JAYAPURA, KOMPAS - Aksi program pencegahan korupsi terintegrasi di 29 kabupaten/kota di Papua yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi baru mencapai 50 persen. Penyebabnya, antara lain, rendahnya komitmen kepala daerah, keterbatasan kualitas sumber daya manusia, serta minimnya ketersediaan sarana infrastruktur, yakni listrik dan jaringan internet.
Koordinator Komisi Pemberantasan Korupsi Wilayah Papua Maruli Tua saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (19/8/2018), mengatakan, partisipasi yang rendah itu terutama terjadi di kawasan pegunungan tengah Papua, seperti Tolikara, Lanny Jaya, dan Yahukimo. Hal ini berdasarkan pantauan dari kunjungan secara langsung di daerah ataupun menggunakan aplikasi khusus untuk pengawasan.
Salah satu program pencegahan korupsi adalah penggunaan aplikasi e-government yang meliputi tiga sistem, yakni perencanaan dan penganggaran, perizinan investasi, serta pendapatan daerah. Sistem perencanaan terdiri dari e-PapuaPuMusrenbang, e-PapuaPuRencana, dan e-PapuaPuAnggaran. Adapun sistem perizinan investasi melalui e-PapuaPerizinanOnline dan sistem pendapatan daerah melalui e-Samsat. Perkembangan rencana aksi pencegahan korupsi di sekitar 14 kabupaten belum berjalan optimal. Bukan hanya di kawasan pegunungan, daerah seperti Nabire juga bermasalah.
”Banyak faktor sebagai pemicu, tetapi yang menonjol antara lain minimnya komitmen kepala daerah, kualitas sumber daya manusia, serta ketersediaan sarana infrastruktur, yakni listrik dan jaringan internet. Hampir seluruh program e-government harus menggunakan jaringan internet,” ujar Maruli.
Kepala Bappeda Papua Muhammad Musaad menjelaskan telah mewajibkan semua pemda menggunakan aplikasi e-planning, e-musrenbang, dan e-budgeting. Sistem ini harus diterapkan dalam rencana penganggaran dana otonomi khusus. ”Apabila pemda tak mengisi aplikasi dengan benar, dana otonomi khusus belum dapat dicairkan. Memang ini regulasi yang sangat ketat, tetapi kami harus mengikutinya sesuai pembinaan dari KPK,” kata Musaad.
Untuk itu, Pemprov Papua akan menggandeng LSM, perguruan tinggi, dan instansi terkait guna mengecek implementasi dana otsus yang ditetapkan dalam aplikasi e-musrenbang, e-planning, dan e-budgeting. ”Tim ini bertugas mengawasi apakah penggunaan anggaran dana otsus sesuai dengan aplikasi dalam sistem e-government. Kami pun membutuhkan bantuan dari semua pihak,” katanya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Tolikara Derwes Jikwa membantah belum adanya komitmen kepala daerah untuk penggunaan sistem e-government. Belum adanya sejumlah aplikasi dalam e-government, seperti e-planning dan e-budgeting, murni karena masalah infrastruktur telekomunikasi.
”Bupati Usman Wanimbo telah menginstruksikan seluruh instansi menggunakan e-government. Tahun ini, kami akan memasang jaringan internet via satelit di sejumlah instansi, di antaranya Bappeda, Unit Layanan Pengadaan, Dinas Sosial, serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung,” ujar Derwes. (FLO)