Penindakan tegas dilakukan terhadap warga negara asing di Bali yang melanggar hukum. Langkah ini demi menjaga citra pariwisata Bali yang tercoreng keberadaan turis bermasalah.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali bersama Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali, Kepolisian Daerah Bali, dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali berkomitmen menindak tegas warga negara asing yang melakukan pelanggaran di provinsi itu. Tindakan tegas juga berlaku bagi masyarakat setempat yang memfasilitasi pelanggaran WNA.
Demikian ditegaskan Gubernur Bali Wayan Koster bersama Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Putu Jayan Danu Putra dan Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali Trisno Nugroho, Minggu (28/5/2023), di Denpasar.
Dalam konferensi pers itu, Koster menegaskan, wisatawan mancanegara yang berulah tidak pantas dan beraktivitas tidak sesuai izin visanya selama di Bali serta melanggar ketentuan lain akan ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan. Mereka akan dideportasi, dikenai sanksi administrasi, dan dikenai hukuman pidana. Tempat usaha yang memfasilitasi pelanggaran juga dikenai sanksi keras, termasuk penutupan tempat usaha.
Sejauh ini, upaya penindakan dilakukan berbagai pihak. Terkait pelanggaran keimigrasian, sejak Januari 2023, Kanwil Kemenkumham Provinsi Bali mendeportasi 129 WNA dari sejumlah negara. Terkait dengan pelanggaran pidana, Polda Bali memproses sebanyak 15 WNA yang melanggar hukum. Untuk pelanggaran lalu lintas, polisi menilang lebih dari 1.100 WNA.
Koster juga merespons pemberitaan tentang penggunaan kripto sebagai alat pembayaran di Bali. Menurut dia, penggunaan kripto sebagai alat transaksi dapat dikenai sanksi berupa hukuman pidana penjara dan pidana denda. Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jaga nama baik
Koster mengimbau wisatawan mancanegara di Bali berperilaku tertib dan berdisiplin serta mematuhi peraturan perundang-undangan di Indonesia. WNA di Bali diharapkan pula menjaga nama baik negara asalnya dan menjaga citra pariwisata Bali. Di sisi lain, masyarakat yang mengetahui pelanggaran oleh WNA di Bali diimbau melapor kepada pihak kepolisian, imigrasi, satuan polisi pamong praja, dinas pariwisata, dan pecalang atau petugas keamanan desa adat.
”Pelaku usaha jasa pariwisata dan seluruh komponen masyarakat Bali agar bersama-sama dan bersungguh-sungguh menjaga nama baik serta citra pariwisata Bali dalam rangka mewujudkan pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat,” kata Koster.
Sebelumnya, dalam wawancara Kompas dengan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, pekan lalu, disebutkan, Pemprov Bali membentuk Satuan Tugas Percepatan Tata Kelola Pariwisata Bali. Langkah ini sebagai upaya merespons perkembangan wisatawan ke Bali, terutama dalam menangani masalah yang dimunculkan wisatawan mancanegara. Pembentukan Satgas Percepatan Tata Kelola Pariwisata Bali menjadi implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 28/2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali.
Pelaku usaha jasa pariwisata dan seluruh komponen masyarakat Bali agar bersama-sama dan bersungguh-sungguh menjaga nama baik serta citra pariwisata Bali dalam rangka mewujudkan pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat. (Wayan Koster)
Selain diisi unsur pemerintah daerah, Satgas Percepatan Tata Kelola Pariwisata Bali juga melibatkan unsur swasta dan masyarakat, di antaranya Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali.
Beragam persoalan terkait WNA yang bermasalah di Bali, menurut Tjokorda, sudah dibahas Pemprov Bali bersama kementerian dan lembaga terkait, di antaranya Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.