Seorang Pendaki Gunung Rinjani Meninggal akibat Sesak Napas
Seorang warga Lombok Utara, meninggal saat mendaki Gunung Rinjani. Kejadian kematian pendaki di Rinjani terus berulang setiap tahun.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kegiatan pendakian di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, kembali menelan korban jiwa. Pada Senin (24/4/2023) sore, seorang pendaki asal Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, meninggal diduga akibat sesak napas.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Santong Malkam Hadi (44) saat dihubungi dari Mataram, Selasa (25/4/2023) mengatakan, warga yang meninggal bernama Pawadi (40).
”Jenazah korban sudah berhasil dievakuasi oleh warga. Selasa petang ini, dan baru saja tiba di rumahnya di Santong. Rencananya dimakamkan besok,” kata Malkam.
Menurut Malkam, Pawadi mendaki bersama empat orang rekannya. Tujuan mereka adalah Danau Segara Anak. Mereka berangkat pada Senin pagi. ”Lokasi kejadian berada di hutan, tidak jauh dari Air Terjun Sampurarung Hutan,” katanya.
Malkam mengatakan, menurut informasi sementara, saat berada di lokasi kejadian, Pawadi awalnya tengah beristirahat. Lalu tiba-tiba sesak napas. Tak berapa lama, Pawadi tidak tertolong.
”Dia memang sering mendaki lewat jalur ini. Juga sering ikut berburu menjangan. Tetapi informasinya, dia mendaki dalam kondisi atau keadaan sakit,” ujarnya.
Menurut Malkam, sejauh ini penyebab meninggalnya Pawadi karena sesak napas. Tidak ditemukan tanda-tanda luka atau bekas terjatuh pada jenazah Pawadi.
Jalur tidak resmi
Jalur pendakian melalui Santong, bukan jalur resmi pendakian Taman Nasional Gunung Rinjani. Sebelumnya, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dedy Asriady mengatakan, saat ini ada enam jalur resmi pendakian Rinjani.
Keenam jalur tersebut, yakni jalur Senaru dan Torean di Lombok Utara, jalur Sembalun, Timbanuh dan Tete Batu di Lombok Timur, serta jalur Aik Berik di Lombok Tengah.
”Jalur ini memang dari dulu dipakai oleh warga yang mau ke Rinjani. Meski tak pernah diresmikan. Kami dari Pokdarwis juga tidak mengelolanya, hanya air terjun,” kata Malkam.
Kejadian yang menimpa Pawadi menambah daftar pendaki yang meninggal di Rinjani. Sebelumnya, pada Juli 2020, Sahli (36), warga Desa Tampak Siring, Kabupaten Lombok Tengah, meninggal setelah terjatuh ke jurang di atas Kokok Putek, jalur pendakian Rinjani wilayah Kabupaten Lombok Utara.
Sahli juga mendaki secara ilegal. Saat kejadian, pendakian ke Rinjani masih ditutup dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19.
Kemudian pada Desember 2021, Muhammad Fuad Hasan (26), pendaki asal Sawah Pulo Wetan, Desa Ujung, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, meninggal setelah terjatuh ke jurang di jalur pendakian Senaru, Lombok Utara. Fuad jatuh ke jurang sedalam 100 meter.
Jalur ini memang dari dulu dipakai oleh warga yang mau ke Rinjani. Meski tak pernah diresmikan. Kami dari Pokdarwis juga tidak mengelolanya, hanya air terjun. (Malkam)
Lalu, pada 6 Agustus 2022, kecelakaan menimpa Boaz Tan Anam (37), pendaki asal Portugal. Boaz juga terjatuh dari tebing di puncak Gunung Rinjani saat berswafoto.
Sehari kemudian, seorang pendaki asing yang hendak turun ke Danau Segara Anak (dari Pelawangan Senaru), terpeleset di Km 10 jalur Pelawangan Sembalun-Danau Segara Anak. Cedera membuatnya tidak bisa melanjutkan perjalanan dan harus dievakuasi sehari kemudian.
Gunung Rinjani saat ini menjadi gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Hal itu membuat gunung setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu, menjadi salah satu favorit para pendaki, baik lokal, domestik, maupun mancanegara.
Sepanjang 2022, Balai TNGR mencatat ada 32.428 pendaki ke Rinjani. Sementara selama 2023 (sejak dibuka awal April 2023), total pendaki ke Rinjani 2.065 orang.
Meski indah, medan pendakian Rinjani terkenal berbahaya. Lalu Erwin Mustiadi (33) dari Mantap Adventure, salah satu trekking organizer pendakian Rinjani, mengatakan, kecelakaan di gunung sering terjadi karena pendaki tidak mengenal medan.
Faktor lain adalah tidak mengindahkan instruksi pemandu. Selain itu, pendaki juga tidak siap dari segi peralatan serta memaksakan keadaan fisik.