Laporkan Tetangga karena Sering Buang Kotoran di Rumahnya, Wiwik Diperiksa Satpol PP
Wiwik diperiksa penyidik Satpol PP Sidoarjo terkait laporan bahwa rumahnya dibuangi kotoran oleh tetangganya. Terlapor terancam hukuman tiga bulan kurungan atau denda Rp 50 juta.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Warga Desa Jogosatru, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, Wiwik Winarti (64) menjalani pemeriksaan oleh penyidik pegawai negeri sipil Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo, Senin (22/5/2023), karena rumahnya dilempari kotoran manusia oleh tetangganya. Terlapor terancam hukuman tiga bulan kurungan atau denda Rp 50 juta.
Wiwik melaporkan kasus dugaan pembuangan kotoran manusia atau tinja di rumahnya. Terlapor adalah tetangganya sendiri, Masriah (56). Perbuatan itu telah dilakukan terlapor selama lebih dari tujuh tahun dengan cara membuang tinja dan beragam sampah ke rumah pelapor setiap hari. Bahkan pembuangan kotoran itu dilakukan empat kali sehari.
Wiwik yang kesal dengan ulah tetangganya awalnya melapor ke Polsek Sukodono. Namun, dia kemudian disarankan membuat laporan serupa ke Satpol PP Sidoarjo. Laporan secara tertulis itu disampaikan pada pekan lalu.
Jauh sebelum kasus ini mencuat, pelapor dan terlapor pernah dimediasi oleh pemerintah desa setempat, tetapi perbuatan tersebut kembali diulangi.
”Saya ingin pelaku dihukum seberat-beratnya karena perbuatan itu sudah dilakukan bertahun-tahun. Selama ini, keluarga kami diam saja, tetapi ternyata pelaku tidak berhenti dan terus mengulangi perbuatannya,” ujar Wiwik.
Wiwik tiba di kantor Satpol PP Sidoarjo sekitar pukul 09.00 dan langsung masuk ke ruang penegakan perda. Selama pemeriksaan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, pelapor ditemani anaknya. Selain itu, dia didampingi penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Mitra.
Penasihat Hukum pelapor, Yulian Musnandar, mengatakan, kliennya, Wiwik, diperiksa penyidik terkait dengan laporan yang dilayangkan. Adapun materi pemeriksaan terkait dengan peristiwa pembuangan kotoran di rumah pelapor.
”Bu Wiwik menyampaikan apa adanya yang dia ketahui. Untuk memperkuat laporan, pelapor telah menyerahkan rekaman kamera pemantau atau CCVT,” kata Yulian.
Diperiksa
Sementara itu, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Satpol PP Sidoarjo, Anas Ali Akbar, mengatakan, total ada dua orang yang diperiksa, yakni pelapor dan Ketua Rukun Tetangga (RT) 001 RW 001 Desa Jogosatru, Suparno. Mereka diperiksa secara bergantian.
”Pelapor diperiksa lebih dulu, setelah itu dilanjutkan dengan ketua RT. Pemeriksaan ini terkait laporan pelapor. Adapun materinya terkait dengan kejadian yang dikeluhkan,” ujar Anas.
Dia menambahkan, hasil pemeriksaan terhadap pelapor dan ketua RT menjadi materi gelar perkara yang melibatkan instansi terkait, seperti kepolisian, pengadilan negeri, dan kejaksaan. Dalam gelar perkara itu akan dibahas tentang dugaan peraturan perundangan yang dilanggar oleh pihak terlapor.
Untuk saat ini, penyidik PPNS Satpol PP mengaitkan perbuatan terlapor Masriah dengan Peraturan Daerah Sidoarjo Nomor 10 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Adapun pasal yang disangkakan antara lain pasal 8 tentang tertib lingkungan.
Berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 huruf c, untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban lingkungan, setiap orang dan atau badan dilarang membuang benda atau sampah yang dapat mengotori udara, air, dan tanah serta mengganggu ketenteraman orang lain di sekitarnya.
”Pelanggaran terhadap pasal 8 dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta,” ucap Anas.
Dia menambahkan, setelah memeriksa saksi pelapor dan melakukan gelar perkara bersama dengan instansi terkait, penyidik akan memeriksa saksi terlapor. Setelah itu digelar sidang untuk menentukan jenis pelanggaran dan hukuman yang dijatuhkan kepada terlapor apabila dinilai terbukti bersalah.
Ada banyak norma atau aturan di masyarakat yang bisa digunakan untuk menghukum pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.
Pakar hukum pidana yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya, Sholehudin, mengatakan, perbuatan terlapor bisa jadi tidak memenuhi unsur pidana, tetapi bukan berarti tidak bisa dijatuhi sanksi.
Alasannya, dalam membangun interaksi sosial di masyarakat, terdapat banyak norma yang harus dipatuhi oleh setiap warga, seperti norma sosial, norma agama, dan hukum.
Apabila terdapat suatu perilaku tidak menyenangkan, seperti membuang kotoran ke rumah tetangga, pelaku bisa dijatuhi sanksi terhadap pelanggaran norma. Contohnya sanksi sosial berupa menjadi bahan guncingan tetangga atau bahkan dikucilkan dari pergaulan di masyarakat.
”Ada banyak norma atau aturan di masyarakat yang bisa digunakan untuk menghukum pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Tidak semua persoalan di masyarakat harus diselesaikan melalui norma hukum, terutama hukum pidana,” kata Sholehudin.
Dia menilai, tindakan aparat penegak hukum yang tidak memaksakan menggunakan perspektif pidana dalam menangani kasus tersebut bukan hal buruk. Alasannya, untuk menentukan sebuah perkara masuk dalam ranah pidana, adalah terpenuhinya unsur-unsur pidana sesuai dengan ketentuan perundangan.
”Hukum pidana sangat ketat, artinya harus mendasarkan pada asas-asas yang paling fundamental, seperti memiliki legalitas formal. Artinya, perbuatan itu ada dalam ketentuan hukum pidana,” ujar Ketua Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Indonesia tersebut.