5 juta untuk anggota yang menggantikan dia piket di satuan, dan Rp 5 juta untuk operasionalnya.
Selama berada di Medan, Togarly juga meminta uang, fasilitas mobil, hotel, oleh-oleh, dan tiket pesawat sebesar Rp 9,5 juta untuk keperluan berziarah ke makam orangtuanya. Namun, setelah menunggu beberapa lama, pengurusan surat tersebut tidak selesai.
Edward lalu melaporkan Togarly ke Polisi Militer Kodam I Bukit Barisan dan juga ke Markas Paspampres. Togarly sempat meminta damai dengan berjanji akan mencicil kerugian Rp 1,5 juta per bulan, tetapi ditolak Edward.
Asril mengatakan, hal yang memberatkan, terdakwa Togarly mencemarkan nama TNI, terutama Paspampres, di mata masyarakat dan bertentangan dengan Sumpah Prajurit Sapta Marga. ”Akibat perbuatan terdakwa Togarly, saudara Edward juga menderita kerugian Rp 59 juta dan kehilangan berkas yang berkaitan dengan surat tanah tersebut,” kata Asril.
Hal yang meringatkan, terdakwa belum pernah dijatuhi hukuman selama berdinas di TNI dan berjanji untuk tidak mengulangi.
Atas putusan itu, Togarly menyebut pikir-pikir dulu untuk menerima atau banding. ”Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, saya pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” kata Togarly.
Sementara itu, oditur dari Oditurat Militer Medan, Rio Panjaitan, juga mengatakan pikir-pikir atas putusan itu. Sebelumnya oditur menuntut hukuman 1,5 tahun penjara.