Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah, Eks Bupati Aceh Tamiang Diperiksa Kejaksaan
Kejati Aceh memeriksa bekas Bupati Aceh Tamiang, Mursil, terkait kasus korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan Markas Kodim. Mursil diduga melakukan sejumlah pelanggaran dalam proses pengadaan tanah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Aceh memeriksa bekas Bupati Aceh Tamiang, Mursil, terkait kasus korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan Markas Komando Distrik Militer Aceh Tamiang tahun 2009. Mursil telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut, tetapi belum ditahan.
Mursil diperiksa pada Rabu (3/5/2023) di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh di Kota Banda Aceh. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis, Kamis (4/5/2023), mengatakan, dalam pemeriksaan itu, penyidik mengajukan 37 pertanyaan kepada Mursil.
Dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan Markas Kodim Aceh Tamiang tahun 2009, Mursil menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Tamiang. Saat itu Mursil diduga melakukan sejumlah pelanggaran dalam proses pengadaan tanah sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Ali menyebut, pertanyaan yang diajukan penyidik berkait dengan peran Mursil sebagai Kepala BPN Aceh Tamiang saat itu. Waktu itu, Mursil selaku Kepala BPN Aceh Tamiang menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang dikuasai oleh dua orang berinisial TY dan TR. Keduanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.
Bermodal sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Mursil, TY dan TR memperoleh ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang. Padahal, tanah tersebut bukan milik keduanya, melainkan milik negara. ”Saat itu, tersangka (Mursil) juga merupakan sekretaris panitia pengadaan tanah untuk kepentingan umum untuk pembangunan Markas Kodim itu,” kata Ali.
Kuasa hukum Mursil, Junaidi, mengatakan, kliennya datang memenuhi panggilan penyidik sebagai bentuk taat pada proses hukum. ”Sebagai pengacara Bapak Mursil, kami memastikan bahwa klien kami tunduk dan patuh pada proses hukum serta akan bersikap kooperatif,” katanya.
Terkait materi pemeriksaan, Junaidi mengaku tidak dapat menyampaikan hal itu. Sebab, materi pemeriksaan merupakan kewenangan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh.
Saat itu, Mursil diduga melakukan sejumlah pelanggaran dalam proses pengadaan tanah sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Sementara itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh (GeRAK) Aceh, Askhalani, meminta para tersangka kasus korupsi itu langsung ditahan agar tidak ada potensi menghilangkan barang bukti. Dia mengingatkan, kasus korupsi pengadaan tanah itu termasuk kejahatan luar biasa.
Sebab, dalam kasus tersebut, tanah negara dikuasai oleh individu, kemudian dijual kembali kepada negara. Askalani juga menyebut, para tersangka kasus itu patut diduga telah melakukan mufakat jahat sejak awal. Dia juga mendesak penyidik menelusuri aliran dana dan aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus itu.
Monumen Samudera Pasai
Sementara itu, berkas dugaan korupsi pembangunan Monumen Kerajaan Samudera Pasai di Kabupaten Aceh Utara telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh. Sidang perdana kasus itu dijadwalkan berlangsung pada 8 Mei 2023.
Dalam kasus itu, Kejaksaan Negeri Aceh Utara telah menetapkan lima tersangka. Para tersangka berasal dari kalangan aparatur sipil negara dan kontraktor.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Diah Ayu Hartati mengatakan, selain menyerahkan berkas, para tersangka juga dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lhoksukon Aceh Utara ke Lapas Kabupaten Aceh Besar.
Monumen Kerajaan Samudera Pasai terletak di Gampong (Desa) Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Monumen itu dibangun menggunakan anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 49 miliar pada tahun 2012-2017, lalu diresmikan pada 2019. Nilai kerugian negara dari dugaan korupsi itu mencapai Rp 20 miliar.