Dukungan Pemerintah bagi Pelaku Usaha Kecil di Palembang Dinilai Masih Minim
Dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri mikro kecil di Palembang dinilai masih minim. Pelaku usaha masih kesulitan memperoleh modal dan memasarkan produknya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri mikro kecil di Palembang dinilai masih minim. Pelaku usaha masih kesulitan memperoleh modal dan memasarkan produknya. Padahal, sebagai kota dagang, Palembang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Hal ini mengemuka dalam seminar bertajuk ”Smart Ekonomi untuk Peningkatan Ekonomi Digital” di Palembang, Senin (22/5/2023). Hadir dalam seminar tersebut Wali Kota Palembang Harnojoyo dan sejumlah pakar di bidang ekonomi.Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Bernadette Robiani menuturkan, potensi Palembang sebagai kota dagang sangat besar. Hanya saja, dukungan pemerintah pada industri mikro kecil (IMK) masih sangat kurang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, di Palembang terdapat sekitar 7.500 pelaku IMK. Jumlah itu hanya sekitar 9,92 persen dari total IMK di Sumsel yang berjumlah 75.569 pelaku IMK. Bahkan, jumlah IMK di Palembang lebih rendah dari daerah tetangganya, Kabupaten Ogan Ilir, yang memiliki 20.124 pelaku IMK. Dari 7.500 pelaku IMK di Palembang, sekitar 98,97 persen di antaranya tidak memiliki kemitraan atau cenderung berusaha sendiri. Selebihnya, pelaku IMK memiliki kemitraan dengan swasta dan pemerintah. Walakin, peran pemerintah masih sangat kecil, yakni hanya 0,58 persen. Persentase itu lebih rendah dibandingkan dengan bantuan kemitraan dari sektor swasta yang mencapai 14,65 persen. Kondisi ini, menurut Bernadette, membuat banyak pelaku IMK di Palembang yang miskin inovasi. Mereka hanya berupaya untuk meningkatkan inovasi dengan hasil pemikirannya sendiri.
Masih dari data BPS tahun 2021, tingkat inovasi dari industri mikro kecil di Sumsel hanya 2,78 persen atau hanya 2.202 pelaku IMK. ”Untuk tingkat inovasi di Palembang, jauh lebih kecil dari itu, yakni hanya sekitar 1 persen saja,” ujar Bernadette.
Dari data yang ada, hanya 20 persen IMK di Palembang yang menggunakan internet. Alhasil, sekitar 95 persen, pasar IMK di Palembang hanya berkutat untuk kebutuhan domestik. Dengan kondisi itu, menurut dia, peran pemerintah dibutuhkan untuk memfasilitasi pelaku IMK dalam memperoleh bantuan modal semudah mungkin. Selain itu, memberikan akses kemitraan yang luas agar usaha mereka bisa lebih berkembang.
Herrie menjelaskan, pada eksplorasi sektor ekonomi primer hingga tersier, aktivitas berkutat pada pengambilan, pengolahan, dan pemanfaatan bahan baku. Namun, Palembang seharusnya sudah melangkah lebih jauh dari itu. Idealnya, Palembang ada pada tahapan kota yang mengedepankan inovasi dengan mengacu pada pengolahan data hasil penelitian dan pengembangan dari berbagai pemangku kepentingan. Dengan demikian, akan muncul ide-ide (kebijakan) baru yang bisa mendorong kemajuan perekonomian di daerahnya dan menular ke daerah lain.
”Palembang sudah seharusnya menjadi hub ekonomi dan UMKM bagi seluruh warga di kota di daerah sendiri sampai ke kota lain,” ujar Herrie. Nyatanya, Herrie menilai, Palembang masih perlu banyak berbenah. Banyak informasi dan data ekonomi yang tidak terpublikasi dengan baik. ”Saya belum melihat potensi ekonomi apa yang bisa dimanfaatkan oleh investor ketika menanamkan modal di kota ini. Apakah sektor kuliner, kriya, atau bidang lain. Informasi itu penting sebagai acuan bagi para investor dan IMK untuk melakukan inovasi terhadap produknya dan menanamkan modalnya di Palembang,” ucapnya.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan/Penelitian dan Pengembangan Kota Palembang Harrey Hadi mengakui masih banyak hal yang harus dibenahi. Namun, secara bertahap, pihaknya terus berupaya untuk mengembangkan IMK di Kota Palembang dengan cara memberikan pelatihan, pengembangan, hingga perlindungan hak kekayaan intelektual.
Saya berharap kaum milenial setelah kuliah tidak lagi mencari pekerjaan, tetapi berdasarkan bekal keilmuannya bisa mencari inovasi dan bisa membuka lapangan pekerjaan.
Ia pun sudah membentuk forum ekonomi kreatif yang di dalamnya berisi para pelaku UMKM di bidang ekonomi kreatif. ”Dari forum itu, saya melihat dan mendengar keluh kesah dari para pelaku usaha. Dari keluhan itulah, kita mencoba untuk memfasilitasi kebutuhan mereka,” ujar Harrey.
Dalam forum itu, yang paling banyak dikeluhkan adalah terkait perizinan, permodalan, dan pemasaran. Oleh karena itu, bekerja sama dengan instansi terkait, pihaknya terus berupaya untuk merangkul para IMK potensial agar bisa mengembangkan usahanya tidak hanya untuk kebutuhan domestik, tetapi sampai ke luar negeri. Wali Kota Palembang Harnojoyo menyatakan sudah membuka sejumlah fasilitas untuk membantu permodalan dan pemasaran bagi para UMKM. Misalnya, dengan memberikan pinjaman dalam jumlah tertentu untuk pengembangan usaha. Namun, fasilitas ini belum diketahui banyak pelaku usaha. Oleh karena itu, butuh sosialisasi yang lebih masif agar fasilitas itu dapat dinikmati oleh pelaku usaha.Selain itu, dirinya juga berupaya untuk menjaring inovasi-inovasi dari warga Palembang agar bisa dikembangkan. ”Saya berharap kaum milenial setelah kuliah tidak lagi mencari pekerjaan, tetapi berdasarkan bekal keilmuannya bisa mencari inovasi dan bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Harnojoyo.