Petaka Kulit Harimau
Polisi menangkap seorang pegiat konservasi dalam kasus dugaan penjualan kulit harimau di Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Jambi. Aktivis konservasi mendesak polisi mengungkap tuntas kasus ini.
Air mata Yaparudin seketika berlinang ketika berjumpa ayah, ibu, adik, dan sanak saudara. Ia meminta maaf karena khilaf yang membawanya masuk bui. Namun, kejadian yang dialaminya tak semata khilaf, tetapi diduga ada skenario yang membawanya sampai ditangkap aparat, Kamis lalu.
”Saya kena kibus (jebak),” katanya dari balik sel tahanan Polres Kerinci, Kota Sungai Penuh, Jambi, Selasa (9/5/2023).
Sebagaimana tahanan lainnya, kepala Yaparudin botak, berbalut kaus hitam dan celana abu-abu selutut. Kantong matanya bengkak sehabis menangis.
Yapar menceritakan bahwa dirinya tidak sendirian dalam praktik ilegal penjualan kulit harimau. Ada tiga rekan lainnya yang bermain dalam transaksi ini. Masing-masing berperan sebagai penyuplai, perantara, dan kurir. Adapun calon pembeli kulit disebut-sebut ”Bos Cino dari Jambi”.
Baca juga: Pegiat Konservasi di Sumbar Tertangkap Tangan Hendak Jual Kulit Harimau Sumatera
Ia mengaku salah satu teman, bernama Yosnebar, mendesaknya untuk membantu mencarikan kulit harimau. Kulit satwa dilindungi itu, menurut rencana, akan dijual kepada seorang pemodal di Jambi. Yos pula yang mengarahkan Yapar untuk mengontak Nata dan Ringgo sebagai pemasok kulit. Nata yang dimaksud ternyata kawan lama Yapar.
Yapar mengakui sedang butuh uang. Tawaran Yos membuatnya goyah. Yos kasih iming-iming imbalan Rp 15 juta. Yos juga menjamin transaksi bakal aman. Yapar akhirnya menghubungi Nata dan Ringgo. Nata bersedia menjual kulit harimau.
Kamis (9/5/2023) pagi, Yapar dan Nata menjemput Yos ke rumahnya di Desa Talang Lindung, Sungai Penuh. Mereka lalu bersama-sama menuju Hotel Mahkota di Sungai Penuh.
Di depan hotel, ketiganya menemui Ringgo yang datang membawa sebuah karung. Setelah mengecek isinya benar-benar kulit harimau, Yos menyuruh Yapar masuk duluan ke hotel, dengan alasan mau mentransfer uang dulu.
Sesaat memasuki lobi hotel, Yapar langsung disergap aparat. Ia lalu diseret keluar hotel. Ternyata sudah ramai aparat bersama Yos di halaman hotel. ”Dia (Yapar) yang punya barang, Pak, tangkap saja,” kata Yapar menirukan ucapan Yos kepada polisi.
Baik Yapar dan Yos pernah menjadi Mitra Konservasi pada Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat. Yos disebut-sebut pula merupakan mantan tim Tiger TNKS yang telah dipecat sepuluh tahun lalu karena terlibat perdagangan satwa.
Jejak komunikasi
Kompas mendapatkan rangkaian jejak komunikasi antara Yapar dan pemilik kulit serta perantara. Jejak komunikasi itu ada dalam sejumlah percakapan pribadi di Whatsapp dan Instagram. Rangkaian percakapan mengarah pada rencana perdagangan satwa liar.
Sebelum transaksi berlangsung di Hotel Mahkota, Sungai Penuh, Yapar sempat mengirimkan kepada keluarganya berisi tangkapan layar percakapan. Komunikasi langsung antara Yapar dan akun Instagram Hantu Rimba (@hantu9313) diduga milik Yos.
Hantu Rimba: Posisi skrg ndo. Lh ado ketemu Bata (Di mana posisi sekarang. Apakah sudah bertemu Nata?).
Yapar: Lum bang. (Belum bang)
Hantu Rimba: Kontak ndo. Td ad bg tlp bos di Jambi (Kontak dik. Tadi ada abang telepon bos di Jambi).
Yapar: Siap, ndo (Siap bang).
Hantu Rimba: Abg di lua jam 10 atau 11 di rumah beko mlm (Abang di luar jam 10, atau jam 11 di rumah).
Yapar pun membenarkan bahwa tangkapan layar percakapan itu antara dia dan Yos. ”Benar, itu Instagram Yos, Hantu Rimba,” kata anak kedua dari empat bersaudara ini.
Baca juga: Keluarga Pegiat Konservasi Sumbar Sebut Kasus Kulit Harimau Sarat Kejanggalan
Selain percakapan dengan Yos, Yapar juga mengirimkan bukti percakapan dengan seseorang bernama Nata. Nata diduga sebagai pemilik kulit harimau.
Dalam percakapan itu, Yapar mengatakan bahwa proses transaksi telah diserahkan kepada seseorang di Sungai Penuh. ”(Orang ini) kaki tangan kepercayaan bos dari Cino Jambi,” sebutnya dalam teks Whatsapp.
