Dua Faktor Picu Masih Rendahnya Upaya Pencegahan Korupsi di Papua
Nilai pencegahan korupsi di Papua hanya 29 persen dari capaian secara nasional 76 persen. Hal ini dipicu penyalahgunaan aset dan rendahnya integritas aparatur sipil negara.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan nilai pencegahan korupsi di Papua masih rendah, yakni hanya 29 persen. Kondisi tersebut dipicu penyalahgunaan aset milik pemerintah dan integritas aparatur sipil negara yang rendah.
Hal ini diungkapkan Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria, yang ditemui seusai rapat bersama Pemerintah Provinsi Papua beserta pemerintah daerah dari sembilan kabupaten/kota di Papua, Kamis (11/5/2023) sore, di Jayapura.
Dian menuturkan, nilai pencegahan korupsi di Papua di bawah nilai capaian secara nasional, yakni 76 persen. Padahal, pasca-pemekaran tiga provinsi baru dari Papua, upaya pencegahan korupsi kini hanya terpusat di Pemprov Papua dan pemda di sembilan kabupaten/kota.
Dian memaparkan, hanya pemda tiga daerah yang mendapat nilai pemberantasan korupsi di atas 60 persen. Ketiga daerah ini adalah Kabupaten Jayapura (71 persen), Kota Jayapura (69 persen), dan Kabupaten Keerom (61 persen).
Sementara itu, pemda dengan nilai terendah adalah Kabupaten Mamberamo Raya, yakni 10 persen. KPK menggunakan aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP) untuk menghitung nilai pencegahan korupsi di suatu daerah.
Terdapat delapan indikator untuk penilaian dengan MCP, yang meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, manajemen aset daerah, manajemen aparatur sipil negara, pengawasan, perizinan, optimalisasi pajak daerah, dan tata kelola dana desa.
”Faktor yang memicu rendahnya nilai MCP di Provinsi Papua yakni penyalahgunaan aset kendaraan bermotor hingga rumah dinas oleh pegawai yang telah pensiun. Selain itu, rendahnya integritas ASN. Ini, misalnya, terkait proses seleksi pejabat yang sarat kepentingan serta mengabaikan penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara,” papar Dian.
Ia menuturkan, KPK akan bersinergi dengan berbagai pihak, seperti inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Papua, untuk mengatasi masalah di delapan indikator MCP tersebut. Hal ini guna memacu nilai pencegahan korupsi di wilayah Papua.
Ia menambahkan, dibutuhkan komitmen yang kuat dari kepala daerah untuk mendukung pencegahan korupsi. Dukungan dari kepala daerah diperlukan untuk memastikan pelaksanaan kegiatan di delapan indikator MCP berjalan sesuai prosedur.
”Kami bersama Pemprov Papua akan melakukan upaya penertiban aset milik pemerintah yang disalahgunakan. Menurut rencana, kegiatan ini akan terlaksana pada Sabtu (13/5/2023),” ucap Dian.
Sementara itu, Inspektur Provinsi Papua Anggiat Situmorang mengakui, masih terdapat penyalahgunaan aset milik pemerintah. Selain itu, penunjukan pejabat tidak melewati prosedur seperti jenjang kepangkatan.
Ia menyatakan, Inspektorat Provinsi Papua mendukung penuh KPK dalam pencegahan korupsi. Upaya ini salah satunya dilakukan dengan peran Inspektorat Provinsi Papua menghimpun data untuk perhitungan nilai MCP.
”Dalam catatan kami, terdapat 34 kendaraan roda empat milik Pemprov Papua yang belum dikembalikan pegawai yang telah pensiun. Total nilai dari 34 kendaraan ini mencapai Rp 5 miliar,” kata Anggiat.
Koordinator Pengawasan dan Investigasi BPKP Papua Mujiyanto mengatakan, pihaknya memiliki tiga strategi untuk meningkatkan upaya pencegahan korupsi di Papua. Ketiga upaya ini meliputi upaya edukatif, preventif, hingga represif.
”Strategi edukatif yakni memberikan pemahaman tentang tindak pidana korupsi. Sementara upaya preventif melalui penyediaan sistem produk BPKP, antara lain sistem pengaduan di pemda, sistem keuangan desa, dan sistem pengawasan keuangan desa,” ucap Mujiyanto.