Jurnalis Sumbar Demo dan Lapor Polisi Seusai Pengusiran oleh Staf Pemprov
Seratusan jurnalis di Sumatera Barat berunjuk rasa di depan kantor gubernur seusai insiden pengusiran sejumlah jurnalis oleh staf pemerintah provinsi saat pelantikan Wakil Wali Kota Padang Ekos Albar.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Seratusan jurnalis di Sumatera Barat berunjuk rasa di depan kantor gubernur seusai insiden pengusiran sejumlah wartawan oleh staf pemerintah provinsi saat pelantikan Wakil Wali Kota Padang Ekos Albar, Rabu (9/5/2023). Upaya merintangi liputan itu juga dilaporkan ke Polda Sumbar.
Aksi dimulai sekitar pukul 14.00. Massa berkumpul di kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar. Mereka kemudian berkonvoi menuju depan Kantor Gubernur Sumbar di Jalan Sudirman, Kota Padang.
Para jurnalis itu terdiri dari berbagai media, baik lokal maupun nasional. Mereka tidak hanya dari anggota organisasi jurnalis, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar, dan PWI Sumbar. Sebagian adalah jurnalis yang tidak tergabung organisasi.
Massa aksi damai itu membawa spanduk bertuliskan ”Pers Sumbar Melawan”. Selain itu, juga ada tulisan di karton, antara lain ”Pers Bukan Ancaman”, ”Kami Bukan Wartawan Rilis”, ”Liputan Pelantikan Melebihi Protokoler Kepresidenan. Situ Oke?”, dan ”Gubernur Jawabnya Selalu Tidak Tahu. Tahunya Apa?”
Selain itu, ada teaterikal yang dilakukan jurnalis guna menggambarkan susahnya Gubernur Sumbar diwawancarai. Ada juga peletakan kartu pers di lantai disertai dengan taburan mawar sebagai simbol upaya mematikan pers oleh pejabat provinsi.
”Ini bentuk perlawanan kami. Pers tidak bisa ditindas dan disepelekan. Ini bukti pers Sumatera Barat bersatu. Kami menentang segala bentuk penghalangan terhadap kerja-kerja kami yang dilindungi undang-undang,” kata Aidil Ichlas, Ketua AJI Padang, dalam orasi.
Upaya pelarangan liputan pelantikan Wakil Wali Kota Padang Ekos Albar itu terjadi di Auditorium Gubernur Sumbar. Sebagian jurnalis yang sudah berada di dalam ruangan diusir oleh staf Pemprov Sumbar.
”Setidaknya 10 jurnalis yang diusir dan tidak bisa meliput, termasuk saya,” kata Lisa Septri Melina, jurnalis Merdeka.com.
Jurnalis Padang Ekspres, Suyudi Adri Pratama, menjelaskan, sejak awal ia dan kawan-kawan dihadang dengan alasan belum boleh masuk. Karena acara hampir dimulai dan masih dihadang, mereka kemudian masuk melalui pintu lain. Walakin, saat di dalam, pembawa acara protokoler menyuruh mereka keluar.
”Yang boleh meliput hanya anggota prokopim (bagian protokol dan komunikasi pimpinan) dan beberapa media yang ditunjuk. Staf lainnya dan anggota satpol PP juga menyuruh dan mengarahkan kami keluar,” kata Yudi, yang kerap meliput kegiatan Pemprov Sumbar.
Tindak pengusiran tersebut diduga melanggar Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal itu menyatakan, ”Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”
Aidil melanjutkan, aksi ini merupakan puncak dari kekecewaan jurnalis terhadap Gubernur dan Pemerintah Provinsi Sumbar. Bukan kali ini saja, gubernur berpolemik dengan jurnalis.
Pertengahan April lalu, Gubernur Sumbar Mahyeldi menuding media memuat hoaks terkait berita ia membolehkan ASN menggunakan mobil dinas saat libur Lebaran. Padahal, berita itu berdasarkan hasil wawancara dengan Mahyeldi. Selain itu, berita berisi informasi serupa disebarkan oleh Biro Administrasi Pimpinan Sumbar secara luas ke media.
Akhir Agustus 2021, ajudan Gubernur Sumbar juga membatas-batasi kegiatan jurnalistik. Ajudan mengintimidasi dan mendikte jurnalis agar tidak melontarkan pertanyaan-pertanyaan tertentu yang dianggap sensitif bagi Gubernur.
”Jadi, tidak hanya kemarin. Sudah berulang kali. Ini adalah titik puncak bagi kita. Kita harus buktikan bahwa pers Sumbar tidak bisa diinjak-injak dan diperlakukan sewenang-wenang,” ujar Aidil.
Sementara itu, Rakhmatul Akbar, Pemimpin Redaksi Infosumbar.net, mengingatkan, kebiasaan Pemprov Sumbar yang membatasi akses liputan dan hanya membagikan rilis pers atau siaran pers berbahaya bagi jurnalistik. Kebiasaan itu dapat mengurangi sensitivitas jurnalis terhadap persoalan yang terjadi di lapangan.
”Di sebelah kanan ini ada bangunan besar dulu, rumah dinas wakil gubernur. Sekarang sudah rata. Apakah ada rilis itu? Itu membunuh sensitivitas kawan-kawan. Kawan-kawan bisa tidak peduli dengan kejadian di sekitar,” kata pria yang karib disapa Camaik ini.
Seusai berunjuk rasa, perwakilan jurnalis yang menjadi korban pengusiran didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang melaporkan orang-orang yang mengusir atau menghalang-halangi kerja jurnalis itu serta pemberi perintah pengusiran ke Polda Sumbar yang berada di samping kantor gubernur.
”Selain desakan dari banyak jurnalis, laporan ini diharapkan memberikan efek jera. Persoalan dengan Pemprov Sumbar terus berulang. Selama ini, apa yang masyarakat pers Sumbar tuntut tidak pernah diindahkan. Kami berharap polda serius menangani kasus ini,” kata Aidil.
Sekretaris Daerah Sumbar Hansastri saat menemui para jurnalis mengatakan, Pemprov Sumbar prihatin dan menyesalkan insiden pengusiran jurnalis tersebut. Ia pun memahami aspirasi para jurnalis. Selama ini, jurnalis merupakan mitra kerja untuk menyampaikan informasi pemprov kepada masyarakat begitu juga sebaliknya.
”Kami menghargai langkah untuk melanjutkan tuntutan itu (ke polisi), itu adalah hak dari rekan-rekan wartawan. Namun, kami berharap agar tuntutan ini tidak dilanjutkan dan membesar. Kami kembalikan kepada rekan-rekan wartawan. Kami dari pemerintah provinsi memohon maaf jika seandainya ada dari kami dan seluruh ASN menyampaikan kata-kata yang kurang berkenan,” ujarnya didampingi sejumlah pejabat pemprov.