Menurut ayah Yapar, Zaibir Usman (63), putranya itu kerap mengirimkan tangkapan layar percakapan tertentu kepada kakak dan adiknya. Namun, saudara Yapar kerap tidak paham apa maksudnya. Penangkapan Yapar oleh aparat membuat keluarga sadar bahwa ada jaringan yang harus diungkap di balik perdagangan satwa liar.
”Di sini Yapar berperan sebagai kurir. Aparat harus bisa mengungkap pemilik kulit, pembeli, dan agen penghubungnya. Pemodal sebagai aktor utamanya juga harus ditangkap,” kata Zaibir.
Zaibir mengindikasikan penangkapan Yapar terkait peran aktifnya melaporkan aktivitas ilegal di hutan. Sebagian besar aktivitas ilegal itu melibatkan oknum aparat.
Kompas menjumpai Yos di rumahnya di kawasan Taman Bunga, Desa Talang Lindung, Senin (8/5/2023) sore. Pria bernama lengkap Yosnesbar (45) ini membantah semua keterangan Yapar.
”Saya tidak ada tahu barang itu. Kini, kan, putus. Barang ini yang masalah, bukan iming-iming. Seandainya saya iming-iming, barang tidak ada, dia tidak bakal kena. Berarti Yapar punya koneksi ke jaringan itu,” kata pria yang mengaku berprofesi sebagai petani ini. Terkait percakapan melalui Instagram dengan Yapar, Yos juga membantah.
Namun, Yos mengaku kenal Yapar. Ia pun mengaku dijemput dengan mobil oleh Yapar dan Nata menuju hotel untuk menerima dan menjual kulit harimau. Ia juga membenarkan bahwa dirinya berada di sekitar hotel menjelang penangkapan.
Sehari-harinya, lanjut Yos, ia mengenal baik Yapar. Rumahnya kerap ditumpangi Yapar.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Edi Mardi Siswoyo membantah indikasi penjebakan dalam kasus Yaparudin. Penyidik melakukan penangkapan berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan sudah terpenuhi. ”Terkait adanya jebakan, nanti akan dibuktikan di persidangan,” ujarnya, Senin (8/5/2023).
Edi menjelaskan bahwa polisi memang sedang memburu pemilik kulit harimau. Jika pemilik tertangkap, kasus ini akan semakin terang. Terkait Yos yang disebut sebagai pelaku utama oleh Yapar, Edi mengatakan, penyidik sedang mendalami, apakah informasi itu benar atau sekadar nama. ”Makanya, dari ponselnya sudah kami sita untuk didalami,” kata Edi.
Edi menambahkan, saat ini kasus Yapar sedang dalam pemberkasan. Pemeriksaan saksi-saksi sudah dilakukan, termasuk ahli. Dalam waktu dekat, penyidik melakukan pemberkasan untuk jaksa penuntut umum sehingga kasus masuk tahap P21.
Ada celah
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto berpendapat, potensi Yaparudin dijebak sangat mungkin. Aktivitas Yapar yang aktif melaporkan berbagai tindakan perusakan hutan memang banyak mengganggu orang, terutama yang bermain di sektor ilegal, termasuk oknum-oknum pejabat di lingkaran kejahatan itu.
Praktik dalam berbagai kasus, kata Wengki, cara menghentikan gerakan seseorang bermacam-macam, mulai dari bujuk rayu, intimidasi, dijebak, dan sebagainya. ”Menurut kami, ruang Yaparudin dijebak itu sangat mungkin dengan rekam jejak aktivitasnya sebelum ini. Apakah betul-betul dijebak? Tentu proses hukum yang akan membuktikan.”
Ditilik dari pengakuan Yapar dan keluarganya, Wengki menilai proses penangkapan Yapar memang aneh. Seolah-olah kawan-kawan Yapar yang terlibat sudah tahu akan ada operasi penangkapan. Jadi, sangat memungkinkan peristiwa-peristiwa itu dikondisikan.
Aparat wajib mengusut siapa pemilik kulit, siapa pemodalnya, dan siapa perantaranya.
Wengki pun mewanti-wanti organisasi masyarakat sipil ataupun individu yang bergerak di isu lingkungan, hutan, dan satwa agar berhati-hati. Potensi orang-orang yang terganggu untuk mematahkan pergerakan selalu ada ketika ada celah.
Direktur Yayasan Lembaga Advokasi Hak Rakyat (Lahar) yang juga dalam jaringan Aliansi Konservasi Alam Raya Musnardi Moenir menilai, pegiat konservasi yang vokal berpotensi tidak disukai oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Ia pun berpotensi dilaporkan balik. Dalam kasus ini, katanya, ada celah yang bisa dimasuki untuk menjeratnya.
Terlepas dari itu, ia mendorong aparat penyidik tidak boleh berhenti sampai di situ. Penangkapan Yapar hanyalah pintu masuk. ”Selanjutnya, aparat wajib mengusut siapa pemilik kulit, siapa pemodalnya, dan siapa perantaranya,” katanya.