Harimau yang Mati Terjerat di Pasaman Alami Hipoksia Akut dan Stres Panas
Harimau sumatera yang mati terperangkap jerat babi di Pasaman, Sumatera Barat, kehilangan nyawa karena gagal napas akibat mengalami hipoksia dan stres panas.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Harimau sumatera yang mati terperangkap jerat babi di Pasaman, Sumatera Barat, kehilangan nyawa karena gagal napas akibat mengalami hipoksia dan stres panas. Adapun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar akan mengedukasi warga agar tidak lagi menggunakan jerat untuk mengatasi hama babi.
Kesimpulan penyebab kematian harimau itu didapat berdasarkan hasil nekropsi bangkai harimau yang dilakukan oleh dokter hewan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sakit Hewan (RSH) Sumbar di Padang, Selasa (16/5/2023) malam. Nekropsi dipimpin oleh Kepala RSH Sumbar Idham Fahmi.
”Ambang kematian harimau karena gagal napas yang disebabkan hipoksia akut dan heat stress (stres panas). Hipoksia ialah hilangnya kadar oksigen di dalam darah secara mendadak,” kata Idham, Rabu (17/5).
Idham menjelaskan, terkait dengan hipoksia akut, tim memang menemukan ada permasalahan di saluran pernapasan. Di tenggorokan, paru-paru, dan rongga dada harimau itu ada pendarahan. ”Kemungkinan (penyebab hipoksia akut karena) ada barang yang menahan di saluran napasnya sehingga tidak lancar. Mungkin tercekik atau apa, itu asumsi,” ujarnya.
Selanjutnya, terkait stres panas, Idham mengatakan, ada kemungkinan itu terjadi karena cuaca panas. ”Berdasarkan pengalaman, (penyebab stres panas) itu memang karena panas dan stres. Faktor cuaca bisa jadi, sudah lumayan lama terperangkap. Itu asumsi,” katanya.
Idham melanjutkan, pihaknya juga mengirimkan beberapa sampel organ harimau, seperti limpa, ginjal, paru-paru, dan jatung ke Balai Veteriner Bukittinggi untuk diperiksa secara mikroskopik. ”Ini untuk memperteguh diagnosis,” ujarnya.
Adapun berdasarkan pemeriksaan fisik bagian luar, Idham dan tim tidak menemukan luka signifikan. Hanya ada luka gores pada perut abdomen harimau, sedangkan pada kaki ataupun leher tidak ada. ”Sepertinya jeratnya juga sampai ke badan masuknya,” ujar Idham.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono menambahkan, kondisi yang dialami harimau tersebut disebabkan oleh jerat yang melilit leher, dada, hingga kepala satwa. Hal itu menyebabkan terganggunya pernapasan yang mengakibatkan metabolisme harimau tidak bekerja dengan baik.
Menurut Ardi, kadar oksigen yang berkurang menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah ke seluruh tubuh sebagai dampak dari jerat. Hal ini dapat dilihat dari jantung yang mengalami pembengkakan. Gangguan menurunnya kadar oksigen dalam tubuh dapat terlihat dari mata dan kulit bagian dalam (mukosa) yang berwarna biru hingga berakumulasi menjadi penyebab kematian.
”Selain dari faktor tersebut di atas, adanya panas matahari yang berlebih menyebabkan stres (heat stress) dan kurangnya oksigen dalam tubuh menyebabkan kematian satwa tersebut,” kata Ardi, dalam siaran pers, Rabu.
Sebelumnya, seekor harimau betina berukuran sekitar 2 meter terperangkap jerat babi di areal perkebunan warga di Jorong V Tikalak, Nagari Tanjung Beringin, Kecamatan Lubuk Sikaping, Pasaman. Informasi itu diterima pusat panggilan BKSDA Sumbar dari Kepala Polsek Lubuk Sikaping Inspektur Satu Yufrizal, Selasa (16/5/2023) pukul 09.00.
Kami lebih setuju warga melakukan perburuan babi di sekitar ladang daripada menggunakan jerat yang bisa berujung fatal seperti ini.
Selanjutnya, BKSDA Sumbar menurunkan tim Unit Penyelamatan Satwa Liar (Wildlife Rescue Unit/WRU) Seksi Konservasi Wilayah I ke lokasi untuk penanganan. Petugas menemukan harimau terperangkap jerat babi yang dipasang oleh pemilik ladang/kebun, Munawar (52).
”Harimau dalam kondisi lemas terjerat bagian leher dan kaki. Selanjutnya, kami evakuasi, datangkan dokter hewan setempat, dan siapkan kandang jepit. Namun, pukul 12.30, harimau dinyatakan mati. Selanjutnya, harimau kami evakuasi ke Padang untuk nekropsi,” tutur Ardi, Selasa.
Pelaksana Harian Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Rusdiyan P Ritonga, Selasa malam, menjelaskan, warga setempat biasa menggunakan jerat dari kawat ban bekas untuk mengantisipasi babi saat masa panen jagung. Praktik ini berbahaya karena juga bisa menjebak satwa liar dilindungi, seperti hariamau.
”Belum ada jerat yang selektif. Apa pun yang lewat, terjerat. Tujuan warga adalah babi, tetapi karena jerat tidak selektif, apa pun bisa kena. Fatalnya, sekarang yang kena adalah harimau,” kata Rusdiyan ketika dijumpai di Padang.
Dia melanjutkan, pihaknya akan berupaya sekerasnya agar warga tidak lagi menggunakan jerat. BKSDA akan mendidik warga agar menggunakan cara yang lebih bersahabat terhadap satwa liar dilindungi dalam penanggulangan hama.
”Kami lebih setuju warga melakukan perburuan babi di sekitar ladang daripada menggunakan jerat yang bisa berujung fatal seperti ini,” ujarnya.
Keluar hutan
Menurut Rusdiyan, harimau remaja yang diperkirakan berusia kurang dari dua tahun itu diduga berasal dari Suaka Margasatwa Malampah, salah satu habitat inti harimau di Sumbar. Suaka margasatwa ini berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi harimau terjerat di kebun warga di areal penggunaan lain (APL). APL ini juga berdekatan dengan batas hutan lindung.
Terkait penyebab harimau itu keluar dari habitatnya, Rusdiyan belum dapat memastikan. Walakin, hal itu bisa disebabkan sejumlah hal. Harimau bisa pergi ke mana saja, tergantung dari keberadaan makanan atau mangsa.
”Bisa jadi harimau remaja mencari wilayah sendiri. Belajar berburu sama induknya sehingga bisa ke mana-mana. Lumrah kalau dia melipir di tepi-tepi hutan mencari makanan, belajar berburu,” ujar Rusdiyan.
Dia menjelaskan, habitat inti harimau biasanya sudah diisi oleh harimau-harimau tempatan. Berdasarkan sejumlah referensi, harimau merupakan satwa yang sangat teritorial. ”Ketika di suatu wilayah ada harimau tempatan, harimau-harimau baru akan mencari wilayah baru sampai merasa cocok,” katanya.