Dituntut Tujuh Tahun Penjara, Mantan Kepala Bappeda Jatim Ajukan Pembelaan
Budi Setiawan dituntut hukuman 7 tahun penjara. Terdakwa dinilai terbukti menerima suap Rp 10,5 miliar untuk memuluskan bantuan keuangan khusus bidang infrastruktur di Kabupaten Tulungagung.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2017-2018, Budi Setiawan, dituntut hukuman 7 tahun penjara. Terdakwa dinilai terbukti menerima suap Rp 10,5 miliar untuk memuluskan bantuan keuangan khusus bidang infrastruktur di Kabupaten Tulungagung.
Selain pidana penjara, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jatim tahun 2014-2016 tersebut juga dituntut pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan penjara. Adapun untuk mengganti kerugian negara, terdakwa dituntut membayar uang sebesar Rp 10,5 miliar subsider 3 tahun penjara.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Rabu (3/5/2023). Pada sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Marper Pandiangan itu, terdakwa hadir secara dalam jaringan.
”Menuntut kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut, menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama yakni melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana),” ujar JPU KPK, Bernard Simanjuntak.
Dalam materi tuntutannya, jaksa mengatakan, pada tahun 2015-2018, Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerima bantuan dari Provinsi Jatim. Program tersebut berupa Bantuan Keuangan Khusus Bidang Infrastruktur (BKK-BI) yang dananya bersumber dari APBD Jatim.
Adapun nilai bantuan yang dikucurkan sebesar Rp 130 miliar pada tahun anggaran 2015 dan sebesar Rp 30 miliar pada tahun anggaran 2017. Selain itu, bantuan sebesar Rp 79 miliar pada tahun anggaran 2018. Secara akumulasi, BKK-BI yang diterima oleh Kabupaten Tulungagung cukup besar dibandingkan 37 kabupaten dan kota lain di Jatim.
Untuk mengunduh bantuan tersebut, Kabupaten Tulungagung menyerahkan ”mahar” kepada Budi Setiawan yang diberikan secara bertahap dengan total nilai mencapai Rp 10,5 miliar. Nilai mahar tersebut diklaim mencapai 7-7,5 persen dari nilai bantuan yang dicairkan.
Adapun ”mahar” tersebut berasal dari Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang diserahkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tulungagung Sutrisno dan Kepala BPKAD Tulungagung Hendrik Setyawan. Mereka telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Bernard menambahkan, uang yang diperoleh terdakwa Budi Setiawan dari hasil tindak pidana korupsi digunakan antara lain untuk membeli aset pribadi berupa tanah, serta apartemen di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Terkait hal itu, KPK telah menyita aset-aset tersebut untuk nantinya digunakan membayar kerugian negara.
Adapun ’mahar’ tersebut berasal dari Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang diserahkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tulungagung Sutrisno dan Kepala BPKAD Tulungagung Hendrik Setyawan. Mereka telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dalam materi tuntutannya, JPU KPK menyatakan tidak ada alasan pembenar terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Hal yang memberatkan, Budi dinilai tidak mendukung upaya pemerintah pusat dalam memberantas perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme. Adapun hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan terhadap keluarga.
Menanggapi tuntutan tersebut, Budi Setiawan mengatakan, pihaknya bisa memahami materi yang disampaikan oleh jaksa dengan baik. Dia juga berencana menyusun nota pembelaan atau pleidoi secara pribadi dan dengan bantuan penasihat hukum.
”Pembelaan pribadi dan pembelaan yang disusun oleh penasihat hukum,” ujar Budi menjawab pertanyaan majelis hakim.
Perkara korupsi BKK-BI Pemprov Jatim untuk Kabupaten Tulungagung tahun 2015-2018 tidak hanya menyeret pejabat daerah ditingkat provinsi. Sebelumnya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno telah dijatuhi hukuman penjara dan denda serta pidana tambahan membayar uang pengganti.
Korupsi "Ketok Palu"
Sehari sebelumnya, Selasa (2/5/2023), tiga Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019 dijatuhi hukuman masing-masing 4 tahun penjara. Mereka terbukti menerima uang ”ketok palu” untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tulungagung tahun 2015-2018.
Tiga terdakwa adalah Agus Budiarto dari Fraksi Gerindra, Adib Makarim dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang juga Wakil Ketua DPRD Tulungagung 2019-2024, dan Imam Khambali dari Fraksi Hanura yang juga anggota DPRD Tulungagung 2019-2024.
Selain pidana penjara, mereka dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp 300 juta. Majelis hakim yang diketuai Darwanto juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara kepada Adib Makarim sebesar Rp 284 juta dan sebesar Rp 497,6 juta kepada Imam Khambali.
”Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12 Huruf a dan Pasal 12 Huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” kata Darwanto.
Ketiga terdakwa yang menjabat sebagai pimpinan dewan tersebut terbukti menerima suap untuk memuluskan pembahasan APBD Tulungagung tahun anggaran 2015-2018 sebesar Rp 420 juta dari Syahri Mulyo melalui Hendry Setiawan.
Dalam kesaksiannya, Syahri Mulyo mengatakan, seluruh anggota DPRD Tulungagung meminta jatah dana pokok pikiran dari APBD tahun berjalan untuk dikelola oleh setiap anggota. Adapun besaran jatah pokok pikiran tersebut bervariasi sesuai dengan jabatan anggota Dewan.