Sandiaga Berharap Para Santri Ikut Gerakkan Sektor Ekonomi Kreatif
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan, pondok pesantren menyimpan potensi besar untuk menjadi penggerak ekonomi kreatif. Para santri pun bisa menjadi ”santripreneur” yang mengembangkan usaha.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan, pondok pesantren menyimpan potensi besar untuk menjadi penggerak ekonomi kreatif di Indonesia. Selain belajar ilmu agama, para santri di pondok pesantren bisa dilatih menjadi pelaku usaha ekonomi kreatif sehingga diharapkan dapat membuka lapangan kerja.
”Dengan menggerakkan usaha kreatif, setiap santri di pondok pesantren diharapkan mampu berkontribusi menyediakan lapangan kerja bagi 4,4 juta orang di tahun 2024,” kata Sandiaga saat ditemui dalam acara Gerakan Usaha Kreatif Santripreneur di Pondok Pesantren Roudlotut Thullab di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/5/2023).
Sandiaga menyebut, potensi besar pondok pesantren itu sangat nyata karena jumlah pondok pesantren di Indonesia cukup besar, yakni sekitar 34.000 pondok. Sementara itu, total jumlah santri di Indonesia mencapai lebih dari 5 juta orang.
Menurut Sandiaga, para santri itu bisa dididik menjadi santripreneur, yakni santri yang juga pelaku usaha. Para santripreneur pun dinilai memiliki kelebihan dibandingkan pelaku usaha lain.
”Bermoral dalam setiap perilaku, termasuk dalam menjalankan usaha, akan menjadi keunikan yang membedakan santripreneur dengan pelaku-pelaku usaha yang lain,” tutur Sandiaga.
Di sisi lain, Sandiaga mengingatkan, sebelum menjalankan usaha, setiap santri juga harus memiliki mental yang kuat. Karena itu, mereka tidak langsung menyerah saat menghadapi kegagalan saat menjalankan usaha.
Sandiaga pun mencontohkan, selama menjalankan usaha, dirinya telah mengalami 25 kali kegagalan. Namun, pengalaman kegagalan itu tak membuatnya menyerah. Memulai usaha dengan hanya mempekerjakan tiga karyawan, saat ini Sandiaga mengaku memiliki usaha dengan 30.000 karyawan.
Sandiaga menambahkan, saat menjalankan usaha, para santri juga jangan fokus pada kompetisi. Mereka bisa melakukan kolaborasi dengan pihak lain untuk mengembangkan usaha.
Selain itu, para santripreneur juga diminta tidak terlena dalam zona nyaman sehingga berani mengambil risiko. Mereka juga harus menjalin dan mengembangkan relasi dengan konsep silaturahmi.
Sandiaga memaparkan, sektor ekonomi kreatif telah menyumbang 7,8 persen pada pendapatan domestik bruto Indonesia. Dengan angka tersebut, sektor ekonomi kreatif Indonesia pun masuk dalam peringkat tiga besar dunia.
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Thullab, Ahmad Said Asrori, mengatakan, sejak dulu, santri-santri di ponpes sebenarnya telah menjalankan banyak usaha ekonomi. Namun, pada masa Orde Baru, gerak ekonomi pondok pesantren tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Namun, setelah Orde Baru tumbang, kondisi tersebut sudah berubah.
Said menuturkan, ayahnya, yakni KH Asrori Ahmad, juga merupakan figur yang sangat aktif menjalankan usaha. Bermacam-macam usaha pernah dijalankannya, mulai dari usaha batu bata, batik, jual beli kayu, dan jamu. Usaha jamu itu bahkan berkembang pesat hingga sempat menjalin kerja sama dengan pabrik jamu lain di Kudus.
Dengan menggerakkan usaha kreatif, setiap santri di pondok pesantren diharapkan mampu berkontribusi menyediakan lapangan kerja bagi 4,4 juta orang di tahun 2024.
Said menambahkan, dirinya juga sempat mencoba menjalankan usaha, misalnya berjualan batik. ”Saya juga pernah berjualan mercon keliling,” ujarnya sembari tertawa.
Oleh karena itu, Said mendorong para santri untuk giat mencoba menjalankan usaha. Selain menyiapkan modal dan harus melek digital, setiap santri juga diingatkan untuk membekali dirinya dengan banyak berdoa.