Masih Aman dari WNA yang Bekerja Ilegal, Sulut Tetap Rutinkan Pengawasan
Sulawesi Utara dinilai masih aman dari warga negara asing yang beraktivitas ekonomi tanpa izin tinggal yang sesuai. Risiko rendah itu tampak dari pendeknya rata-rata masa tinggal wisatawan mancanegara.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sulawesi Utara dinilai masih aman dari warga negara asing, terutama turis, yang beraktivitas ekonomi tanpa izin tinggal yang sesuai. Risiko rendah itu tampak dari rata-rata masa tinggal wisatawan mancanegara yang para Maret 2023 kurang dari dua hari. Meski demikian, pihak Imigrasi tetap rutin melakukan pengawasan.
Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulut Friece Sumolang menyatakan belum ada penangkapan terhadap warga negara asing (WNA) akibat bekerja tanpa memiliki izin tinggal yang sesuai. Itu terhitung setidaknya sejak ia menjabat pada Maret 2022.
”Belum ada kejadian seperti itu. Tapi tentu kita tetap mewaspadai yang seperti itu. Tentu kami rutin melakukan pengawasan orang asing dengan mengaktifkan Timpora (Tim Pengawasan Orang Asing) karena di negara kita ini bukan pihak imigrasi yang mengawasi,” kata Friece, Jumat (26/5/2023), ketika dihubungi lewat telepon dari Manado.
Friece membenarkan, kebanyakan WNA yang tinggal di Sulut pemilik usaha yang terkait dengan bidang pariwisata, antara lain hotel dan resor, pusat selam, serta restoran. Semuanya sudah dipastikan memiliki visa investor untuk tinggal di Indonesia, yaitu C313 selama satu tahun dan C314 selama dua tahun.
Adapun WNA yang bekerja dipastikan mengantongi visa C312. ”Tentu kami ada upaya-upaya preventif, pendekatan dan sosialisasi. Buat pemilik-pemilik usaha yang orang asing, tentu harus sesuai aturan dalam mempekerjakan orang asing,” katanya.
Friece menambahkan, pemerintah membutuhkan laporan-laporan dari masyarakat jika mengetahui indikasi adanya WNA yang bekerja secara ilegal. ”Tentu kita harus koordinasi dan kolaborasi. Ini butuh peran masyarakat kalau ada informasi-informasi seperti itu,” ujarnya.
Sepanjang 1 Januari hingga 5 Mei 2023, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado yang menampung orang-orang asing pelanggar aturan keimigrasian telah mendeportasi 12 warga Filipina. Di samping itu, ada pula dua warga Bulgaria yang dideportasi setelah menjalani masa tahanan karena melakukan tindak kriminal pemindaian (skimming) mesin anjungan tunai mandiri (ATM) pada 2022.
Di ranah pariwisata, Sulut sudah kedatangan 7.446 wisatawan sepanjang Januari-Maret 2023. Sebanyak 3.713 orang di antaranya datang dari China pada Maret. Namun, rata-rata lama menginap turis asing hanya 2,07 hari, mengingat para wisatawan China tersebut sejatinya adalah pekerja tambang yang transit sebelum menuju Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Kendati demikian, Staf Ahli Gubernur Sulut Bidang Pariwisata, Dino Gobel, menyatakan, turis wisatawan dari negara lain cenderung tinggal lebih lama, seperti turis dari Jerman, Italia, dan Amerika. ”Kebanyakan dari mereka diving (menyelam) dan eksplor alam, seperti di Hutan Tangkoko (Bitung) dan Tomohon,” katanya.
Menurut Dino, sampai saat ini masyarakat pegiat pariwisata belum menunjukkan keterusikan akibat adanya pekerja asing yang menyerobot lahan pekerjaan warga setempat secara ilegal. Hal ini tak seperti yang terjadi di Bali, misalnya dengan adanya persewaan sepeda motor yang dijalankan oleh WNA asal Rusia atau Ukraina.
Menurut Dino, masyarakat masih punya kesadaran yang tinggi terkait hal ini. ”Kalau itu terjadi, pasti warga akan dengan cepat melapor ke pemerintah. Kami di pemerintah juga saling menginformasikan, misalnya antara pemprov, imigrasi, bea dan cukai, KKP (kantor kesehatan pelabuhan), kepolisian, dan asosiasi kepariwisataan,” katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sulut Moudy Paat menyatakan, para pelaku usaha pariwisata di Sulut masih taat menjalankan aturan yang ada. Agen perjalanan wisata bisa melayani kelompok wisatawan dari mancanegara, tetapi tetap harus melayani mereka dengan pemandu lokal.
”Sudah ada asosiasi pemandu wisata, dan kami selalu praktiknya begitu. Kalau dari sana (kelompok wisatawan asing) sudah ada tour leader (pemimpin tur), kita tetap harus pakai guide lokal. Kita, kan, ingin ekonomi lokal berkembang,” katanya.